Siasat Anies, RK, dan Ganjar Atasi Banjir Tahunan

CNN Indonesia
Rabu, 10 Feb 2021 15:51 WIB
Sejumlah wilayah di Jakarta, Jawa Barat, hingga Jawa Tengah dikepung banjir. Bahkan, banjir di wilayah Subang masih belum surut hingga hari ini.
Lansekap Sungai Citarum di kawasan Rajamandala, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Senin (15/1). Ilustrasi (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)

Sementara mengutip laporan Aliansi Masyarakat Sipil untuk Penataan Ruang Jateng selama kurun waktu delapan tahun mulai 2010-2018, Jateng tercatat sebagai wilayah paling banyak mengalami bencana di Indonesia.

Jumlah bencana di Jateng selama kurun waktu itu mencapai 4.151 kali. Dari jumlah tersebut, 64 persen di antaranya adalah bencana air seperti banjir, longsor, kekeringan, dan abrasi.

Kondisi serupa tak berbeda jauh dengan Jabar. Di Bumi Pasundan, Agus menyoroti hilangnya daerah resapan di sekitar wilayah Bandung Utara selama beberapa tahun terakhir.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya udah capek juga ngomongin, karena di sana resapan hilang, jalan lah ke bawah (air). Kalau Margahayu dan sekitarnya sudah 30 tahun lalu banjir," kata Agus.

Laporan akhir tahun Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jabar pada 2018 misalnya, hanya memberi nilai 50 dari 100 pada Indek Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH). Dengan nilai tersebut, Jabar menempati posisi ke-32 dari 34 provinsi di seluruh Indonesia.

Sementara, Indeks tutupan hutan masih di bawah 40, indeks kualitas air dibawah 30 dan indek kualitas udara di bawah 70.

"Paradigma pembangunan lebih kuat mengedepankan kepentingan ekonomi politik dan investor untuk mengejar keuntungan ekonomi ketimbang ekologi," demikian mengutip laporan tersebut.

Sementara laporan BNPB pada kuartal pertama 2020 (Januari-Mei) mencatat Jabar menempati posisi kedua sebagai wilayah dengan jumlah bencana paling banyak di Indonesia mencapai 246 kali. Jabar hanya berada di bawah Jateng dengan angka mencapai 308 kali.

Sedangkan di DKI, Agus menyebut tak ada perubahan siginifikan dalam penanganan banjir. Agus mengatakan Pemprov DKI tak pernah konsisten dalam mengatasi banjir di Ibu Kota, mulai dari pengerukan sungai, tingkat hunian di bantaran sungai, hingga sampah.

Ia memastikan DKI akan terus tergenang banjir selamanya. Terlebih DKI juga berada di lokasi muara aliran sungai, terutama dari wilayah Bogor.

"Jakarta dibersihin aja pasti banjir kok. Dia di muara yang terus turun. Bangunan begitu masif," katanya.

Di sisi lain, BMKG misalnya, mengungkap potensi banjir di DKI Jakarta dalam beberapa hari ke depan karena terjadi penurunan tanah di 40 persen wilayahnya.

Studi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 2019, memprediksi Jakarta akan tenggelam karena penurunan muka tanah sekitar 2,5 sentimeter per tahun di wilayah Jakarta Utara.

LIPI menyebut satu-satunya jalan keluar untuk mengurangi risiko tersebut adalah mengusir industri dari DKI.

Dengan sejumlah fakta itu, Agus mengaku tak mau terlalu berharap dengan pernyataan para kepala daerah terkait banjir. Ia pesimistis pemerintah akan benar-benar taat terhadap aturan tata ruang yang telah diatur baik lewat RTRW maupun Perda.

Banjir, menurutnya , adalah proyek jangka panjang. Oleh sebab itu, Agus sama sekali tak percaya pernyataan pihak yang menyebut akan menghilangkan banjir dalam sekejap.

Namun, ia berharap agar para kepala daerah tersebut bisa memastikan tak ada korban jiwa akibat banjir. Menurutnya, yang paling penting saat ini bagi kepala daerah adalah memenuhi kebutuhan masyarakat yang mengungsi akibat banjir.

"Sekarang sih cuma keliatan di media aja. Kerjanya belum tahu. Saya belum bisa memperkirakan seperti apa. Tapi sekarang harapan saya mereka mengurangi korban terjangkit penyakit," ujarnya.

(fra/thr/fra)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER