Survei Global Corruption Barometer (GCB) 2020 oleh Transparency International Indonesia (TII) menempatkan Indonesia pada posisi ketiga dari 17 negara Asia terkait tingkat suap layanan publik.
Indonesia dengan persentase 35 berada di bawah India (39 persen) dan Kamboja (37 persen) terkait suap di pelayanan publik.
"Tingkat suap di Indonesia tertinggi ke-3 di antara 17 negara Asia yang disurvei; tidak turun signifikan dari hasil GCB 2017," demikian tertulis dalam laporan TII, Kamis (3/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan survei yang dilakukan, sebanyak tiga dari 10 responden mengaku pernah membayar suap ketika mengakses layanan publik. Ditemukan sejumlah alasan responden melakukan suap, antara lain sebagai tanda terima kasih, memang diminta untuk membayar biaya yang tidak resmi dan, ditawari agar membayar suap demi proses yang lebih cepat.
"Lebih dari 90 persen mengakui tidak pernah melaporkan praktik suap yang dialaminya," ucap TII.
TII mengungkapkan mayoritas warga berusia muda mengaku pernah melakukan suap dalam satu tahun terakhir.
Pengalaman suap masyarakat paling tinggi terjadi di layanan Kepolisian (41 persen), jauh di atas rata-rata negara di Asia (23 persen).
Suap di layanan kepolisian tahun ini meningkat dibandingkan data GCB 2017 dengan persentase 25 persen. Selain di kepolisian, pengalaman suap untuk layanan di Sekolah dan Dinas Pendudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) juga naik dibandingkan GCB 2017.
Sementara untuk Dukcapil, GCB 2020 mencatat angka 31 persen atau lebih tinggi dibanding GCB 2017 yakni 23 persen. Adapun GCB 2020 untuk Sekolah sebesar 22 persen dan GCB 2017 sebesar 15 persen.
Dari data TII, ditemukan lebih dari 80 persen responden yang disurvei menganggap koneksi pribadi penting jika ingin mendapatkan kualitas pelayanan publik yang lebih baik.
"Penggunaan koneksi pribadi untuk mengakses layanan publik di Indonesia merupakan proporsi tertinggi kedua setelah India," tulis TII.
Survei GCB di Indonesia ini berdasarkan wawancara melalui telepon dengan menggunakan metode Random Digital Dialing (RDD) dan kontrol kuota dalam pemilihan sampel dengan margin of error +/- 3.1 persen.
Survei melibatkan 1.000 responden rumah tangga, usia di atas 18 tahun dengan latar belakang pendidikan, gender, dan lokasi yang beragam. Adapun periode pengambilan data berlangsung pada 15 Juni hingga 24 Juli 2020.
(ryn/nma)