Pemerintah menargetkan sampah secara nasional berkurang 30 persen di tahun 2025. Namun hingga target tersebut tercapai, aktivis menilai pemerintah harus punya upaya meminimalisasi produksi sampah terutama plastik.
Merujuk pada data Asosiasi Industri Olefin Aromatik dan Plastik Indonesia (INAPLAS), 65 persen konsumsi plastik nasional datang dari kemasan.
Dari keseluruhan permintaan plastik kemasan, 60 persen di antaranya berasal dari industri makanan dan minuman. Sedangkan industri minuman di Indonesia pada semester satu 2019 tumbuh hingga 22,74 persen. Mengutip situs Greenpeace Indonesia, dengan pertumbuhan industri seperti ini diperkirakan akan ada 12 miliar ton sampah plastik pada 2050 mendatang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran Lingkungan Indonesia Center of Environmental Law (ICEL) Fajri Fadhillah mengatakan perkara sampah tak bisa hanya dilihat di rumah tangga, namun harus hingga hulu yakni produsennya.
Jika dilihat berdasarkan regulasi, ia menilai keberadaan beleid yang mengatur soal pengelolaan dan pengurangan sampah sudah menjadi upaya awal yang baik dari pemerintah.
Meskipun demikian, pihaknya melihat aturan-aturan tersebut belum cukup mengikat. Salah satunya pada Permen LHK 75/2019 yang menginstruksikan industri membuat peta pengurangan sampah hingga 2030.
"Tapi diberikan keleluasan kepada produsen untuk memilih cara pengurangan sampahnya. Yang menurut saya seharusnya perintah dibuat lebih ketat," katanya kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Kamis (17/12).
Fajri menuturkan seharusnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatur lebih rinci jenis kemasan yang boleh digunakan produsen. Harapannya, kemasan yang diizinkan hanya yang paling ramah lingkungan.
Dengan pemberian keleluasaan kepada produsen, ia khawatir mayoritas industri memilih opsi daur ulang. Padahal, menurutnya daur ulang tak bisa dijadikan solusi utama meminimalisasi sampah.
"Plastik kalaupun diklaim bisa didaur ulang, sebenarnya jika didaur ulang terus pada akhirnya akan kehilangan nilainya, dan jadi sampah juga. Entah itu berakhir di TPA (tempat pembuangan akhir), dibakar, atau mencemari lingkungan," kata Fajri.
Untuk itu, ia mengatakan pemerintah harus upaya solusi yang dikerahkan sekarang sembari menunggu pencapaian target pengurangan sampah. Menurutnya, Eropa bisa menjadi contoh dalam penanganan dan penanggulangan sampah dari hulu. Di wilayah tersebut, pemerintah mendorong industri menggunakan kemasan yang bisa diisi ulang sehingga meminimalisasi sampah.
![]() |
Sebelumnya, Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar mengatakan pemerintah menargetkan 100 persen sampah bisa terkelola dengan baik dan benar pada 2025 mendatang.
"Target 100 persen sampah terkelola dengan baik dan benar pada tahun 2025, yang diukur antara lain melalui 30 persen pengurangan sampah dan 70 persen penanganan sampah untuk mewujudkan Indonesia yang bersih dan bebas sampah," ujar Siti dalam siaran langsung di Youtube Waste4Change, Kamis siang.
Ia mengatakan upaya tersebut didorong melalui Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategis Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Sedangkan pengurangan sampah di industri, kata dia, juga dipetakan melalui Peraturan Menteri LHK Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen.
![]() |
Siti menekankan bahwa dalam target pengurangan sampah tersebut, pemerintah tak bisa sendirian tetapi juga harus melibatkan sektor lain dari aktivis, swasta, hingga masyarakat.
Dia menyatakan perlu perubahan pola pikir dan gaya hidup dalam mengelola sampah. Oleh karena itu, isu pengurangan dan pengelolaan sampah ini menjadi salah satu yang ditekankan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) kepada dirinya sejak periode pertama kepresidenan pada 2014 silam.
"Pak Presiden berkali-kali menegaskan kepada saya selaku penanggung jawab dalam portofolio ini untuk tidak henti-hentinya memperhatikan aspek implementasi," kata dia.