Hari ini 11 tahun lalu, Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid alias Gus Dur mangkat. Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu meninggal pada 30 Desember 2009, di usia 69 tahun.
Di balik posisinya sebagai presiden di masa transisi Orde Baru ke Reformasi, tak ada satu pun objek yang pas untuk dilekatkan untuk Gus Dur. Sebab, selain ulama dan negarawan, Gus Dur juga politikus, cendekiawan, intelektual, penulis ulung, humoris dan yang mungkin tak banyak orang tahu, dia adalah pengamat sepak bola.
Dengan kata lain, Gus Dur tak bisa disimpulkan dalam satu atribusi saklek. Sosok Gus Dur telah melampaui batas-batas profesionalisme atau latar belakang yang mafhum dimiliki sebuah profesi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, dari semua atribusi yang melekat di balik nama Gus Dur, ia tak bisa dipisahkan dari humor.
Lihat juga:Hari Ini, 11 Tahun Gus Dur Berpulang |
Tri Agus Susanto Siswowiharjo, kerabat sekaligus penyunting buku, Sekadar Mendahului, kompilasi naskah kata pengantar yang ditulis Gus Dur, mengibaratkan cucu pendiri NU itu, seperti manis yang tak bisa dipisahkan dengan gula, asin yang lekat dengan garam.
TASS sapaan akrabnya, bahkan berani menyebut Gus Dur tak pernah terlihat sekalipun lolos dari kelakar dan humor sepanjang pengalamannya berinteraksi langsung dengan Gus Dur sejak 1992. Menurut dia, Gus Dur selalu menimpali pembicaraan dan interaksinya di banyak forum dan obrolan dengan guyon.
Kata TASS, mungkin satu-satunya hal yang tak pernah dibikin humor oleh Gus Dur adalah soal seks. Sisanya, terutama soal agama, politik, kebudayaan adalah sedikit dari banyak bidang yang kerap menjadi guyonan oleh pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
"Kalau itu kok (serius) saya belum pernah pengalaman. Karena setiap saya ketemu dengan Gus Dur baik itu di Fordem (Forum Demokrasi), maupun di acara lain, itu ya selalu ada bumbu-bumbu humor. Kalau yang serius banget justru belum pernah," kata TASS kepada CNNIndonesia.com, Rabu (30/12).
![]() |
Dia mengaku bukan termasuk dalam rombongan Fordem --organisasi yang didirikan Gus Dur di akhir kepemimpinan Orba-- yang mendatangi Istana sesaat sebelum Gus Dur resmi dimakzulkan pada 23 Juli 2001. Namun, ia ikut datang ke Istana bersama sejumlah pendukung menjelang kejatuhan Gus Dur.
Di momen tersebut, TASS bahkan menyimpulkan Gus Dur tak benar-benar serius meski kekuasaannya dipaksa dijatuhkan.
"Nah, jadi kalau yang serius sekali yang saya hadiri belum pernah. Hampir yang saya hadiri, Gus Dur selalu bercanda," imbuhnya.
Dia mengenal Gus Dur sejak 1992 saat lembaganya, Pijar, menggelar acara Pekan Humor Indonesia. Acara tersebut menggelar sejumlah kegiatan seperti pembacaan hingga, penulisan naskah humor.
Di acara tersebut, Gus Dur ikut dalam diskusi yang dihadiri sejumlah tokoh lain seperti Cak Nun, Sjahrir, dan duduk sebagai moderator adalah Rocky Gerung yang kala itu aktif di Fordem.
CNNIndonesia.com, menerima rekaman dalam bentuk video saat Gus Dur berbicara dalam forum tersebut. Gus Dur banyak berkelakar dan mengeluarkan guyon selama lebih dari 20 menit ia berbicara. Menurut TASS, guyon-guyon yang disampaikan adalah barang mahal saat Orde Baru, dan Gus Dur melakukannya.
Misalnya, saat berbicara soal alasan kenapa banyak warga Indonesia yang menjalani operasi gigi di Singapura. Banyak pihak kemudian melakukan penelitian, dan para pakar mengkajinya dari sisi ekonomi dan politik.
"Kenapa sih kok, orang Indonesia pada banyak yang meriksa gigi ke Singapura? Apa ahli gigi di sana lebih, dokter gigi lebih pinter. Wah survei. Rapat. Seminar. Lokakarya. Sarasehan. Lesehan. Cak Nun didatangkan. Udah enggak karuan," ujar Gus Dur seperti dikutip dalam rekaman tersebut.
"Bung Ciil menganalisa ekonomi politik. Ternyata kesimpulannya cuma satu, lah rakyat ngertinya ini bukan analisa yang macam-macam, itu. Ngertinya rakyat cuma satu bahwa kenapa banyak orang Indonesia meriksa gigi di Singapur, karena cuma di Singapur mereka bisa buka mulut," ujar Gus Dur.
