Gus Nur Tantang Yaqut dan Said Aqil Datang ke Sidang
Terdakwa kasus ujaran kebencian terhadap Nahdlatul Ulama (NU), Sugi Nur Rahardja alias Gus Nur, meminta agar Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj hadir dalam persidangan perkara yang menjeratnya.
Hal itu disampaikannya dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (23/2). Dalam lanjutan agenda sidang ini, Tim Kuasa Hukum Gus Nur memutuskan keluar (walk out/WO).
"Ayo pak Profesor Said Aqil Ketua PBNU dan Gus Yaqut Menteri Agama, kan anda yang merasa, bahkan Abu Janda juga anda yang merasa saya cemarkan nama baiknya, ayolah hadir ketemu di pengadilan, akan saya buka semuanya, kita bedah buku di pengadilan, kita cari keadilan," kata Gus Nur yang hadir secara virtual dalam sidang tersebut.
Hakim Ketua Toto Hindarto lalu menyela omongan Gus Nur. Menurut Hakim, waktu yang diberikan untuk Gus Nur berbicara itu adalah untuk memberikan tanggapan terhadap keterangan dari saksi ahli yang dihadirkan.
Gus Nur pun kemudian bertanya kepada hakim terkait ketidakhadiran Said Aqil Siradj dan Gus Yaqut itu. Diketahui, di dua persidangan sebelumnya, baik Yaqut Cholil maupun Said Aqil juga tidak hadir.
"Terus gimana pak hakim. Ini sudah tiga kali dipanggil tidak datang," tanya Gus Nur.
"Nanti kita putuskan sikap, sementara kita selesaikan dulu saksi ahli ini, satu-satu," kata Hakim.
Dalam perkara ini, JPU sebelumnya mendakwa Gus Nur sengaja menyebarkan informasi yang bermuatan menimbulkan kebencian atau permusuhan kelompok masyarakat tertentu lewat pernyataannya di media sosial terkait NU.
JPU merujuk pada unggahan wawancara Gus Nur dengan ahli hukum tata negara, Refly Harun yang diunggah ke akun Youtube pribadinya MUNJIAT Channel.
"Dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian," kata Jaksa Penuntut Umum, Didi Ar saat membacakan dakwaannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (18/1).
Dia pun didakwa dengan dua dakwaan alternatif, yakni pertama pasal 45A ayat (2) jo pasal 28 ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Atau, Pasal 45 ayat (3) jo, pasal 27 ayat (3) Undang-undang Republik Indonesia nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.