ANALISIS

Janggal Tes Kebangsaan dan Dalih Usang Antitaliban di KPK

CNN Indonesia
Selasa, 11 Mei 2021 16:45 WIB
Sejumlah pengamat pemberantasan korupsi menilai dalih-dalih yang digunakan KPK dalam melakukan tes wawasan kebangsaan (TWK) tak relevan untuk alih status ASN.
Sejumlah pengamat pemberantasan korupsi menilai dalih-dalih yang digunakan KPK dalam melakukan tes wawasan kebangsaan (TWK) tak relevan untuk alih status ASN. Foto: CNN Indonesia/Andry Novelino
Jakarta, CNN Indonesia --

Sejumlah pihak menilai janggal sederet pertanyaan dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN). Soal-soal tes banyak bertanya soal radikalisme hingga LGBT, alih-alih bertanya terkait materi kebangsaan.

Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai sejumlah pertanyaan dalam TWK irasional. Menurut dia, materi pertanyaan yang diajukan justru jauh dari kerja-kerja antikorupsi.

Dia pun mempertanyakan dalih KPK menyelenggarakan TWK dan menggandeng sejumlah pihak seperti Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), maupun TNI ikut dalam proses seleksi alih status pegawai lembaga antirasuah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut dia, pelaksanaan TWK yang tidak diatur dalam revisi UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, seolah mengesankan KPK larut dalam wacana paham radikal--yang diparafrasakan jadi Taliban--yang selama ini berkembang di tengah publik.

ICW, kata Kurnia, mengaku telah lama bersinggungan dengan orang-orang dalam KPK, dan meyakini tak ada paham-paham radikal yang berkembang di internal lembaga antirasuah.

"Kalau sebagian pihak mengonfirmasi hal tersebut sehingga membuat TWK, berarti mereka larut akan distorsi informasi," kata Kurnia kepada CNNIndonesia.com, Selasa (11/5).

Menurut Kurnia, pihak yang selama ini dituding sebagai Taliban, justru adalah orang-orang yang banyak terlibat dalam mengungkap kasus-kasus korupsi kelas kakap. Boleh jadi, menurut Kurnia, mereka yang banyak terlibat penanganan kasus korupsi itu kemudian 'disingkirkan' dengan dalih gagal tes wawasan kebangsaan.

Tes wawasan kebangsaan sendiri dilakukan KPK untuk alih status jadi Aparatur Sipil Negara (ASN) berdasarkan Perkom Nomor 1 Tahun 2021.

Alih status ASN itu sendiri merupakan amanat UU 19/2019--yang juga sempat digugat ke Mahkamah Konstitusi. MK sendiri memutuskan beleid mengenai alih status jadi ASN tetap konstitusional, namun tidak boleh merugikan pegawai KPK saat ini, dan di luar desain yang ditentukan dalam ketentuan peralihan UU 19/2019.

Celoteh: 75 Pegawai KPK Dijegal Tes Kebangsaan

Deret Pertanyaan TWK Janggal untuk Wawasan Kebangsaan

Kurnia mengatakan dari hasil perbincangan dan pendalaman pihaknya, diketahui pertanyaan-pertanyaan dalam TWK itu cukup janggal untuk mendalami wawasan kebangsaan seseorang, terutama di lingkup KPK.

Ketua Wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo misalnya, heran saat ditanya apakah ia mengucapkan selamat hari raya ke agama lain dalam tes wawancara. Menurut dia, pewawancara mestinya telah mendapat informasi bahwa mengucapkan selamat hari raya ke sesama rekan di KPK adalah hal biasa. Apalagi, Yudi bukan saja mengucapkan selamat hari raya, ia bahkan hadir memberi sambutan sebagai Ketua WP KPK dalam perayaan Natal di kantor.

WP KPK sendiri adalah wadah resmi yang juga kelahirannya diatur lewat PP 63/2005 tentang Sistem Manajemen SDM Komisi Pemberantasan Korupsi.

Seorang sumber lain yang ikut dalam TWK, mengungkap materi dalam tes tersebut. Peserta TWK misalnya diajukan pertanyaan terkait: Semua orang Cina sama saja, hak kaum homosex harus tetap dipenuhi, UU ITE mengancam kebebasan berpendapat, hingga Nurdin M Top, Imam Samudera, Amrozi melakukan jihad.

Selain berbentuk pernyataan, soal TWK juga mengajukan soal esai terkait Rizieq Shihab, organisasi masyarakat yang telah dilarang pemerintah, hingga seputar Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT).

Kemudian, terbaru penyidik senior KPK Novel Baswedan yang disebut termasuk salah satu dari 75 yang tak lolos TWK memaparkan tiga pertanyaan yang janggal serta jawaban yang diberikan olehnya. Tiga pertanyaan itu adalah terkait kebijakan pemerintah menaikkan tarif dasar listrik (TDL), intervensi agar tak memanggil saksi, dan kebijakan pemerintah yang merugikan dia.

Novel pun menjawab tiga contoh soal itu dengan jawaban-jawaban dalam koridor upaya penegakan hukum untuk memberantas korupsi di Indonesia.

Adapun, terkait materi-materi pertanyaan janggal lainnya tersebut, Kurnia menilainya tidak relevan dan telah jauh memasuki ruang privat. Menurut dia pertanyaan-pertanyaan itu tak berhubungan dengan kerja-kerja pemberantasan korupsi. Dan terbukti, materi dalam TWK belakangan memancing kritik dari sejumlah pihak.

"Kami meyakini konsep TWK didesain sejak awal untuk menyingkirkan penggawa-penggawa KPK," katanya.

Perkom soal TWK Lampaui UU KPK

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER