Pasutri & Dukun di Temanggung Jadi Tersangka Pembunuhan Anak

CNN Indonesia
Kamis, 20 Mei 2021 05:40 WIB
Ilustrasi kekerasan terhadap anak. (thisguyhere/Pixabay)
Temanggung, CNN Indonesia --

Satuan Reserse Kriminal Polres Temanggung akhirnya menetapkan pasangan suami istri, Marsudi (42) dan Suwartinah (38), warga Desa Bejen Kabupaten Temanggung sebagai tersangka kasus pembunuhan anaknya sendiri Aisyah Latifatul Humairoh (7).

Selain Marsudi dan Suwartinah, Polisi juga menyeret dua orang tetangga yakni Haryono (56) dan Budiono (43) yang tak lain adalah Dukun dan asistennya. Polisi menyatakan perbuatan yang dilakukan keempat orang pada Januari 2021 tersebut membuat korban Aisyah harus kehilangan nyawa.

Menurut polisi, pembunuhan terjadi dipicu ucapan tersangka Haryono yang menganggap korban merupakan keturunan Genderuwo. Agar aura Genderuwo hilang, Haryono meminta Marsudi dan Suwartinah dibantu Budiono melakukan ritual menenggelamkan kepala korban di bak mandi hingga tak bisa bernafas dan meninggal dunia.

"Setelah kita lakukan pemeriksaan, akhirnya empat orang kita tetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah M dan S, pasangan suami istri yang merupakan orang tua korban serta Dukun H dan asistennya B," ujar Kapolres Temanggung AKBP Benny Setyowadi saat konferensi pers di Mapolres Temanggung, Rabu (19/5).

"Perbuatan keji tersebut dilakukan hanya karena percaya omongan H yang mengatakan bila korban adalah keturunan Genderuwo sehingga harus dilakukan ritual untuk menghilangkannya. Ritualnya menenggelamkan kepala korban ke bak mandi hingga meninggal," tambah Benny.

Benny menjelaskan bila aksi keji tersangka kembali dilakukan dengan menyimpan jasad korban hingga 4 bulan. Sehingga saat ditemukan, jasad korban hanya tinggal kulit kering dan tulang.

"Begitu tahu korban meninggal, dukun H masih bilang kalau itu hanya sementara dan korban akan hidup lagi setelah 4 bulan. Ironisnya, orang tua korban masih percaya saja sehingga selama disimpan di kamar, jasad itu dirawat dibersihkan dua kali setiap minggu agar tidak muncul bau menyengat mayat," terang Benny.

Kasat Reskrim Polres Temanggung AKP Setyo Hermawan menjelaskan, kasus pembunuhan dan penyimpanan jasad ini terungkap setelah polisi mendapat laporan dari warga dan perangkat Desa setempat.

Warga desa mendapat laporan dari paman dan bibi korban yang selama ini curiga karena sudah lebih dua bulan tak pernah melihat korban di rumahnya. Orang tua korban yang ditanya selalu beralasan bila korban ada di rumah kakeknya. Untuk memastikan, paman dan bibi korban mendatangi rumah kakek dan tetap tak mendapati korban di rumah sang kakek.

Begitu didesak, orang tua korban akhirnya menunjukkan korban yang ada di dalam kamar sudah tak bernyawa dan mengering.

"Kejadiannya Januari 2021, kita dilapori 16 Mei kemarin. Itupun dari laporan warga yang mendapat cerita dari Paman dan Bibi korban yang melihat langsung kondisi korban saat itu. Awalnya Paman dan Bibi korban curiga karena sudah selama 2 bulan tak pernah melihat korban," jelas Setyo.

"Orang tuanya kalau ditanya selalu menjawab korban di rumah kakeknya. Begitu dipastikan, korban juga tak ada di rumah kakeknya dan justru kakeknya balik bertanya ikut menanyakan keberadaan korban. Begitu didesak, orang tua korban akhirnya membuka semuanya," imbuh dia.

Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 76 C Juncto Pasal 8 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan anak, Subsidair Pasal 44 Undang Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT lebih subsider pasal 351, dengan ancaman hukumannya maksimal 20 tahun penjara atau seumur hidup.

(dmr/nma)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK