Jakarta, CNN Indonesia --
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa pemilik PT Borneo Lumbung Energi & Metal tbk (PT BLEM), Samin Tan, menyuap mantan anggota Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih, dengan uang Rp5 miliar.
Suap itu berkaitan dengan permasalahan pemutusan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) Generasi 3 antara PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT) dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Kalimantan Tengah. PT AKT merupakan anak perusahaan dari PT BLEM.
"Telah melakukan beberapa perbuatan memberi uang sejumlah Rp5 miliar kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu kepada Eni Maulani Saragih," ujar jaksa Ronald Ferdinand Worotikan saat membacakan surat dakwaan, Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (21/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jaksa menuturkan PT AKT mempunyai Coal Contract of Work (CCOW) atau PKP2B dengan Pemerintah RI melalui Departemen Pertambangan-- saat ini bernama Kementerian ESDM-- yang memberikan hak bagi PT AKT untuk melakukan kegiatan pertambangan batu bara di Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah, seluas sekitar 40.000 hektare.
Sejak bulan Oktober 2017, diterbitkan Surat Keputusan Menteri ESDM No.3174K/30/MEM/2017 tanggal 19 Oktober 2017 mengenai pengakhiran (terminasi) PKP2B tersebut yang berakibat PT AKT tidak bisa lagi menambang dan menjual hasil tambang batu baranya.
Adapun alasan terminasi adalah karena PT AKT dianggap telah melanggar dengan menjaminkan PKP2B tersebut pada tahun 2012 kepada Bank Standard Chartered Cabang Singapura terkait pinjaman PT BLEM sejumlah US$1 miliar.
Dengan terminasi itu, kata jaksa, PT AKT lantas mengajukan upaya hukum ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Di tingkat pertama menang. Namun, di tingkat banding dan kasasi, PT AKT kalah.
Kemudian pada 2018, saat proses persidangan, jaksa mengatakan, Samin Tan menemui politikus Partai Golkar Melchias Marcus Mekeng di Menara Imperium Kuningan, Jakarta Selatan.
"Pada kesempatan itu, terdakwa [Samin Tan] meminta bantuan Melchias Marcus Mekeng agar terminasi PKP2B PT AKT dapat ditinjau kembali oleh Kementerian ESDM, dan Mekeng menyampaikan akan mengenalkan terdakwa dengan anggota DPR-RI yang membidangi masalah tersebut," ungkap jaksa.
Di kantornya, Mekeng memperkenalkan Eni kepada Samin Tan. Dalam pertemuan itu, tutur jaksa, Eni berujar akan memfasilitasi komunikasi antara Kementerian ESDM dengan pihak PT AKT.
Eni meminta Samin untuk menyiapkan kronologi atas permasalahan PKP2B tersebut disertai dokumen-dokumen pendukung guna dipelajari.
Samin lantas memerintahkan Direktur PT BLEM, Nenie Afwani, untuk menyiapkan dan menyerahkan kronologi berikut dokumen-dokumen pendukung kepada Eni.
Berlanjut ke halaman berikutnya ....
Pada Februari 2018, setelah diterbitkan putusan sela, Samin menemui Eni di coffee shop Fairmont Hotel Jakarta. Eni, kata jaksa, mengatakan telah menjelaskan permasalahan terminasi PT AKT dengan Menteri ESDM saat itu, Ignasius Jonan.
"Di mana Ignasius Jonan memberi saran agar proses gugatan PT AKT di PTUN tetap dilanjutkan dan berjanji jika gugatan PT AKT dikabulkan oleh PTUN Jakarta (tingkat pertama), maka Ignasius Jonan akan memberikan rekomendasi yang diperlukan dalam rangka perpanjangan izin ekspor yang sudah hampir mati dan izin pembelian bahan peledak untuk tambang, sambil menunggu putusan akhir atas gugatan TUN PT AKT," kata jaksa.
Pada 5 April 2018, PTUN Jakarta mengabulkan gugatan PT AKT dan membatalkan SK Terminasi Menteri ESDM No.3174K/30/MEM/2017 tanggal 19 Oktober 2017. Atas hal ini, Samin, Eni dan Mekeng menemui Jonan di Gedung Kementerian ESDM, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta.
Pada pertemuan tersebut, Jonan yang didampingi Dirjen Minerba Bambang Gatot menyampaikan dirinya tidak pernah berjanji sebagaimana penyampaian Eni kepada Samin.
Samin lantas menanyakan terkait hal-hal apa lagi yang dibutuhkan oleh Jonan. Dalam surat dakwaan, Jonan meminta Samin menyerahkan surat pernyataan dari Bank Standard Chartered yang menyatakan bahwa PT AKT tidak menjaminkan PKP2B PT AKT, kepada Dirjen Minerba. Permintaan ini disetujui Samin.
"Dengan surat pernyataan tersebut, permasalahan PKP2B PT AKT akan diselesaikan dan hak-hak PT AKT akan dikembalikan, serta izin-izin PT AKT yang hampir habis akan diberikan rekomendasi perpanjangan," sebut jaksa.
Sekitar Mei 2018, Bank Standard Chartered Cabang Singapura menerbitkan surat yang ditujukan kepada Menteri ESDM-RI melalui PT AKT. Surat asli disampaikan kepada Jonan, sedangkan salinannya disampaikan kepada Bambang Gatot.
Namun, Jonan tidak meyakini keaslian surat pernyataan tersebut dan meminta agar diatur pertemuan langsung antara Bambang atau tim dengan pihak Bank Standard Chartered Cabang Hongkong atau Singapura. Permintaan itu kembali disanggupi oleh Samin.
Tim bentukan Bambang kemudian meminta Bank Standard Chartered Cabang Indonesia agar menerbitkan surat tambahan yang menyatakan bahwa surat pernyataan yang telah dibuat dan disampaikan oleh Bank Standard Chartered kepada Jonan adalah asli.
"Surat yang diminta Tim langsung ditindaklanjuti oleh Bank Standard Chartered Cabang Indonesia dengan membuat dan menyampaikan surat dimaksud kepada Kementerian ESDM," ucap jaksa.
Meskipun surat pernyataan tersebut dinyatakan asli, Kementerian ESDM tidak langsung memproses hak, izin serta rekomendasi untuk PT AKT. Kementerian masih menunggu instruksi Jonan.
"Terkait hal tersebut, Eni lalu memberi tahu terdakwa bahwa dirinya telah membicarakan perihal tersebut dengan Jonas dan Jonan menginformasikan Kementerian ESDM akan meminta pendapat hukum (legal opinion) dari Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (JAMDATUN) Kejaksaan Agung RI," kata jaksa.
Eni lantas meminta sejumlah uang kepada Samin. Pemberian pertama sejumlah Rp4 miliar yang melibatkan perantara tenaga ahli Eni yang bernama Tahta Maharaya.
"Eni mengirim pesan Whatsapp (WA) kepada terdakwa yang pada pokoknya mengatakan 'Pak Samin, kemarin saya terima dari Mba Neni 4M ... terima kasih yg luar biasa ya ..." ucap jaksa membacakan surat dakwaan.
Kemudian uang Rp1 miliar diberikan lagi kepada Eni. Uang ini diperuntukkan untuk suami Eni, Al Khadziq, yang mengikuti Pilkada Temanggung.
Atas perbuatannya, Samin Tan didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.