Sontak jawaban Gus Dur di akhir cerita tersebut mengundang gelak tawa dari peserta diskusi.
Atau soal ini. Saat banyak mendesak Gus Dur mundur sebagai presiden karena dituduh terkait skandal Bruneigate, dengan enteng Gus Dur menjawab, "Sampean ini bagaimana, wong saya ini maju saja susah, harus dituntun, kok disuruh mundur".
Beberapa tahun sebelum dirinya resmi masuk gelanggang politik, Gus Dur adalah aktivis yang lantang dan berani melawan Soeharto. Hal itu terbukti saat ia juga turut berkelakar dengan menyindir dinasti Soeharto.
Satu sindiran halus itu disampaikan Gus dur kepada penguasa orde baru. "Kalau anak orang kaya ulang tahun atau menikah dibelikan TV. Kalau anak penguasa ulang tahun atau menikah dibelikan stasiun TV," ujar Gus Dur.
Tentu publik mengetahui setelah TVRI, stasiun TV swasta yang muncul berikutnya adalah RCTI dan TPI milik keluarga Presiden Soeharto.
![]() |
Sebagai ulama NU, sosok Gus Dur beberapa kali berhadapan langsung dengan FPI yang dinilai keras, radikal, dan eksklusif. Gus Dur sempat mewacanakan untuk membubarkan FPI di awal 2000-an saat menjadi presiden, meski rencana itu tak benar-benar terealisasi.
Dalam sebuah forum yang dihadiri Megawati, Rizieq, dan sejumlah tokoh lain, Gus Dur dalam sambutannya sempat menyebut Rizieq sebagai teroris. Cerita itu terungkap dalam buku "Humor Ngaji Kaum Santri" yang ditulis Hamzah Sahal.
Rizieq yang hadir dalam acara itu, entah diketahui Gus Dur atau tidak, kemudian menyinggung pernyataan Gus Dur sebelumnya. Rizieq berterima kasih kepada Gus Dur yang menyebut dirinya sebagai teroris.
Ucapan terima kasih Rizieq dimaksudkan sebagai sindiran terhadap Gus Dur, yang dikira tak mengetahui keberadaan Rizieq di acara yang sama.
Menurut TASS, Gus Dur dan Rizieq memang selalu bertolak belakang mewakili latar belakang organisasinya masing-masing. Sehingga, dua hal itu menurut dia membuat keduanya tak pernah bertemu.
"Di bawahnya, ada Banser ada Ansor yang sangat menghormati ulamanya, ya dia akan mendukung ulamanya, karena itu di grassroot antara Banser dan FPI sering tidak nyambung, sering bentrok," kata dia.
Mengutip "Gus Dur dan Teori Humor" yang situlis TASS di Jurnal Prisma pada 2019, Gus Dur betul-betul memahami teori soal humor. Gus Dur, katanya, mampu menjelaskan teori humor sekaligus memberi contoh lelucon yang sesuai.
Gus Dur juga piawai menjelaskan humor politik. Salah satu tujuan humor politik adalah protes terselubung. Ia menjadi wadah ekspresi politis yang berguna, minimal untuk menyatukan bahasa rakyat banyak dan mengidentifikasi masalah-masalah yang dikeluhkan dan diresahkan.
Saat menjadi presiden, sebagian rakyat juga menikmati lelucon-lelucon Gus Dur melalui pidato-pidato maupun cerita di balik cerita. Begitu dilantik menjadi presiden, Gus Dur sudah mulai melucu dengan menyebut DPR seperti Taman Kanak-kanak (TK).
Ia menambahkan, sebagai presiden, sosok Abdurrahman Wahid sangat unik. Seperti Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto, tingkah laku Gus Dur cukup sulit dipahami. Amien Rais, kata dia misalnya, doktor ilmu politik dari Universitas Chicago, Amerika Serikat, pernah mengatakan bahwa ada tiga hal yang tak seorang pun dapat memastikan, yaitu jodoh, ajal, dan apa yang akan dilakukan Gus Dur.
Menurut TASS, gaya komunikasi Gus Dur dipengaruhi budaya Jawa dan pesantren yang -menggunakan kategori Edward T. Hall (1976)-termasuk dalam komunikasi konteks tinggi. Namun dia menilai, humor Gus Dur kerap tidak efektif menyampaikan pesan politik.
"Humor tetap penting sebagai salah satu cara berkomunikasi bagi seorang presiden. Masalahnya, seorang presiden harus mampu memanfaatkan humor demi kepentingan komunikasi, bukan menggunakan humor demi humor itu sendiri," katanya.
(thr/pmg)