Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan delapan unit sepeda dan mata uang asing senilai Rp4 miliar dari penggeledahan di rumah dinas Menteri Kelautan dan Perikanan nonaktif Edhy Prabowo di Jalan Widya Chandra, Jakarta Selatan.
Barang-barang yang dibawa petugas lembaga antirasuah itu bakal dianalisis untuk segera disita demi kepentingan penyidikan dugaan suap izin ekspor benih lobster atau benur. Selain sepeda dan uang, tim penyidik memboyong dokumen terkait izin ekspor benih lobster dan bukti elektronik lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pada penggeledahan tersebut ditemukan dan diamankan antara lain sejumlah dokumen terkait perkara ini, barang bukti elektronik dan 8 unit sepeda yang pembeliannya diduga berasal dari penerimaan uang suap," kata Plt. Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri, Kamis (3/12).
Dalam Undang-Undang lama tentang KPK, penyitaan bisa langsung dilakukan oleh penyidik dengan seizin pengadilan setempat, atau langsung disita dalam keadaan mendesak. Akan tetapi setelah beleid ini diperbarui, segala bentuk penyitaan harus atas seizin Dewan Pengawas KPK.
"Tim penyidik akan menganalisis seluruh barang dan dokumen serta uang yang ditemukan dalam proses penggeledahan tersebut untuk selanjutnya segera dilakukan penyitaan untuk menjadi barang bukti dalam perkara ini," ujar Ali.
Sebelum itu, penyidik KPK sudah lebih dulu menggeledah kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di kawasan Gambir, Jakarta dan Kantor PT Dua Putra Perkasa (DPP) di Bekasi, Jawa Barat.
Dalam kasus dugaan korupsi izin ekspor benih lobster atau benur, komisi antirasuah telah menetapkan total tujuh orang sebagai tersangka. Menteri Kelautan dan Perikanan nonaktif Edhy Prabowo termasuk satu di antaranya. Ia diduga menerima suap lebih Rp12 miliar dari sejumlah perusahaan eksportir.
Eks Politikus Gerindra itu disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango memastikan terbuka peluang untuk mengembangkan perkara dan menetapkan pihak lain sebagai tersangka.