Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Negara Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand) berbeda pendapat dengan sikap BEM Keluarga Mahasiswa Unand yang menolak RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas DPR 2021.
Dalam rilis yang diterima CNNIndonesia.com, FH Unand yang mengaku berada di luar BEM KM Unand menilai RUU PKS justru perlu masuk Prolegnas Prioritas 2021 dan mendesak DPR mengesahkan RUU tersebut.
"FH Unand menentang sikap politik BEM KM Unand dalam polemik pengesahan RUU PKS. FH Unand bersikap tegas bahwa RUU PKS perlu disahkan oleh DPR RI dan perlu tetap berada di dalam Prolegnas," demikian dikutip dari rilis mereka, Senin (30/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain FH, sejumlah BEM yang disebut berada di luar atau tak ikut ambil bagian dalam sikap KM Unand yakni BEM Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) dan Fakultas Ilmu Budaya (FIB).
Ketiga BEM fakultas itu mengaku tidak mengakui wujud BEM KM Unand sebagai wadah tunggal organisasi kemahasiswaan di Universitas Andalas.
FH Unand mengaku telah melampirkan kajian yang dilakukan pihaknya di UKM Pengenalan Hukum dan Politik dan BEM KM Fakultas Kesehatan Masyarakat soal RUU PKS.
Kajian tersebut menjadi bukti pandangan politik BEM KM Unand yang menentang pengesahan RUU PKS tidak mewakili suara dan aspirasi seluruh civitas akademika Unand.
"Kami secara konsisten berpandangan bahwa pengesahan RUU PKS adalah sesuatu yang perlu dan mendesak, terutama karena krisis kekerasan seksual yang membahayakan perempuan dan anak di bawah umur di seluruh Indonesia pada saat ini," kata mereka dalam rilisnya.
BEM Negara Mahasiswa FH Unand sendiri diklaim sebagai sebuah pemerintahan mahasiswa yang berdaulat dan berkedudukan di FH Unand dan tidak berada dalam bagian BEM KM Unand.
BEM KM Unand dalam rilis mereka sebelumnya menyatakan menolak RUU PKS. Mereka meminta DPR mengeluarkan rancangan regulasi itu dari Prolegnas Prioritas 2021 dan menghentikan pembahasannya.
Dalam rilis mereka yang tersebar di media sosial, BEM Unand menilai setidaknya ada 14 pasal dalam draf RUU PKS Tahun 2017 yang bermasalah. Mereka menilai terminologi kekerasan seksual dalan RUU PKS terlalu sempit untuk memaknai permasalahan seksualitas di Indonesia.
"Dalam hukum pidana, delik yang dikenal untuk menamakan suatu tindak pidana adalah terminologi Kejahatan/Crime, maka 'kejahatan' lebih tepat digunakan daripada 'kekerasan' sebagai istilah perujuk/pokok dalam suatu tindak pidana," tulis BEM KM Unand dalam naskah kajian mereka yang dikutip, Jumat (27/11).
Diketahui ada 26 RUU usulan DPR yang akan masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2021 termasuk RUU PKS.
Namun pembahasan kemudian ditunda lantaran tiga RUU dibahas alot oleh anggota dewan, yakni RUU Ketahanan Keluarga, RUU Bank Indonesia (BI), dan RUU Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) atau yang dulunya bernama RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP).
(thr/psp)