Pada tahun 2000 tutupan hutan mencapai 106,4 juta hektar. Lalu menurun menjadi 93 juta hektar di tahun 2009, 88,5 juta hektar tahun 2013 dan 82,8 juta hektar tahun 2017.
"Krisis iklim sudah terjadi. Itu ramalan IPCC (Intergovermental Panel on Climate Change) yang memproyeksi apa yang terjadi 50 tahun ke depan sudah di depan mata. Curah hujan semakin tinggi, itu faktor perubahan iklim," kata Arie.
Meskipun ada banyak faktor yang bisa mendorong krisis iklim, seperti pengolahan sumber daya fosil dan pemanasan global, Ia mengatakan penebangan hutan juga menciptakan karbon yang memperparah perubahan iklim.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
KLHK sendiri pernah mengungkap potensi bencana banjir sebagai salah satu dampak dari krisis iklim jika tidak ditangani dengan baik. Itu disampaikan melalui "Studi Perubahan Iklim di Indonesia" yang diterbitkan 2017 lalu.
"Perubahan iklim di masa depan dapat memperluas daerah rawan banjir, khususnya pada skenario periode curah hujan berulang 5-10 tahun dan meningkatkan frekuensi banjir besar untuk periode ulang sekali dalam 10-25 tahun," tulis studi tersebut.
Sebelumnya, banjir terjadi di sejumlah daerah di Kalimantan Selatan. Ada 10 kabupaten/kota yang terdampak pada Minggu (17/1). Jumlah pengungsi mencapai 112.709 jiwa lantaran 27.111 rumah terendam banjir.
Data sementara yang dihimpun BNPB, korban meninggal dunia sebanyak 15 orang. Sebanyak 7 orang di antaranya dari Kabupaten Tanah, 3 orang dari Kabupaten Hulu Sungai, 1 orang dari Kota Banjar Baru, 1 orang dari Kabupaten Tapin dan, 3 orang dari Kabupaten Banjar.