Saking penuhnya ruang perawatan, Kepala IGD RSUD Dr Drajat Prawiranegara Serang Ririek Andri menyebut pasien Covid-19 dengan gejala parah pun harus bersiap mengantre.
Sebanyak 46 ruang isolasi rawat inap dan lima ruang ICU pun telah 100 persen terisi.
"Hari ini ada 16 antrean ya. Ya memang sebetulnya kalau parah sekali gejalanya kami bawa ke IGD, dan itupun yang antre 16 itu," jelasnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ririek menduga kepadatan antrean di ruang perawatan ini tak lepas dari perilaku saat libur akhir tahun 2020.
"Ini kan sekarang RS sudah jebol istilahnya. Nah ini kan ada gelombang Natal dan Tahun Baru. Natal sudah datang gelombangnya, yang Tahun Baru ini belum masuk nih," pungkasnya.
Ahmad Rifqy Nubaeri, perawat di Rumah Sakit Mayapada, Jakarta Selatan, yang sejak November mulai ditugaskan untuk membantu menangani pasien Covid-19 dengan kondisi kritis di ICU rumah sakit tersebut, mengaku sampai harus menolak kerabat dosen dan kiainya untuk mendapatkan ruang perawatan pasien Covid-19.
Padahal, katanya, RS Mayapada saat ini total telah membuka lima lantai untuk ruang perawatan pasien rawat inap Covid-19, dari semula hanya satu ruangan.
"Sampai detik ini, IGD full terus. Kamar rawat inap itu full. Jadi ICU juga sekarang pasien sesuai dengan tenaga itu udah full," katanya.
"Sekitar 3 bulan peningkatannya luar biasa. Mulai gejala ringan sampe berat masuk ICU," imbuhnya.
Gejala Makin Berat
Salah satu dokter ICU Covid-19 di Rumah Sakit Antam Medika, Pulogadung, Jakarta Timur, Muhammad Riza Mahendratama menyebutkan tingkat keterisian ruang perawatan itu diperparah dengan tren peningkatan gejala pasien Covid-19.
Sebelumnya, kata dia, para pasien yang datang ke RS Antam hanya mengalami gejala ringan, bahkan tanpa gejala. Sejak Oktober, pasien dengan gejala sedang hingga berat, seperti sesak nafas atau demam dalam jangka panjang, makin banyak.
"Jadi trennya memang bener meningkat, tapi kayaknya dari gejala mulai makin berat sih, gitu kalau saya lihat," kata dia kepada CNNIndonesia.com, Rabu (7/1).
![]() |
Mereka yang masuk ICU, lanjutnya, umumnya karena kadar atau tingkat saturasi oksigen di bawah angka 90 persen. Normalnya, tingkat saturasi adalah 90 persen. Penurunan saturasi adalah gejala umum pasien Covid-19.
Semakin rendah kadar oksigen, nyawa pasien Covid-19 semakin terancam. Penurunan kadar oksigen ini ditandai dengan gejala sesak bernafas.
"Karena kalau kadar oksigen segitu mulai mengancam nyawa ya. Jadi repotnya kalau pasien misal masuk kadar oksigen 50 persen, Tahu-tahu di ICU berapa jam turun mendadak. Itu kan suatu pekerjaan buat kita," kata dia.
"Jadi harus ngambil tindakan cepat. Karena kalau saturasi makin turun, pasien bisa meninggal," imbuhnya.
Meski tak mengetahui persis jumlah lonjakan pasien Covid-19, ia mengaku merasakan betul lonjakan pasien dengan gejala berat dan harus dirawat di ICU.
"Padahal biasanya pasiennya cuma 20-15, cuma mulai pertengahan Desember itu mulai sering penuh. Sedangkan kita sampe nolak pasien yang masuk karena memang ruangannya enggak ada," kata dia.
Bahaya Tanpa ICU
Terpisah, Dokter Emergensi sekaligus relawan Lapor Covid-19 Tri Maharani mengaku telah mendapat banyak laporan dari lapangan yang menyebut beberapa pasien Covid-19 yang keadaannya memburuk hingga meninggal karena tidak mendapat perawatan ICU dengan segera.
![]() |
Ia menceritakan, pada 2 Januari seorang warga Tangerang masih belum mendapatkan ruang rawat di RS sehingga harus isolasi mandiri di rumah bersama anggota keluarga lain yang positif Covid-19.
Tak segera mendapat perawatan, warga tersebut masih merasakan sesak nafas hingga berhari-hari. Kemudian, pada 3 Januari lalu ia mendapat laporan ada warga meninggal di taksi daring setelah ditolak 10 RS di Depok, Jawa Barat.
"Ada yang meninggal di ambulance juga laporannya. Ini yang lapor ke kami ada 10 lah ya di Pulau Jawa yang kondisi parah dan meninggal. Nah yang lain pasti ada namun belum terlaporkan," ungkap Tri.
Ada pula kasus seorang penyintas Covid-19 di Klaten, Jawa Tengah, yang harus dijemput dengan ambulans yang tidak memadai, pada 4 Januari, yang membuatnya harus terlentang di lantai mobil.
Untuk mengatasi masalah kecukupan ruang ICU dan isolasi ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meminta dinas kesehatan dan sejumlah rumah sakit di seluruh wilayah Indonesia untuk menambah kapasitas tempat tidur sebesar 30-40 persen. Ditargetkan terealisasi pada Januari 2021.
Untuk DKI, Pemprov menyiagaka RS Ukrida, Jakarta Barat; RS Antam, Jakarta Timur; dan RS Harapan Jayakarta, Jakarta Timur.
(khr/thr/arh)