Jakarta, CNN Indonesia --
Ina Nuraisyah, seorang istri beranak satu yang berprofesi sebagai pekerja rumah tangga, bingung ketika hendak merayakan Idulfitri 1442 Hijriah atau Lebaran 2021 ini.
Selama lima tahun mencari nafkah bersama suami di Jakarta, ini kali kedua perempuan yang akrab disapa Ina itu harus lebaran di ibu kota.
Meski sebagian menganggap Jakarta kota yang menakjubkan, pesona itu tak menarik perhatian Ina jika dibandingkan perasaan hangat berbagi ketupat dan lontong sayur bersama keluarga.
Ina hanya tinggal bertiga dengan suami dan anaknya, di kontrakan kecil di Jakarta Selatan. Saban lebaran, sudah pasti ia mudik ke kampung halamannya di Kebumen, Jawa Tengah atau kadang juga kampung sang suami di Lampung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebaran di Jakarta dengan keluarga kecilnya itu jadi terasa jauh berbeda dengan suasana di kampung. Maklum, Ina lahir di keluarga dengan tujuh saudara. Keramaian, canda tawa hingga cek cok antara kakak adik jadi makanan sehari-harinya.
"Di sini mau sama siapa? Nggak ada keluarga sama sekali. [Keluarga] Dari suami juga nggak ada, semua di kampung," ungkap Ina ketika berbincang dengan CNNIndonesia.com, Selasa (4/5).
Tahun ini, Ina lagi-lagi ia tak bisa mudik karena pemerintah melarang pergerakan manusia keluar-masuk daerah untuk pulang kampung selama libur panjang lebaran. Peniadaan mudik 6-17 Mei ditetapkan demi menekan penularan virus corona yang masih mewabah.
Memaksakan mudik sebelum periode pelarangan juga tak mungkin dilakukan Ina. Pasalnya, sang suami baru beroleh cuti mulai pada hari H lebaran.
Ina sedih membayangkan harus terjebak merayakan Idulfitri di ibu kota. Belum lagi memikirkan bagaimana harus menjelaskan ke anggota keluarga di kampung.
Ia cerita, lebaran tahun lalu, saat Ina mengadu ke orang tuanya bahwa urung pulang kampung tersebab Covid-19, sanak saudara heran. Mereka mempertanyakan mengapa mudik harus dilarang.
"Di kampung itu justru pada kaget. Covid itu apa. Pada tanya, nggak ngerti covid itu apa," ucap Ina.
 Ilustrasi. Pemudik menggunakan sepeda motor terjebak kemacetan saat melintasi posko penyekatan mudik di Kedungwaringin, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (10/5/2021). (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/pras) |
Ia maklum, karena kampungnya berada di pelosok Kebumen. Jangankan punya akses untuk melakukan pemeriksaan Covid-19, kewajiban memakai masker ke luar rumah pun asing bagi orang di kampung halaman Ina.
Meski begitu, Ina menjelaskan ke sanak saudara satu per satu tentang alasan dirinya lagi-lagi tak bisa pulang lebaran kali ini. Ia pun harus ikhlas makan ketupat dan lontong sayur di kontrakan.
Untungnya, Ina bukan satu-satunya perantau yang gagal mudik lagi. Kata dia, banyak teman-teman sesama perantau yang juga terjebak di Ibu Kota. Mereka berencana merayakan lebaran bersama seperti tahun lalu.
"Tahun lalu sama kayak gitu, lebaran sama teman-teman saja. Pada datang ke rumah. Kalau sama keluarga cuma telepon. Mama nggak bisa video call, nggak ngerti pakai hp canggih," cerita Ina.
Lanjut baca ke halaman berikutnya ...
Lain cerita dengan Satria Ramadhani Kusuma Harmada. Tahun ini merupakan Idulfitri pertama Satria jauh dari rumah, setelah resmi bertugas sebagai polisi di Korps Lalu Lintas Kepolisian RI. Karena pandemi dan tugas, dia harus rela lebaran di tengah jalan tol.
