Polisi sebagai aparat penegak hukum (APH) dinilai acapkali malah menjadi aktor di balik pelanggaran hukum. Sederet kasus yang menjerat polisi pun muncul ke publik belakangan ini. Mulai dari pembunuhan, penganiayaan, penggunaan narkoba, hingga pemerkosaan.
Terbaru ialah pemerkosaan seorang remaja perempuan berusia 16 tahun di Mapolsek Jailolo Selatan, Halmahera Barat, Maluku Utara. Aksi tersebut dilakukan oleh seorang aparat Briptu Nikmal Idwan.
Modusnya, dia membawa korban ke kantor polisi kala korban tengah kesulitan mencari angkutan umum untuk melanjutkan perjalanan karena hari sudah terlampau malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setibanya di kantor polisi, dia dibawa ke ruang interogasi dan malah diperkosa. Nikmal lantas menggunakan kewenangannya sebagai aparat yang dapat menindak hukum untuk membungkam korban agar tak bercerita pengalaman pahitnya itu. Kasusnya kini masih diselidiki.
Kasus lain, seorang anggota polisi di Polres Sorong Kota, Papua Barat, berinisial IP tega membakar istrinya karena tersulut pertengkaran di dalam rumah tangga. Kejadian pada akhir Mei lalu sempat terkendala lantaran pelaku berkilah insiden terjadi karena kompor meledak.
Namun penyidik yang bertugas akhirnya menemukan bukti-bukti yang mengarah pada aksi pembakaran secara sengaja terhadap istrinya.
Kemudian pada Februari lalu, Bripka CS, seorang polisi juga berulah dengan menembak mati tiga orang di sebuah kafe di Cengkareng, Jakarta saat dalam kondisi mabuk. Salah seorang korban merupakan prajurit TNI AD.
Kasus ini mencuat dan mendapat atensi dari pejabat korps seragam coklat. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengeluarkan surat telegram rahasia (STR) untuk memperketat proses peminjaman dan pemakaian senpi dinas.
Selain itu, anggota polisi juga dilarang mabuk-mabukan dan berpesta di tempat hiburan malam.
Bukan hanya kekerasan, polisi juga melakukan tindak pidana yang diduga terorganisasi yakni narkoba. Mantan Kapolsek Astanaanyar, Kompol Yuni Purwanti Kusuma Dewi digerebek bersama 11 anak buahnya karena menggunakan narkoba jenis sabu.
Peristiwa yang terjadi pada 16 Februari lalu mengakibatkan perwira menengah tersebut harus dicopot dari jabatannya dan diproses pidana.
Merujuk pada data Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri, tercatat ada 1.024 kasus pelanggaran pidana yang dilakukan oleh aparat sepanjang 2020. Jumlah tersebut naik signifikan dari tahun sebelumnya, yakni sebanyak 627 kasus. Sementara, pada 2018 tercatat ada 1.036 kasus pidana menjerat polisi.
Pelanggaran terbanyak terlihat pada kasus-kasus pelanggaran kode etik kepolisian. Tercatat pada 2020 ada 2.081 kasus di mana jumlah tersebut meningkat sangat tajam hingga 103,8 persen dari tahun sebelumnya sebanyak 1.021 perkara.
Kemudian pada kasus-kasus pelanggaran disiplin aparat, tren peningkatan selalu terjadi dalam tiga tahun terakhir. Dimulai pada 2018 dengan 2.417 perkara, kemudian meningkat menjadi 2.503 pelanggaran pada 2019 dan melonjak hingga 3.304 kasus pada 2020.
Meski peristiwa banyak terjadi, namun Polri mengklaim selama ini pihaknya selalu memberikan sanksi tegas kepada polisi yang terbukti bermasalah.
"Terkait dengan perilaku oknum yang mencoreng nama institusi Polri, pimpinan Polri sudah menindak tegas dengan cara memberikan sanksi kode etik sampai dengan pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH)," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigadir Jenderal Rusdi Hartono saat dihubungi CNNIndonesia.com belum lama ini.
Dia mengamini bahwa upaya tersebut dilakukan untuk meningkatkan profesionalitas anggota Polri dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Rusdi menjamin bahwa pihaknya bakal menjalankan tugas-tugas kepolisian sesuai dengan aturan yang berlaku.
Berlanjut ke halaman berikutnya....