Mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan mengatakan penelitian vaksin Nusantara yang memakai pendekatan sel dendritik terdapat campur tangan Amerika Serikat (AS).
Dahlan menyebut AS mempercayai Indonesia karena mempunyai kesamaan dalam mempelajari platform dendritik. Selain itu, Indonesia juga dianggap mempunyai alat yang mumpuni untuk kelangsungan proses penelitian.
"Saya anggap vaksin Nusantara atau apapun namanya itu, bapaknya Amerika, Ibunya Indonesia," ucap Dahlan dalam acara Mata Najwa yang disiarkan langsung di Trans7, Rabu (21/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dahlan mengaku akan terus mendukung vaksin Nusantara. Ia telah berjanji akan mengabdikan dirinya untuk ilmu pengetahuan. Menurutnya, vaksin Nusantara sejalan dengan niatnya tersebut.
"Sehingga sepanjang menurut saya masuk akal dan komit dengan apa yang saya katakan bahwa saya harus mengabdikan untuk ilmu pengetahuan maka saya harus dukung," ujarnya.
Dahlan sendiri telah menjadi relawan yang menyumbangkan sampel darahnya untuk vaksin Nusantara di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) pada Senin (19/4) lalu.
Menurutnya, meski banyak penolakan, penelitian vaksin Nusantara harus tetap berjalan. Ia mengatakan jika hasilnya buruk maka vaksin Nusantara jangan dipakai, begitu pun sebaliknya.
Namun, Dahlan dinyatakan tidak memenuhi syarat sebagai objek penelitian vaksin Nusantara lantaran ia setiap hari mengonsumsi obat untuk menurunkan imunitas yang tidak diperbolehkan mendapatkan vaksin apa pun.
"Tiap hari minum obat untuk menurunkan imunitas, harus seumur hidup dan itu tidak boleh menjadi objek penelitian," kata Dahlan.
"Tapi saya berdoa mudah-mudahan cukup relawan yang mau menyediakan diri sebagai objek penelitian dan jumlahnya cukup sesuai dengan disiplin penelitian," ujarnya menambahkan.
Sebelumnya, sejumlah tokoh juga telah menjalani proses pengambilan sampel darah vaksin Nusantara. Mereka di antaranya mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, dan sejumlah anggota DPR.
Setelah pengambilan sampel darah, maka akan diproses selama tujuh hari. Dalam waktu tersebut, sampel darah akan dibiakkan dan dikenalkan dengan protein spike dari virus Covid-19.
Jika hasilnya memenuhi syarat penerima vaksin, maka para relawan yang telah diambil sampel darahnya akan dipanggil kembali dan menjalani penyuntikan.
Sebelumnya, BPOM mendapatkan beberapa temuan yaitu komponen yang digunakan dalam penelitian tidak sesuai pharmaceutical grade dan kebanyakan impor. Sehingga, sampai saat ini BPOM belum mengeluarkan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) uji klinis fase II vaksin Nusantara.
BPOM lantas membuat kesepahaman dalam Memorandum of Understanding (MoU) dengan Kementerian Kesehatan dan TNI AD perihal nasib vaksin Nusantara yang saat ini tengah dalam proses pengambilan sampel darah relawan di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta.
Vaksin yang digagas mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto itu diputuskan hanya dilakukan guna kepentingan penelitian dan pelayanan. Artinya, proses vaksin Nusantara ini bukan uji klinis vaksin untuk dimintakan izin edar oleh BPOM.
"Namanya sekarang penelitian melalui pelayanan, itu istilahnya," kata Kepala BPOM Penny K Lukito saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (19/4).
(yla/fra)