Rekam Jejak Perdebatan DPR Vs BPOM soal Vaksin Nusantara

CNN Indonesia
Kamis, 15 Apr 2021 07:50 WIB
Ilustrasi kompleks parlemen, Senayan, Jakarta. (Foto: Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia --

Vaksin Nusantara yang digagas eks Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto terus menuai polemik. Kali ini, sejumlah Anggota DPR bersikukuh disuntik dan menyokong vaksin Covid-19 itu meski tak direstui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Proyek vaksin yang diklaim buatan dalam negeri ini dimulai 12 Oktober 2020 dengan penetapan tim uji klinis. Sepuluh hari setelahnya, Badan Litbang Kesehatan menyepakati kerja sama dengan PT Rama Emerald Multi Sukses (Rama Pharma) untuk uji klinik vaksin sel dendritik SARS-CoV-2.

Setelah itu, uji klinis fase I dimulai pada 23 Desember 2020. Tak lama kemudian, tepatnya 16 Februari 2021, Vaksin Nusantara masuk uji klinis fase II.

Vaksin ini sempat dibahas di rapat-rapat Komisi IX DPR RI beberapa kali. Bahkan, tak jarang anggota dewan mendesak pemerintah mendukung vaksin ini dengan alasan buatan anak negeri.

Misalnya, Rapat Kerja Komisi IX DPR RI, Rabu (10/3). Dalam rapat itu, Komisi Kesehatan meminta BPOM dan Kementerian Kesehatan mendukung penuh Vaksin Nusantara.

Meski begitu, BPOM tak serta-merta mengamini permintaan DPR. Kepala BPOM Penny Lukito mengungkap sejumlah masalah vaksin gagasan Terawan itu.

"Pemenuhan kaidah good clinical practice juga tidak dilaksanakan dalam penelitian ini. Komite etik dari RSPAD, tapi pelaksanaan penelitian ada di RS dr. Kariadi," tutur Penny pada Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (10/3).

Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengatakan pihaknya hanya akan mendanai vaksin itu jika sudah dapat persetujuan BPOM. Saat itu, Kemenkes masih menunggu keputusan BPOM terkait uji klinis fase I Vaksin Nusantara.

Pernyataan dua pejabat itu membuat para anggota dewan berang. Anggota Komisi IX ramai-ramai menuding pemerintah dan BPOM memudahkan proses vaksin impor, sedangkan mempersulit vaksin dalam negeri.

Bahkan, Ketua Fraksi PAN DPR RI Saleh Partaonan Daulay yang hadir di rapat itu mengajak anggota dewan membuang vaksin AstraZaneca asal Inggris. Ia menuding BPOM tak melakukan standar yang sama terhadap vaksin impor itu.

Perdebatan di Senayan itu membuat Presiden Jokowi turun tangan. Pada Jumat (12/3), Jokowi membuat pernyataan resmi khusus menanggapi vaksin-vaksin dalam negeri.

"Untuk menghasilkan produk obat dan vaksin yang aman, berkhasiat, dan bermutu, mereka juga harus mengikuti kaidah-kaidah saintifik," ucap Jokowi disiarkan kanal Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (12/3).

Beberapa hari setelahnya, penelitian Vaksin Nusantara disetop sementara. Kemenkes menyebut penghentian sementara dilakukan karena tim peneliti harus melengkapi dokumen Cara Pembuatan Obat yang Baik.

DPR kembali berang. Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengaku kecewa atas penghentian penelitian Vaksin Nusantara.

"Seperti yang kita tahu, kemarin sudah ada Raker antara Komisi IX DPR, Kemenkes, BPOM, dan Kemenristek, dan kita pikir hasil Raker itu bersifat mengikat seharusnya, dan kita sayangkan bahwa BPOM membuat statement atau surat yang menafikan hasil Raker tersebut," tutur Dasco dalam Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (23/3).

Pekan ini, Komisi X DPR RI kembali menyatakan dukungan untuk Vaksin Nusantara. Tak tanggung-tanggung, para anggota dewan jadi relawan vaksin tersebut.

Infografis Tahapan Riset Vaksin Corona Buatan RI. (Foto: CNN Indonesia/Timothy Loen)

Rabu (14/4), sejumlah anggota dewan mendatangi RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta. Mereka menjalani pengambilan sampel darah sebelum disuntik vaksin.

Vaksin Nusantara menggunakan metode dendritik. Vaksin dibuat dari sel dendritik autolog atau komponen dari sel darah putih yang kemudian dipaparkan dengan antigen dari virus Sars-Cov-2.

Dalam pengambilan sampel itu, tampak beberapa politikus ikut serta. Ada Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Melki Kaka Lena, Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie, hingga mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo.

Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Pandu Riono mengkritik aksi itu. Dia menyebut DPR belum bisa meletakkan dasar ilmu pengetahuan dan kesehatan di atas kepentingan lain.

"Kalau menurut saya, Anggota DPR itu sudah melampaui batas. Saya tidak tahu motivasinya apa atau apa yang dijanjikan oleh Terawan dan kawan-kawan ke anggota DPR sehingga anggota DPR tidak menggunakan akal sehat," kata Pandu saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (14/4).

Ia juga mengkritisi konsep vaksin Nusantara yang dinilai tidak cocok untuk pelaksanaan vaksinasi massal. Menurutnya, metode sel dendritik yang bersifat individual tersebut bakal memperlambat proses vaksinasi Corona.

"Konsep itu saja tidak bisa diterima dengan akal sehat dan ilmu pengetahuan. Ya buat apa? Mengatasi pandemi kan sudah ada vaksin yang tinggal disuntikkan supaya tubuh langsung membuat antibodi," tandasnya.

(dhf/arh)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK