Pinangki Sirna Malasari mengklaim tidak tahu-menahu perihal Action Plan yang menjadi akar masalah sengkarut penanganan perkara Djoko Tjandra. Ia mengaku mendapat dokumen yang diduga merupakan Action Plan dari Andi Irfan Jaya.
Hal itu disampaikan Pinangki saat menjalani pemeriksaan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (6/1).
"Bulan Februari itu saya pernah di-forward apakah itu dokumen yang sama atau tidak, saya lupa, oleh Andi Irfan," kata Pinangki saat memberikan kesaksian, Rabu (6/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pinangki meneruskan dokumen Action Plan tersebut kepada pengacara Djoko Tjandra, yakni Anita Kolopaking. Pinangki, yang merupakan mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejagung itu mengaku tak membaca detail dokumen tersebut.
"Waktu itu saya forward ke Anita. Kita waktu itu membahas masalah, si Anita bilang ini katanya adalah Action Plan yang ditolak Djoko Tjandra pada bulan Desember," tutur Pinangki.
Dalam persidangan ini, Pinangki kukuh menyatakan tidak pernah menerima US$500 ribu dari Djoko Tjandra melalui Andi Irfan sebagaimana dakwaan Jaksa.
"Saya enggak tahu. Saya enggak pernah menerima dari Andi Irfan," imbuhnya.
Dalam surat dakwaan, Pinangki disebut memasukkan nama atasannya, Jaksa Agung ST Burhanuddin dan pejabat MA Hatta Ali, ke dalam paket 'Action Plan' permintaan fatwa Mahkamah Agung (MA) atas putusan Peninjauan Kembali (PK) Djoko Tjandra.
Pada pertemuan dengan Djoko Tjandra di Kuala Lumpur, Malaysia, 25 November 2019, Pinangki menyerahkan dan memberikan penjelasan mengenai rencana aksi berupa Action Plan untuk mengurus kepulangan terpidana korupsi hak tagih Bank Bali ke Indonesia dengan menggunakan sarana fatwa MA.