Direktur Eksekutif Jaringan Moderasi Indonesia Islah Bahrawi menilai pelaku penyerangan Mabes Polri berinisial ZA (25) pada Rabu (31/3) kemarin merupakan salah satu warga yang terpapar aliran radikal melalui media sosial (medsos).
Islah menyimpulkan penilaian itu mengacu pada gerak-gerik penyerangan yang dilakukan ZA, serta bukti unggahan di media sosial yang berhubungan dengan ISIS.
"Ini mutlak dia terpapar sosmed. Ini saya tidak percaya terkait jaringan apapun, artinya dia itu terpapar secara online, berbaiat secara online, dan dia kemudian melakukan aksinya itu untuk pengakuan juga secara online," kata Islah dikutip dari siaran CNNIndonesia TV, Kamis (1/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Islah lantas menjelaskan, fenomena yang terjadi belakangan ini memang dibantu oleh akses sosmed sehingga berujung anomali. Namun, ia menduga kuat, para terduga teroris ini melalui rentetan yang hampir serupa dalam perjalanan aksi-aksinya.
Pertama, para anak muda ini menurutnya mulai berkenalan degan ajaran yang bersifat intoleran, yang kemudian mengantarkan mereka dengan kebencian. Kedua, yang bersangkutan akan masuk dalam fase radikalisme dengan mulai berkenalan dengan tindakan-tindakan, seperti rasa penasaran dengan melakukan penelusuran di internet.
"Itulah yang diadopsi anak-anak muda seperti ZA. Dia berusaha mencari atau browsing misalnya bank itu riba, dia kemudian terus melakukan pencarian terhadap hal-hal yang sifatnya melawan atau resistensi terhadap apa yang dianggap haram itu," jelasnya.
Ketiga, rasa penasaran dan penolakan itu terus berkembang sehingga memasuki fase ekstremisme yang berujung kekerasan. Terakhir, memasuki fase terorisme sehingga mereka rela melakukan bunuh diri untuk harapan imbalan mati syahid.
Menurut Islah, tahapan-tahapan itulah yang kerap dilalui para terduga teroris anak muda. Kecuali mereka yang terpapar karena pasangannya mengingat kondisi itu malah lebih cepat prosesnya dalam mempengaruhi pikiran individu.
"Ini menjadi fenomena yang sangat anomali dalam gesturnya dan dalam 10 tahun belakangan ini, dan mungkin akan berubah 10 tahun ke depan," kata dia.
Oleh sebab itu, Islah meminta agar pemerintah sigap dalam melakukan upaya preventif pencegahan radikalisme, khususnya terhadap anak-anak muda di Indonesia. Ia juga meminta agar operasi siber terus dilakukan guna menghindari kebobolan rekrutmen-rekrutmn gerakan radikal yang dilakukan melalui sosmed.
Lihat juga:Lone Wolf, Teroris yang Sulit Dideteksi |
"Negara harus hadir menyelamatkan anak bangsa yang berusia belasan ini," pungkasnya.
Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebelumnya telah mengonfirmasi bahwa pelaku penyerangan di Mabes Polri pada Rabu (31/3) sore beraksi sendiri (lone wolf) yang berideologi ISIS.
Dalam penyerangan itu, ZA menodongkan senjata api air gun jenis pistol kepada aparat keamanan yang bertugas. Tak berselang lama ia langsung dilumpuhkan dengan timah panas oleh aparat.
Hingga saat ini, pihak kepolisian masih mendalami motif dan adanya dugaan jaringan terorisme yang diikuti oleh ZA. Namun, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono mengatakan pihaknya masih menyimpulkan ZA melakukan aksinya sendiri.
(khr/sfr)