Bukan hanya pendiri Nahdlatul Ulama (NU) Hasyim Asy'ari, Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (Waketum) PPP, Arsul Sani pun mengkritisi soal tak adanya entri khusus soal Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dalam jajaran tokoh di Kamus Sejarah Indonesia terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Gus Dur sendiri dikenal pula pernah memimpin NU sebagai ketua umum pengurus besar, dan cucu kandung dari Hasyim Asy'ari.
Arsul mengatakan dari yang ia dapati pada Kamus Sejarah Indonesia yang disusun Kemendikbud, nama Gus Dur hanya muncul untuk melengkapi sejarah beberapa tokoh saja. Salah satunya pada bagian penjelasan Penasihat Menteri Luar Negeri era Gue Dur, Ali Alatas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nama Gus Dur juga tidak ditempatkan sebagai tokoh sentral yang dimuat tersendiri dalam peristiwa sejarah," ucap Arsul kepada wartawan, Rabu (21/4).
Nama Gus Dur, lanjutnya, kemudian disebut juga untuk melengkapi sejarah tokoh Presiden kelima RI, Megawati Soekarnoputri; serta Menteri Koordinator bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri era Presiden Soeharto, Widjojo Nitisastro.
Selain Gus Dur, menurut Arsul, Kamus Sejarah Indonesia terbitan Kemendikbud juga tidak memuat nama mantan Wakil Panglima ABRI, Jenderal Soemitro; mantan Menteri Perdagangan sekaligus ayah kandung Menhan Prabowo Subianto, Soemitro Djojohadikusumo; serta tokoh Islam dan anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), Abdul Kahar Muzakir.
Arsul mengaku heran dengan hal tersebut. Pasalnya, menurutnya, Kemendikbud justru memasukkan nama mantan narapidana kasus terorisme, Abu Bakar Ba'asyir dalam deretan tokoh sejarah itu.
"Mengapa nama mantan narapidana kasus terorisme yang menolak membuat pernyataan setia pada ideologi Pancasila ini justru muncul sebagai tokoh pada buku atau kamus yang diterbitkan oleh Direktorat Sejarah Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud ini," kata Wakil Ketua MPR itu.
Berangkat dari itu, Arsul menyatakan bahwa langkah Kemendikbud itu telah menambah beban dan kecurigaan politik yang selama ini masih diembuskan kepada Presiden Jokowi oleh kalangan tertentu.
Terpisah, Ketua DPP PPP Achmad Baidowi alias Awiek menyatakan bahwa partainya menyesalkan dan protes keras terkait nama pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Hadratus Syekh Hasyim Asy'ari, hilang dari Kamus Sejarah Indonesia Jilid I terbitan Kemendikbud.
Menurutnya, alasan Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, Hilmar Farid, yang menyatakan bahwa hal itu terjadi karena kealapaan tidak masuk akal.
Awiek berkata, langkah Kemendikbud tidak memasukan nama Hasyim Asy'ari patut diduga sebagai upaya menghilangkan jejak sejarah tokoh Islam pendiri NU dari ingatan generasi muda.
"Alasan bahwa hal tersebut kelalaian bukan kesengajaan masih perlu diuji lagi fakta yang sebenarnya. Mengingat, Hasyim Asyari adalah tokoh bangsa, maka sangat tidak masuk akal jika alasannya karena lupa.
Sekretaris Fraksi PPP DPR RI itu juga menyatakan dalih Kemendikbud bahwa Kamus Sejarah Indonesia itu baru bersifat draf justru semakin menunjukkan ketidakprofesionalan kemendikbud.
"Seandainya draf itu tidak beredar, maka tidak akan ada kontrol dari masyarakat dan kamus tersebut akan tercetak tanpa menyertakan nama Hasyim Asyari," ujar Awiek.
Sebelumnya dalam jumpa pers secara daring, Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid menjelaskan, hilangnya nama Hasyim dalam kamus tersebut murni karena ketidaksengajaan. Ia membantah tudingan sengaja menghapus tokoh penting kaum nahdliyin itu dari pendidikan sejarah.
"Jadi ini bukan seperti sengaja menghilangkan. Kemudian sengaja memasang untuk orang terpengaruh. Sama sekali tidak. Itu saya kira narasi keliru," ucapnya, Selasa (20/4).
Dia juga menegaskan pihaknya telah menurunkan kamus tersebut dari situs Rumah Belajar Kemendikbud sejak diunggah dua tahun lalu, pada 2019.
"Untuk memastikan ini tidak kemudian jadi berlarut ya kami sudah menurunkan, jadi sudah tidak ada lagi di website rumah belajar," kata Hilmar.
Selain Kamus Sejarah Indonesia Jilid I, Hilmar mengatakan pihaknya juga bakal mengkaji ulang kamus sejarah modern lain. Ia mengaku tak ingin kesalahan serupa kembali terjadi.
Sementara itu, terkait tak adanya entri khusus soal Gus Dur dalam Kamus Sejarah Indonesia, CNNIndonesia.com masih berupaya mendapatkan pernyataan dari pihak Kemendikbud.
(mts/kid)