Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana melayangkan protes ke pemerintah pusat terkait Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jawa dan Bali pada 11-25 Januari. Ia menolak kebijakan itu diterapkan di Surabaya.
Ia keberatan lantaran dalam beberapa hari terakhir Surabaya mengalami penurunan angka kasus corona (Covid-19). Menurutnya, Kota Pahlawan juga bukan merupakan zona merah atau risiko tinggi.
"Sementara di wilayah Jawa Timur ada empat kabupaten kota yang zona merah tidak diterapkan PSBB. Itu tadi yang juga saya proteskan," kata Whisnu, melalui keterangan tertulisnya, Kamis (7/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika PPKM diterapkan, menurut Whisnu, maka seluruh kabupaten/kota di Jatim juga harus memberlakukan hal yang sama. Jadi, bukan hanya wilayah Surabaya Raya atau Malang Raya saja seperti yang direncanakan pemerintah.
"Apalagi melihat penanganan kita baik. Kan, kita jadi ketiban sampur (tugas tak terduga). Kita tidak hanya melihat sisi penanganan Covid-19 saja, tetapi ada dampak yang lebih luas lagi," ucapnya.
Pemkot Surabaya, kata dia, lebih memaksimalkan peran Kampung Tangguh Wani Jogo Suroboyo bersama-sama dengan jajaran Polri dan TNI.
"Kita juga masih ada waktu untuk mengusulkan hal ini ke pusat. Intinya kita akan berusaha yang terbaik untuk Kota Pahlawan," kata dia.
Whisnu menilai wilayahnya tak perlu menerapkan PPKM Jawa-Bali pada 11-25 Januari. Dia mengklaim tingkat penularan virus corona di Surabaya sudah menurun.
"Saya tidak tahu kenapa kebijakan di pusat seperti itu. Padahal Surabaya ini sudah menuju ke zona kuning dari zona oranye, jadi kasusnya mulai landai," kata Whisnu, Rabu (6/1).
Dia mengatakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat bisa berdampak negatif terhadap roda perekonomian setempat. Salah satu poin aturan PPKM Jawa-Bali yang membuatnya keberatan adalah pembatasan kapasitas tempat makan menjadi hanya 25 persen.
(frd/pmg)