Yogyakarta, CNN Indonesia --
Seluruh destinasi wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tetap dibuka selama masa libur Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1442 Hijriah.
Kepala Dinas Pariwisata DIY Singgih Rahardjo menuturkan seluruh destinasi wisata diperkenankan beroperasi selama lokasinya bukan di zona oranye atau merah penyebaran Covid-19.
"Seluruh destinasi pariwisata itu buka kecuali yang masuk di dalam zona oranye dan merah," imbuh Singgih dalam jumpa pers di Kompleks Kepatihan, Kota Yogyakarta, Senin (9/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kriteria zonasi yang digunakan adalah versi pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berbasis mikro dengan penggolongan per RT.
"Itu (destinasi wisata di zona oranye dan merah) wajib hukumnya untuk tutup atau tidak menerima tamu atau tidak ada aktivitas kepariwisataan di destinasi tersebut," sambung Singgih.
Singgih menuturkan saat ini setidaknya terdapat 127 obyek wisata yang terdaftar melalui aplikasi atau portal informasi wisata di DIY. Berdasarkan kriteria zonasi penyebaran Covid-19 semuanya diizinkan beroperasi.
"Tidak ada satu pun destinasi wisata yang masuk zona oranye dan merah," ujar Singgih.
Kebijakan ini sendiri, ucap Singgih, mengacu pada Instruksi Gubernur DIY Nomor 12/INSTR/2021 tentang perpanjangan masa PPKM mirko yang dikeluarkan 4 Mei kemarin. Isinya, salah satunya mengatur kunjungan atau pengelolaan destinasi wisata di masa pandemi Covid-19.
Selama masa pandemi Covid-19 ini, destinasi wisata hanya diperbolehkan menerima kunjungan maksimal 50 persen dari daya tampung maksimal.
"Kemudian sementara waktu di libur lebaran meniadakan event di destinasi, karena akan menimbulkan kerimunan," papar Singgih.
Kecuali bidang akomodasi, jam operasional destinasi wisata dibatasi maksimal pukul 21.00 WIB. Selain itu mengutamakan reservasi secara daring (online) melalui aplikasi Visiting Jogja dan mengedepankan pembayaran nontunai.
"Kami juga akan menerjunkan tim monitoring baik dari dispar provinsi atau kabupaten/kota untuk memantau jalannya penerapan kebijakan yang ada," pungkasnya.
Sementara Kabag Humas Biro Umum Humas dan Protokol Setda DIY, Ditya Nanaryo Aji menambahkan, berdasarkan pendataan per 8 Mei 2021 dari 27.670 RT se-DIY yang masuk zona oranye hanya 24 RT dan 5 RT masuk kategori zona merah.
"Jadi bisa dipahami kenapa kok sampai saat ini belum ada destinasi wisata yang masuk di zona oranye maupun zona merah," ucapnya.
Sementara itu, di tengah kebijakan larangan mudik, masih banyak para pemudik yang tiba ke kampung halaman mereka di DIY. Utamanya, mereka sudah masuk wilayah provinsi kesultanan itu sebelum aturan larangan mudik berlaku, 6-17 Mei 2021.
Di Kota Yogyakarta, Posko PPKM Mikro yang ada di RT/RW atau kampung mencatat 225 pemudik masuk ke wilayah tersebut sejak 22 April hingga 9 Mei, rata-rata adalah anggota keluarga.
"Pendatang atau pemudik yang masuk biasanya adalah anggota inti keluarga yang ada di Kota Yogakarta. Mereka pun kemudian diminta menjalani isolasi mandiri," kata Ketua Harian Satgas Penanganan Covid-19 Yogyakarta Heroe Poerwadi, Senin seperti dilansir dari Antara.
Menurut dia, peningkatan jumlah pendatang atau pemudik justru terjadi pada 22 April dengan 92 orang. Kemudian dan kemudian mengalami penurunan, bahkan pada 8 Mei tidak ada laporan pemudik yang masuk ke Kota Yogyakarta.
"Sempat terjadi kenaikan laporan pemudik yang masuk yaitu pada 6 Mei, yaitu sekitar 40 orang, namun grafik kedatangan kembali turun," katanya.
Pemudik yang datang ke Kota Yogyakarta tidak hanya berasal dari wilayah di sekitar DIY saja tetapi berasal dari berbagai kota di Jawa maupun di Indonesia.
Pemudik yang datang tersebut kemudian diminta menjalani isolasi mendiri selama lima hari jika dalam kondisi sehat. Ada yang menjalani isolasi mandiri di rumah atau di hotel, sesuai masukan dari Posko PPKM Mikro yang ada di wilayah.
"Hingga saat ini pun, seluruh pemudik yang datang dinyatakan dalam kondisi sehat. Tidak ada kasus terkonfirmasi positif yang muncul," katanya.
Pemantauan atau pendataan terhadap pemudik tersebut dilakukan secara daring yaitu melalui aplikasi corona.jogjakota.go.id. Pemantauan akan dilakukan selama larangan mudik diberlakukan yaitu dari 22 April hingga 24 Mei.
Dengan melaporkan kedatangan, maka kondisi kesehatan pemudik akan terpantau oleh puskesmas setempat dan warga di sekitar tidak khawatir dengan status kesehatan pemudik.
Kemudian di Kabupaten Gunung Kidul yang tercatat berdasarkan Sistem Informasi Desa (SID) telah tiba 562 pemudik. Rinciannya: pemudik lokal DIY sebanyak 467 orang. Sedangkan sisanya yang pulang dari Jakarta sebanyak 38 orang, Jawa Barat ada 33 orang, Jawa Tengah 12 orang dan Jawa Timur terdapat sembilan pemudik, serta luar Pulau Jawa ada enam orang.
"Pemudik yang tercatat ini merupakan akumulasi dari data dari SID di setiap desa. Adapun teknis pendataan, di setiap desa menyiapkan petugas untuk mendata kemudian memasukkan dalam aplikasi tersebut," kata Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Gunung Kidul, Kelik Yuniantoro, Minggu.
Dia mengatakan jumlah pemudik yang pulang merupakan hasil rekapan dalam SID. Sehingga jumlahnya bisa berubah setiap harinya. Data tersebut masih berpotensi terus berkembang setiap harinya. Meski pemudik yang lolos penyekatan terus bertambah, Kelik mengklaim jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah pemudik di tahun lalu. Sebagai gambaran, jelang lebaran 2020, jumlah penambahan pemudik mencapai ratusan orang setiap harinya. Namun, untuk tahun ini pertambahan kurang dari 100 orang per hari.
Kondisi ini terjadi karena efektiftas dari penyekatan yang dilakukan secara ketat dan lebih intens. Selain itu, sosialisasi agar untuk tidak mudik saat lebaran juga dinilai berhasil.
"Imbauan untuk tidak mudik dan program penyekatan dilakukan lebih masif di tahun ini. Hal ini terbukti dari jumlah pemudik yang tiba di Gunung Kidul tidak sebanyak tahun lalu," katanya.