DPR Minta Menkeu Jelaskan PPN Sekolah, Dorong Subsidi Silang

CNN Indonesia
Jumat, 11 Jun 2021 05:00 WIB
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mengundang Kemenkeu untuk menjelaskan soal PPN sekolah. (Foto: Dok. DPR RI)
Jakarta, CNN Indonesia --

Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan rencana penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada jasa pendidikan sambil menyarankan sistem subsidi silang.

Wacana PPN itu tertuang dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

"Kemenkeu bisa datang ke Komisi X untuk memberikan alasan, rasionalisasi, dan dampak jika PPN jasa Pendidikan benar-benar dilaksanakan. Agar tidak menjadi polemik dan kontra produktif, kita mengharapkan penjelasan pemerintah atas isu ini," ucap Huda kepada wartawan, Kamis (10/6).

Ia menerangkan, rencana pemerintah mengenakan PPN terhadap jasa pendidikan berpotensi memberikan dampak serius bagi masa depan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia salah satunya biaya pendidikan akan semakin mahal.

Menurutnya, sektor pendidikan masih membutuhkan uluran tangan pemerintah karena keterbatasan sarana prasarana serta potensi ekonomi. Ia pun menyarankan penerapan sistem subsidi silang seperti universal service obligation (USO) di dunia pendidikan untuk memeratakan akses pendidikan.

Diketahui, USO atau Kewajiban Pelayanan Universal (KPU) sendiri merupakan program pemerataan akses komunikasi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Dananya diambil dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) operator telekomunikasi swasta.

Dana itu kemudian digunakan untuk membangun infrastruktur komunikasi di pelosok. 

"Dengan sistem ini sekolah-sekolah yang dipandang mapan akan membantu sekolah yang kurang mapan. Dengan demikian kalaupun ada potensi pendapatan negara yang didapatkan dari sektor pendidikan maka output-nya juga untuk pendidikan. Istilahnya dari pendidikan untuk pendidikan juga," kata dia, yang merupakan politikus PKB itu.

Terpisah, Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat Syarief Hasan menyatakan menyatakan kebijakan itu belum darurat diambil pemerintah.

"Saya pikir belum [urgent]. Justru sebaliknya kita harusnya memberikan kepada rakyat," kata Syarief kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (10/6).

Ia menyampaikan, kondisi masyarakat di tengah pandemi Covid-19 masih sulit saat ini. Menurutnya, hal itu bisa dilihat dari angka kemiskinan yang masih tinggi sampai sekarang.

"Intinya, belum saatnya kita bebani rakyat yang masih kesulitan di tengah pandemi, justru negara yang seharusnya memberikan kepada rakyatnya bukan mengambil dari rakyatnya yang sekarang sudah semakin berat," tutur Wakil Ketua MPR itu.

Untuk diketahui, pemerintah bakal memungut PPN pada jasa pendidikan sebagaimana tertuang dalam revisi KUP. Sebelumnya, jasa pendidikan alias sekolah masuk kategori jasa bebas PPN.

Dalam rancangan (draft) RUU KUP yang diterima CNNIndonesia.com, pemerintah menghapuskan jasa pendidikan dari kategori jasa yang tidak dikenai PPN.

Merespons polemik ini, Sri Mulyani mengaku belum bisa menjelaskan seluruhnya lantaran dokumennya masih dalam bentuk rancangan bocor ke publik.

"Kami dari sisi etika politik belum bisa melakukan penjelasan ke publik sebelum ini dibahas karena itu adalah dokumen publik yang kami sampaikan kepada DPR melalui Surat Presiden," ungkap Ani saat rapat di Komisi XI DPR, Kamis (10/6)

"Oleh karena itu, ini situasinya jadi agak kikuk karena kemudian dokumennya keluar karena memang sudah dikirimkan kepada DPR juga, jadi kami tidak dalam posisi bisa menjelaskan keseluruhan arsitektur dari rencana pajak kita," lanjutnya.

(mts/arh)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK