KPU Tak Paksa Pasien Covid Gunakan Hak Pilih di Pilkada

CNN Indonesia
Jumat, 04 Des 2020 19:24 WIB
KPU mengklaim tak memaksa pasien covid-19 harus menggunakan hak pilihnya saat Pilkada 2020 pada 9 Desember mendatang.
Ilustrasi. KPU menyatakan tak memaksa pasien covid-19 untuk menggunakan hak pilihnya di Pilkada 2020. (Foto: ANTARA FOTO/ABRIAWAN ABHE)
Jakarta, CNN Indonesia --

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengatakan pihaknya tidak memaksa pasien covid-19 harus menggunakan hak pilihnya dalam Pilkada Serentak 2020.

"Jadi prinsip harus diutamakan, tapi tidak dipaksakan. Ini soal hak. Gimana kalau ada pemilih [pasien covid-19] misalnya keadaan kritis, menyatakan saya tidak bisa gunakan hak pilih, tentu kami tidak bisa memaksa," kata Dewa dikutip dari Youtube Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Jumat (4/12).

KPU, sambung dia, memiliki tugas untuk menjaga dan melindungi hak pilih setiap warga negara. Dalam hal ini termasuk pasien yang tengah diisolasi karena positif corona.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau terbukti [KPU] dengan sengaja menghilangkan hak pilih juga ada konsekuensi hukum. Kami harap mari bersama-sama berupaya menegakkan demokrasi hak pilih warga negara," tuturnya.

Dewa menjelaskan nantinya petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) akan mendatangi tempat isolasi pasien dengan didampingi saksi dan pengawas.

Menurut Peraturan KPU (PKPU) Nomor 6 Tahun 2020, petugas yang mendatangi pasien corona akan diwajibkan menggunakan alat pelindung diri (APD) lengkap.

Perkara APD, Dewa mengharapkan seluruh logistik dapat diterima semua Tempat Pemungutan Suara (TPS) setidaknya sehari sebelum pemilihan suara yang jatuh pada 9 Desember nanti.

Logistik tersebut terdiri dari masker, hand sanitizer, pengukur suhu, sarung tangan, alat cuci tangan sampai APD jenis umum.

Ia mengatakan pihaknya juga berupaya memastikan sumber daya dari pihak KPU sampai KPPS siap melaksanakan tugas di hari pemilihan serta memastikan protokol kesehatan bisa diterapkan.

Untuk meminimalisasi kerumunan di TPS, KPU mengimbau pemilih memilih pada jadwal yang telah ditentukan. KPU membagi waktu pemilihan menjadi beberapa gelombang.

"[Misalnya] Diharapkan hadir jam 7 sampai 9, gimana kalau lewat? Tentu hak pilihan tetap dilayani. Ini kan imbauan. Kalau imbauan tentu kesadaran dan partisipasi jadi penting," tambahnya.

Sanksi Ringan

Pada kesempatan yang sama, Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Ratna Dewi Pettalolo melaporkan hingga kini kampanye tatap muka masih menjadi metode yang diminati pasangan calon.

Meskipun penerapannya acap kali sarat pelanggaran protokol kesehatan, jumlah kampanye tatap muka masih tinggi di kalangan paslon, yakni mencapai 91.640 kejadian. Dan 2.126 diantaranya kedapatan melanggar protokol kesehatan.

Mengacu pada PKPU Nomor 13 Tahun 2020 terdapat tiga sanksi untuk paslon yang melanggar protokol kesehatan, yakni peringatan tertulis, sanksi penghentian kampanye hingga pembubaran, dan rekomendasi agar kampanye dihentikan selama tiga hari. Ia mengakui sanksi ini terlalu ringan.

"Memang sanksi ini terlalu ringan sebenarnya untuk pelanggaran protokol kesehatan. Sanksi pidana bisa diberikan, tapi tidak jadi kewenangan penyelenggaraan, dalam hal ini Bawaslu. Kewenangan itu di kepolisian," jelasnya.

Untuk itu, Bawaslu berupaya membentuk kelompok kerja (pokja) pengawasan dan penanganan pelanggaran protokol kesehatan bersama KPU, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Polri, TNI dan lembaga terkait.

Jelang hari pemilihan, Ratna mengatakan pihaknya akan melakukan patroli ke TPS untuk memastikan protokol kesehatan sudah sesuai dengan aturan termasuk saat di hari pemilihan.

(fey/psp)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER