Perjanjian Salatiga dan Akhir Kekuasaan Mataram Islam

CNN Indonesia
Kamis, 17 Jun 2021 13:05 WIB
Perjanjian Salatiga menjadikan tanah Kerajaan Mataram Islam terpecah menjadi 3 wilayah kekuasaan. Berikut latar belakang, isi dan hasil Perjanjian Salatiga. (Foto: Ibnurustamaji via Wikimedia Commons)
Jakarta, CNN Indonesia --

Perjanjian Salatiga merupakan kelanjutan dari Perjanjian Giyanti, yang berlangsung pada 17 Maret 1757 di Gedung Pakuwon, Kota Salatiga.

Jika pada Perjanjian Giyanti wilayah Kerajaan Mataram terbelah menjadi dua, maka pada Perjanjian Salatiga mengharuskan kedua penguasa yakni Sri Sultan Hamengkubuwono I dan Sunan Pakubuwono III merelakan sebagian wilayahnya diberikan ke Pangeran Sambernyawa.

Perjanjian Salatiga menambahkan satu pihak yakni Raden Mas Said atau yang lebih dikenal dengan Pangeran Sambernyawa.

Hubungan Raden Mas Said, Hamengkubuwono I, dan Pakubuwono III masih bersaudara dan merupakan keturunan dari Amangkurat IV.

Awalnya Raden Mas Said dan Hamengkubuwono atau Pangeran Mangkubumi bekerja sama melawan Belanda setelah keinginan Pangeran Mangkubumi untuk diangkat sebagai raja ditolak Belanda.

Namun siasat licik Belanda melalui VOC berhasil memecah kerja sama Raden Mas Said dan Pangeran Mangkubumi. Belanda berhasil menarik Pangeran Mangkubumi ke sisi VOC.

Latar belakang Perjanjian Salatiga yang memecah Tanah Mataram menjadi 3 wilayah kekuasaan, yakni Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, dan Mangkunegaran. (Ilustrasi Keraton Yogyakarta, Foto: Istockphoto/uskarp)

Sementara VOC berhasil menghasut Raden Mas Said soal potensi pengkhianatan oleh Pangeran Mangkubumi atas dirinya. Keduanya tercatat bekerja sama kurang lebih 9 tahun.

Pada Perjanjian Giyanti, Raden Mas Said tidak dilibatkan dan dirinya juga menentang perjanjian itu karena dinilai dapat memecah belah kerajaan dan rakyat Mataram.

Dengan bergabungnya Pangeran Mangkubumi atau yang bergelar Sri Sultan Hamengkubuwono I dengan VOC maka perlawanan Raden Mas Said menjadi tiga lawan satu.

Raden Mas Said memberikan perlawanan sengit hingga tiga kubu tersebut belum dapat mengalahkan Raden Mas Said begitu pun sebaliknya.

Namun pada akhirnya perlawanan Raden Mas Said berujung pada meminta bagian dari wilayah kekuasaan Mataram yang sebelumnya telah dibagi menjadi dua.

Sadar perang akan berlangsung lama karena keempat pihak sama-sama kuat dan tidak ingin menyerah maka VOC kemudian menawarkan solusi saling menguntungkan.

Solusi tersebut berupa pembagian wilayah menjadi tiga kekuasaan, yakni Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, dan Mangkunegaran.

Tujuan VOC membagi tiga adalah untuk mengamankan kantong finansial sekaligus kekuasaannya di Pulau Jawa.

Selain itu, Perjanjian Salatiga pun turut menjadi tanda berakhirnya kekuasaan kesultanan Mataram Islam karena wilayahnya kerajaannya telah terpecah dan memiliki penguasanya sendiri-sendiri.

Setelah mendapat wilayah otonom Raden Mas Said kemudian bergelar Mangkunegara I. Mangkunegara I saat itu mendapat wilayah kekuasaan di Mataram sebelah timur.

Wilayah tersebut saat ini mencakup Banjarsari, Karanganyar, Wonogiri, Ngawen, dan Semin. Kini lokasi penandatanganan Perjanjian Salatiga digunakan sebagai kantor Wali Kota Salatiga.

Tokoh di Balik Perjanjian Salatiga

Tokoh di balik Perjanjian Salatiga tidak begitu berbeda dengan Perjanjian Giyanti. Perjanjian Salatiga hanya menambah 1 orang untuk membagi lagi wilayah kekuasaan menjadi tiga bagian.

Mereka adalah Sultan Hamengkubuwono I, Sunan Pakubuwono III, VOC, dan Raden Mas Said atau Pangeran Mangkunegara.



Isi Perjanjian Salatiga dan Dampaknya bagi Kerajaan Mataram


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :