Es Seukuran Kelereng Berserakan Usai Hujan Angin di Cimahi

CNN Indonesia
Kamis, 01 Jul 2021 19:11 WIB
Ilustrasi hujan es. Butiran es seukuran kelereng berserakan di jalan dan lantai bangunan lantaran tertiup angin kencang saat hujan es melanda Cimahi, Kamis (1/7) sore. Foto: Abi Hafiz
Jakarta, CNN Indonesia --

Fenomena hujan es disertai angin kencang melanda wilayah Kota Cimahi, Jawa Barat, pada Kamis (1/7). Hujan es Cimahi berlangsung sekitar pukul 15.00 WIB.

Butiran es saat hujan deras tersebut berbentuk bulat seukuran kelereng. Butiran tersebut berserakan di jalan dan lantai bangunan sebab tertiup angin yang juga berhembus sangat kencang.

"Kejadiannya lumayan seram. Langsung hujan deras gitu, terus ada angin kencang dan ada butiran esnya," kata warga Cimahi Riri Andriani (30).

Peristiwa hujan es yang disaksikan Riri berlangsung sekitar 15-20 menit. Menurutnya, tidak ada laporan kerusakan yang diakibatkan hujan es tersebut.

Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Bandung Teguh Rahayu menjelaskan fenomena hujan es Cimahi terjadi karena pertumbuhan awan Cumulonimbus (Cb) dengan sifat supercell di sekitar Kota Bandung.

Kondisi tersebut sudah terpantau melalui satelit dan radar mulai pukul 14.04 WIB hingga 14.48 WIB. Awan Cb supercell tersebut terus tumbuh hingga mencapai suhu puncak awan antara -69 hingga -75 derajat Celcius (> 8 km vertikal).

"Oleh karena ketinggian awan Cb sudah melewati freezing level (5 km), dan ditambah dengan tingkat kelembapan yang tinggi (faktor lokal)," kata Rahayu dalam keterangan tertulis.

Selain itu, kata Rahayu, terpantau kekuatan updraft tinggi yang disebabkan labilitas atmosfer lokal sekitar Bandung (K index 37, lifting index -3). Dengan demikian, maka butir air yang terkondensasi di bagian vault di atas freezing level menjadi butiran es yang cukup besar, sehingga karena gaya gravitasi dan berat butiran itu sendiri akan jatuh ke permukaan bumi dalam bentuk hujan lebat dan butiran es juga disertai angin kencang dan kilat.

"Fenomena seperti ini merupakan fenomena yang biasa terjadi pada masa peralihan dari musim hujan ke musim kemarau, karena selain masih memiliki tingkat kelembapan yang tinggi, wilayah Bandung raya juga memiliki kondisi atmosfer yang tidak stabil," tutur Rahayu.

(hyg/gil)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK