Penambahan 'Bed' di Solo Tak Mampu Imbangi Lonjakan Covid-19
Sejumlah rumah sakit (RS) di Solo, Jawa Tengah, tetap penuh dengan pasien Covid-19 meski sudah berulangkali menambah jumlah tempat tidur atau bed.
Menurut data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Solo, BOR di Kota Solo mencapai 95 persen dari total kapasitas 1.063. Jumlah itu melonjak dari beberapa hari yang lalu yang hanya mencapai 900-an.
Rumah Sakit Umum dr Moewardi (RSDM), misalnya, telah beberapa kali menambah kapasitas ruang isolasi.
Pada 28 Juni, RSDM mengonversi 80 tempat tidur di bangsal reguler menjadi bangsal isolasi. Kapasitas RSDM pun meningkat dari 320 menjadi 400 tempat tidur. Tambahan tersebut terisi penuh dalam hitungan hari.
"Ini kita mau tambah lagi 20. Masih disiapkan," kata Direktur RSDM, Cahyono Hadi melalui telepon, Rabu (7/7).
Cahyono mengatakan pasien di bangsal isolasi terus berganti. Namun, kapasitas kamar isolasi tersebut tak seimbang dengan penambahan pasien yang datang melalui Instalasi Gawat Darurat (IGD).
Akibatnya, antrean di IGD masih terus terjadi. Hingga saat ini, tiga tenda darurat untuk menambah kapasitas IGD di RSDM masih berfungsi penuh.
"Begitu ada kamar isolasi kosong, langsung yang di IGD masuk. Selang beberapa jam ada pasien baru lagi," katanya.
Antrean di IGD, terangnya, timbul karena banyak masyarakat yang datang ke RSDM tanpa surat rujukan. Pasien-pasien tersebut terpaksa ditampung di tenda darurat IGD selama menanti kamar kosong.
"Kesulitan kita kalau ada pasien datang tanpa rujukan. Inilah yang bikin IGD penuh," katanya.
Hal serupa dialami RS PKU Muhammadiyah Solo. Humas RS PKU Betty Andriani mengatakan pihaknya sudah berupaya maksimal melayani pasien Covid-19. Salah satunya dengan menambah kapasitas kamar isolasi.
Seperti dialami RSDM, tambahan kamar isolasi langsung penuh karena banyaknya pasien Covid-19.
"Baru Selasa kemarin kita tambah 18 kamar. Dari 87 jadi 105. Hari ini sudah penuh," katanya.
Betty mengaku belum mendengar rencana penambahan kapasitas kamar isolasi dalam waktu dekat. Namun ia menjelaskan konversi kamar biasa menjadi kamar isolasi bukan perkara mudah.
"Kan ada ketentuan-ketentuan teknis yang harus dipenuhi. Jadi bangsal reguler tidak bisa dipakai begitu saja untuk isolasi," katanya.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Solo Siti Wahyuningsih mengatakan penambahan kapasitas ruang isolasi tidak bisa serta-merta dilakukan mengingat banyaknya aspek yang menjadi pertimbangan.
"Konversi [bangsal reguler menjadi isolasi] kan tidak asal konversi. Rumah sakit kan merawat pasien dengan gejala sedang sampai berat," kata pejabat yang akrab disapa Ning itu.
Karena itu, rumah sakit perlu mempertimbangkan kapasitas sumber daya manusia dan ketersediaan alat kesehatan yang dimiliki.
"Kan ruang isolasi itu tidak hanya tempat tidur tok. Operasionalnya harus dipikirkan," katanya.
(arh/syd/arh)