Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU, Rumadi Ahmad menilai anjuran pernikahan muda bagi perempuan muslim bukan gerakan yang berdiri sendiri. Hal ini merespons polemik Aisha Weddings yang menganjurkan pernikahan anak berusia 12 tahun.
Ia menilai gerakan itu tak bisa lepas dari kehidupan keagamaan dari kelompok konservatif yang kini makin memasuki ruang-ruang publik.
"Gerakan seperti ini bukanlah hal yang berdiri sendiri. Tapi tidak bisa dilepaskan dari atmosfir kehidupan keagamaan di mana kelompok-kelompok konservatif seperti ini semakin merangsek di ruang publik," kata Rumadi dalam keterangan tertulis kepada CNNIndonesia.com, Rabu (10/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rumadi mengatakan kelompok-kelompok berhaluan konservatif ini sengaja menggunakan ruang publik seperti internet untuk mempromosikan gagasannya.
Tak jarang, kata Rumadi, gagasan yang ditawarkan sarat dengan nuansa kontroversi seperti pernikahan muda yang dianjurkan Aisha Weddings.
"Sengaja untuk menimbulkan kontroversi agar gagasan yang mereka usung menjadi perbincangan publik," katanya.
Di sisi lain, Rumadi mengatakan anjuran pernikahan anak usia 12 tahun bertentangan dengan aturan batas usia nikah yang diatur dalam Undang-undang tentang Pernikahan.
Dalam UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan menetapkan batas minimal usia nikah 19 tahun, baik untuk laki-laki dan perempuan.
Melihat hal itu, ia berharap pemerintah bisa melakukan upaya persuasi terlebih dulu terhadap Aisha Weddings ketimbang langsung melakukan langkah hukum.
"Sebaiknya persuasi dulu, tidak semua harus diselesaikan dengan hukum. Langkah persuasi akan lebih baik, meskipun saya juga tidak yakin orang-orang seperti ini bisa persuasi, apalagi kalau menggunakan dalih agama," kata Rumadi.
Dalam situs resminya, Aisha Weddings menganjurkan pernikahan muda terhadap perempuan muslim pada rentang usia 12-21 tahun. Situs itu pun viral dan jadi perbincangan di media sosial.
Aisha Weddings turut menganjurkan agar perempuan segera menikah karena banyaknya godaan yang harus dihadapi di zaman sekarang.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak, Jasra Putra mengingatkan bahaya pernikahan usia muda bagi tumbuh kembang mental pasangan anak.
Jasra menjelaskan, ada banyak kajian dan penelitian yang menyebutkan bahwa pernikahan usia anak lebih berdampak negatif bagi mentalitas dan keberlanjutan pendidikan anak.
"Banyak kajian pernikahan usia muda ini menyatakan dampak pada keberlanjutan pendidikan anak, kesiapan mental anak yang masih labil yang seharusnya pada usia bermain," kata Jasra saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (10/2).
Masalah lain, soal kesiapan reproduksi pada anak perempuan. Pada usia 12-20 tahun, organ reproduksi perempuan masih berkembang sehingga belum siap untuk menerima kehamilan.
Menurut Kementerian Kesehatan, usia yang tepat untuk kehamilan berkisar pada 21-35 tahun.
Selain itu, ada dampak ekonomi keluarga yang mungkin terjadi. Anak kemungkinan akan sulit mengakses pekerjaan formal karena tidak menamatkan pendidikan.
"Bahkan beberapa kasus melanjutkan kemiskinan keluarga sebelumnya. Jadi dampaknya sangat luar biasa terhadap tumbuh kembang anak dan masa depan anak-anak Indonesia," tuturnya.
Jasra juga menyampaikan syarat pernikahan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, yang menyatakan usia minimal untuk menikah ialah 19 tahun.
"Oleh sebab itu, praktik perkawinan anak ini harus disudahi," ujar Jasra.
Terkait Aisha Weddings, KPAI juga telah melaporkan penyedia jasa tersebut ke kepolisian atas informasi yang meresahkan dan bertentangan dengan peraturan.
(rzr/mln/pmg)