KPK Ungkap Proses Penangkapan Nurdin Abdullah: Tak Kooperatif
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah tidak kooperatif saat hendak ditangkap pada Sabtu (27/2) dini hari.
Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri, menuturkan tim KPK harus menunggu lama lebih dari dua jam meskipun sebelumnya sudah dilakukan pendekatan agar Nurdin menyerahkan diri.
"Narasi dia ditangkap sedang tidur saya kira ini narasi yang keliru. Ini adalah sebuah rangkaian [OTT]. Dan ketika dilakukan penangkapan juga yang bersangkutan sudah ada di rumah, tim di sana sudah cukup lama, kemudian kami menilai tidak kooperatif sehingga cukup lama untuk menangkap," kata Ali saat dikonfirmasi, Kamis (4/3).
Juru bicara berlatar belakang jaksa ini memastikan Nurdin mengetahui ada tim KPK yang berada di rumah jabatannya. Namun, menurut Ali, Nurdin justru lama berdiam diri di sebuah kamar bersama beberapa anggota keluarganya.
"Mereka ada kumpul di sebuah kamar dan tidak hanya sendiri, tapi memang ada beberapa keluarga di situ. Kalau dikatakan lagi tidur, saya kira bukan juga karena [dia] sudah lama tahu ada tim datang," imbuhnya.
"Kami dibantu juga dari pihak kepolisian melakukan penangkapan di sana. Cukup lama informasi yang kami terima," lanjut Ali.
Penangkapan terhadap Nurdin merupakan rangkaian operasi tangkap tangan (OTT) di mana sebelumnya tim KPK lebih dulu menangkap Direktur PT Agung Perdana Bulukumba, Agung Sucipto dan Sekretaris Dinas PUTR Sulawesi Selatan, Edy Rahmat.
Penangkapan terhadap kedua orang tersebut berkaitan erat dengan penyerahan proposal oleh Agung terkait beberapa proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, Tahun Anggaran 2021 kepada Edy.
Saat itu, tim penindakan KPK menangkap Edy di rumah dinasnya dengan menemukan barang bukti berupa uang Rp2 miliar yang diduga diperuntukkan untuk Nurdin.
Pengacara Nurdin, Arman Hanis, menyatakan tidak bisa berkomentar terhadap penilaian lembaga antirasuah terhadap kliennya yang tidak kooperatif. Sebab, pada saat penangkapan, ia berujar belum ditunjuk menjadi pengacara Nurdin dan sampai saat ini belum melakukan pertemuan.
"Bahwa mengenai info pak NA [Nurdin Abdullah] tidak kooperatif ketika penjemputan, saya tidak bisa menanggapi karena sampai hari ini saya belum bisa berkomunikasi langsung dengan pak NA karena beliau masih dalam isolasi mandiri di Rutan C1," kata Arman kepada CNNIndonesia.com melalui pesan tertulis.
Ia memastikan kliennya akan kooperatif selama proses pemeriksaan hingga persidangan.
"Akan tetapi, untuk pemeriksaan-pemeriksaan selanjutnya saya pastikan pak NA akan kooperatif," tandasnya.
Dalam perkara ini, Nurdin ditetapkan KPK sebagai tersangka karena diduga menerima suap dan gratifikasi senilai Rp5,4 miliar dari beberapa kontraktor. Satu di antaranya ialah Agung Sucipto.
Uang tersebut berkaitan dengan proyek pekerjaan infrastruktur di Sulawesi Selatan.
Nurdin disangkakan telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
(ryn/ain)