Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa mengatakan penelitian Vaksin Nusantara yang kini tengah dilakukan di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat, tidak perlu meninggikan narasi nasionalisme.
Menurut Andika, jika memang dalam penelitian yang digagas eks Menteri Kesehatan Letjen TNI (Purn) Terawan A Putranto tersebut komponen utama, lisensi, dan peneliti awal vaksin tersebut berasal dari Amerika Serikat, maka publik tetap berhak tahu.
"Kalo bagi saya jujur saja, enggak perlu meninggi-tinggikan nasionalisme, atau apakah ini berkaitan dengan luar atau tidak, ya apa adanya," kata Andika dalam progam Mata Najwa yang disiarkan secara live di Trans7, Rabu (21/4) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Semua akan lebih baik jujur dari depan," tambahnya.
Andika pun menegaskan komitmennya bahwa penelitian vaksin nusantara yang dilakukan di rumah sakit di bawah TNI AD itu akan terbuka untuk umum. Ia pun mengonfirmasi pertanyaan Najwa bahwa publik bisa mengakses perkembangan penelitian tersebut baik melalui jurnal ilmiah maupun medium lainnya.
Andika mengatakan RSPAD Gatot Subroto telah melakukan penelitian sel dendritik, sel regulator sebagai pengobatan penyakit autoimun, dan regenerasi sel sejak 2017. Meski demikian, kata Andika, keterbukaan tersebut tetap harus memperhatikan privasi.
"(RSPAD) sudah melakukan ini sejak 2017 walaupun bukan untuk Sars Cov-2, tapi cancer, autoimun, stroke. Tapi yang jelas kita akan terbuka, enggak ada yang diumpet-umpetin," kata Andika.
Andika lalu mengklaim dirinya tidak akan merasa malu jika ketika penelitian diungkap ke publik ternyata hasilnya kurang baik.
"Saya enggak malu, ngapain malu. Kalau pun ternyata, setelah kita buka informasinya dianggap kurang bagus atau enggak sempurna, ya enggak apa-apa. Kita perbaiki," tutur Andika.
Penelitian Vaksin Nusantara menjadi perselisihan antara beberapa pihak. Keributan itu terjadi karena Badan Pengawas Makanan dan Obat (BPOM) menilai hasil uji klinik fase I vaksin yang digagas sejak Terawan masih Menkes pada 2020 silam itu tak memenuhi standar Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB) atau Good Clinical Practice (GCP).
BPOM tetap berpegang pada sikapnya meskipun komisi IX DPR RI mendukung vaksinasi menggunakan vaksin nusantara.
Perselisihan ini lantas ditengahi dengan penandatanganan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) bahwa itu hanya akan menjadi penelitian berbasis pelayanan menggunakan sel dendritik untuk meningkatkan imunitas terhadap virus SARS-CoV-2. MoU melibatkan TNI AD, BPOM, Kemenkes, dan dijembatani Kemenko PMK di Mabes AD dua hari lalu.
(iam/kid)