Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo didakwa menerima suap sebesar US$77 ribu atau sekitar Rp1,12 miliar dan Rp24.625.587.250 dari sejumlah perusahaan terkait izin budi daya lobster dan izin ekspor Benih Bening Lobster (BBL).
Uang sebesar US$77 ribu diterima Edhy dari pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito. Sementara uang Rp24,6 miliar diterima dari Suharjito dan para eksportir benih lobster lainnya.
"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, telah menerima hadiah atau janji," kata jaksa Ronald Ferdinand saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (15/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya," lanjut jaksa.
Kasus yang menjerat politikus Partai Gerindra itu berawal dari keinginannya memberikan izin pengelolaan dan budi daya lobster dan ekspor BBL. Ia pun mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor: 56/PERMEN-KP/2016 tanggal 23 Desember 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp) dan Rajungan (Portunus spp) dari Wilayah Negara Republik Indonesia.
Pada Februari 2020, staf khusus Edhy sekaligus ketua tim uji tuntas perizinan usaha perikanan budi daya lobster, Andreau Misanta Pribadi lantas mengundang Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) Siswadhi Pranoto Loe dan Direktur PT PLI Deden Deni Purnama ke rumah dinas Edhy untuk memberikan dukungan atas kebijakan baru tersebut.
Sebulan kemudian, sekretaris pribadi EdhyAmiril Mukminin menyampaikan kepada Deden bahwa dirinya membutuhkan perusahaan jasa pengiriman kargo (freight forwarding) yang memiliki akta dan sedang tidak aktif atau sedang tidak memiliki kegiatan yang akan digunakan untuk proyek ekspor BBL.
Deden kemudian meneruskan kepada Siswadhi. Akhirnya mereka menawarkan PT ACK kepada Amiril dan menyerahkan akta perusahaan guna dilakukan perubahan struktur kepengurusan serta komposisi kepemilikan saham.
Pada April 2020 bertempat di Kompleks Pergudangan (Cargo Area) Bandara Soekarno Hatta, Siswadhi dan Deden bertemu dengan Amiril. Dalam pertemuan itu disepakati bahwa PT PLI menetapkan biaya operasional pengiriman kepada PT ACK sebesar Rp350.
Tak berselang lama, Edhy menerbitkan Peraturan Nomor: 12/PERMEN-KP/2020 tanggal 4 Mei 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp) dan Rajungan (Portunus spp) di Wilayah Negara Republik Indonesia yang isinya antara lain mengizinkan dilakukannya budi daya lobster dan ekspor BBL.
Pada hari itu juga Suharjito menemui Edhy di rumah dinasnya untuk menyampaikan ketertarikan akan ekspor benur. Edhy kemudian meminta Suharjitober komunikasi dengan anak buahnya, di antaranya Safri.
Setelah itu, Edhy menerbitkan Surat Keputusan (SK) Nomor: 53/KEPMEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budi Daya Lobster dengan menunjuk Andreau selaku ketua dan Safri selaku wakil ketua.
Tugas tim tersebut antara lain memeriksa kelengkapan administrasi dan validitas dokumen perusahaan calon eksportir BBL yang akan melaksanakan kegiatan pembudidayaan lobster di dalam negeri.
Kemudian melakukan wawancara dan memeriksa kelayakan usaha calon eksportir BBL hingga memberikan rekomendasi proposal usaha yang memenuhi persyaratan untuk melakukan usaha budi daya lobster.