Satria kini menjabat Kanit III Induk Cipularang Subditwal dan PJR Ditgakkum Korlantas Polri. Ia bertugas memastikan lalu lintas di kawasan Cipularang berjalan lancar.
Pandemi Covid-19 dan kebijakan pemerintah melarang mudik membuat Satria mendapat tugas menjaga salah satu dari total 333 sekat atau pos pemeriksaan mudik. Dia lah yang bakal mengadang warga yang masih nekat mudik meski sudah dilarang.
Satria bakal bertugas menjaga pos pemeriksaan mudik mulai 6-17 Mei 2021. Sementara pada hari H lebaran, dia kebagian piket menjaga pos di Gerbang Tol Kalihurip Utama.
"Saya yang ngecek kalau orang dari Jakarta mau ke area Jawa Barat seperti Bandung, Tasikmalaya, saya yang nyekat," ungkap Satria kepada CNNIndonesia.com.
Waktu kerja Satria ketika menjaga pos mudik mulai setiap pukul 08.00 WIB dan selesai pada jam yang sama keesokan harinya. Sif kerja berlangsung selama 24 jam. Kemudian dia diberikan waktu istirahat 24 jam dan kembali bertugas. Begitu terus selanjutnya.
Jam kerjanya mepet dengan jadwal salat Idulfitri yang biasanya dimulai sekitar pukul 06.00-07.00 WIB. Mau tidak mau, Satria harus salat Ied dan lebaran di lokasi kerja.
"Jadi nanti saya lebarannya di jalan. Salat Iednya paling di rest area terdekat. Di Cipularang kan ada tiga rest area," tuturnya.
 Ilustrasi. Petugas Kepolisian memutarbalikan kendaraan roda dua di posko penyakatan mudik Limbangan, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Selasa (11/5/2021). (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/foc) |
Satria sendiri asli orang Surabaya, Jawa Timur. Sebelum merantau ke Jakarta, ia menghabiskan setiap lebaran di kota tempatnya dibesarkan itu bersama kedua orang tua dan sanak saudara.
Setiap hari pertama lebaran, keluarga Satria rutin menyantap opor ayam dan ketupat, sembari berkeliling ke rumah saudara setempat. Pada hari kedua, biasanya mereka berangkat ke Magetan untuk bersilaturahmi dengan keluarga.
Namun dua tahun ini pupus sudah harapan Satria bisa menjalankan rutinitas perayaan Idulfitri seperti biasa. Tahun lalu ia terpaksa menghabiskan waktu lebaran bersama rekan sejawat di Akademi Polisi di Semarang, Jawa Tengah, lantaran tak bisa mudik demi meminimalkan penyebaran Covid-19.
Terakhir kali dia pulang ke Surabaya adalah tujuh bulan lalu, ketika resmi dinyatakan lulus Akpol. Itupun Satria cuma punya waktu seminggu untuk melepas rindu dengan orang tua dan keluarga. Ia harus kembali ke Jakarta untuk bertugas di Mabes Polri.
Sepanjang kegiatan di Jakarta, sebenarnya bisa saja ia mencuri waktu untuk pulang ke kampung halaman beberapa hari. Namun niat itu ia urungkan mengingat pandemi masih belum terkendali dan aturan bepergian masih diperketat.
"Kalau mau naik pesawat harus swab dan lain-lain. Istilahnya kalau nggak penting-penting amat di sini saja. Hemat biaya juga," pungkas Satria.
Satria tampak legowo dengan nasibnya terjebak di ibu kota. Meski bukan berarti tak sedih. Kebersamaan dengan keluarga saat perayaan Idul Fitri selalu jadi perasaan yang mengesankan dan ia rindukan.
Namun bagaimanapun, ia paham betul akan tugasnya sebagai aparat keamanan. Ia ingin bisa mencontohkan sikap yang baik di tengah wabah ini, berusaha ikhlas dan menahan diri untuk tidak mudik.
"Mau nggak mau, yang namanya tugas harus dijalankan. Jadi polisi kan konsekuensinya sudah dipertimbangkan. Saya nggak mengeluh, karena memang sudah konsekuensi," tukas dia.