Namun begitu di sisi lain Vice President Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman menyangkal pernyataan yang menyebut sertifikat lahan Pertamina batal demi hukum. Menurut Fajriyah, Pertamina merupakan pemilik sah lahan di Buntu II.
"Nggak ada sertifikat yang batal demi hukum," kata Fajriyah saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (19/3) pagi.
Menurut Fajriyah, hal tersebut diperkuat hasil putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa Pertamina merupakan satu-satunya pemilik tanah dan bangunan di Buntu II.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sudah dikuatkan secara hukum melalui putusan Peninjauan Kembali oleh MA sebagai pemilik satu-satunya yang sah dari tanah dan bangunan beserta segala sesuatu yang terdapat di atasnya," jelas Fajriyah.
Putusan MA yang memenangkan Pertamina tersebut, lanjut Fajriyah, membatalkan putusan persidangan-persidangan sebelumnya.
"Setelah menang di tingkat MA, kan masih ada upaya hukum lain yaitu Peninjauan Kembali (PK). Ya apabila PK Pertamina yang menang, maka gugur keputusan-keputusan sebelumnya," kata Fajriyah.
Mengenai putusan MA yang memenangkan Pertamina pada 1997, Edi selaku kuasa hukum ahli waris Sanjoto menjelaskan, bahwa hasil PK tersebut tidak membatalkan kemenangan pihak mereka di MA pada 1977.
Sebab, gugatan yang dikabulkan MA adalah putusan Sita Jaminan dan Sita Eksekusi di pengadilan sebelumnya. Sementara, lanjut Edi, putusan MA yang memenangkan keluarga Sanjoto tidak dibatalkan dan menjadi dasar untuk eksekusi atas lahan Gang Buntu II.
"Apalagi ini kan sudah eksekusi, jadi atas tanah yang sama tidak boleh diajukan eksekusi untuk kedua kali," tegas Edi.
Salah satu hal yang tidak bisa dielakkan dari sengketa lahan tersebut adalah keberadaan warga di Buntu II, Pancoran. Kuasa ahli waris Sanjoto, Edi Danggur mengatakan kliennya mengizinkan warga menempati lahan tersebut.
Warga, menurutnya, sudah menghuni areal itu sejak dekade 1970an.
"Anak-anak merekalah yang sekarang ada di sana. Ya boleh [tinggal di sana]," kata Edi.
Karena sengketa lahan itu pula, para penghuni Gang Buntu II sempat terlibat bentrok dengan anggota ormas. Tidak sedikit dari mereka mengalami luka-luka, baik karena lemparan batu, molotov, maupun pecahan kaca dan paku yang diduga berasal dari penggunaan senjata rakitan dorlop oleh ormas.
Warga Buntu II sendiri memiliki alasan mengapa mereka sampai nekat melakukan perlawanan terhadap Pertamina, meskipun lahan itu bukan milik mereka.
Warso, salah satu warga Buntu II mengungkapkan ia dan warga lain memilih bertahan karena penggusuran dianggap tidak sesuai hukum. Di sisi lain, proses hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pun masih berlangsung.
"Saya menolak kerohiman [ganti rugi] karena ada prosedurnya. Nunggu putusan pengadilan," kata Warso saat ditemui CNNIndonesia.com, Kamis (18/3).
Selain itu, warga juga mengaku mendapatkan amanat dari ahli waris untuk tetap menempati rumah atau kontrakan mereka di Buntu II selama persidangan masih berproses.
"Kita di sini ngontrak juga, bukannya menguasai [lahan Buntu II]. Kita keluar dengan cara baik-baik, kan ada undang-undangnya," tutur Warso.