Soeharto, Kemiskinan Masa Muda dan Momentum G30S

CNN Indonesia
Selasa, 08 Jun 2021 15:47 WIB
Seabad yang lalu, Soeharto, lahir dari keluarga miskin. Peristiwa G30S pada 1965 silam disebut jadi salah satu titik balik kehidupan Soeharto.
Ilustrasi PKI. (Foto: Thinkstock/fcknimages)

Elson dalam bukunya menyebut Peristiwa 1965 merupakan peristiwa paling penting dalam kehidupan Soeharto. Menurutnya, reaksi Soeharto terhadap peristiwa itu menunjukkan ketenangan pikiran dan kapasitas yang memberi jalan bagi promosi politiknya.

"Tanpa adanya peristiwa mengguncangkan yang dipicu oleh Gerakan 30 S/PKI, Soeharto mungkin akan menghabiskan hari-harinya dalam ketidakjelasan," tulis Elson.

Dua tahun setelahnya, ia pun ditunjuk sebagai pejabat presiden lewat Sidang Istimewa MPR pada 7 Maret 1967. Berdasarkan hasil Sidang Umum MPRS pada 27 Maret 1968, ia diangkat menjadi presiden.

"Kami hanya ingin mengulangi janji kami, bahwa kami tidak akan menyia-nyiakan kepercayaan majelis dan kami berusaha sekuat tenaga untuk membuktikan janji itu. Kami akan tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip Orde Baru yang telah kita letakkan bersama," kata Soeharto dalam pidato usai jadi presiden, sebagaimana dikutip dari autobiografi-nya.

Setelah diangkat itu, ia terus menjabat sebagai orang nomor 1 di Indonesia sampai 32 tahun. Pada masa jabatannya, ia tak lupa memproduksi ragam propaganda anti-PKI, salah satunya dengan membuat film 'Pengkhianatan G30S/PKI' yang diragukan rujukan sejarahnya.

Salim Said dalam 'Menyaksikan 30 Tahun Pemerintahan Otoriter Soeharto' mengatakan bahwa modal utama kekuasaan Soeharto adalah dukungan tentara dan kemarahan rakyat kepada Partai Komunis Indonesia (PKI).

Menurutnya, sebagai seorang dengan insting kekuasaan yang ternyata tajam, Soeharto sadar tidak memiliki cukup karisma dan pengalaman politik seperti pendahulunya.

Salim mengatakan dengan latar belakang yang demikian, Soeharto yakin kekuasaannya hanya akan bertahan jika potensi pesaing di kalangan militer disingkirkannya dengan segera.

Alhasil, setelah "membereskan" Sukarno, Soeharto menempuh tiga cara untuk membangun dan mempertahankan kekuasaannya.

Pertama, menyingkirkan semua Perwira berorientasi kiri dan Sukarnois. Kedua, mempromosikan para jenderal yang dianggap tidak punya potensi menggunakan tentara melawan sang Presiden.

Ketiga, para pendukung yang berjasa bagi kemenangan politik Soeharto, tetapi menonjol dalam masyarakat, atau dianggap mempunyai agenda sendiri, dengan segera disingkirkan dari posisi berpengaruh.

Ia mengatakan dengan menyingkirkan perwira tinggi yang dianggapnya punya potensi mengancam, militer Indonesia secara berangsur "terbonsai" dan berkembang menjadi hanya alat bagi kekuasaan Soeharto, terutama setelah pergantian generasi dalam aparat pertahanan dan keamanan.

"Berbagai cara dikembangkan sang Presiden demi menjaga dan melanggengkan kekuasaannya. Pada dasarnya, cara- cara itu bukanlah cara baru ciptaannya. Soeharto pada hakikatnya, seperti hampir semua penguasa otoriter, adalah seorang Machiavellian yang mempraktikkan taktik stick and carrot (tongkat dan wortel)," tulis Salim.

Sempat bertahan selama 32 tahun, kekuasaan Soeharto akhirnya tumbang. Bukan oleh militer atau PKI yang dipropagandakannya ke warga. Krisis ekonomi merontokkan kepercayaan masyarakat, perbankan, hingga sesama pejabat Orde Baru.

21 Mei 1998, ia lengser dengan mewariskan jejak otoritarianisme dan ketakutan pada PKI.

(yoa/arh)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2 3
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER