Direktur RS Sardjito Dicopot dan Jejak Tragedi Krisis Oksigen
Kementerian Kesehatan mencopot Direktur Utama RSUP Dr Sardjito, DIYogyakarta, Rukmono dari posisinya, Senin (12/7). Rukmono digeser menjadi direktur utama Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang.
Kabar ini disampaikan tak lama setelah tak lama kabar krisis tabung oksigen yang diduga menyebabkan 63 pasien meninggal dunia ramai disoroti.
"Iya [Rukmono ganti jabatan]," kata Kepala Badan Hukum dan Humas RSUP Dr Sardjito Banu Hermawan membenarkan konfirmasi atas kabar tersebut melalui Whatsapp, kemarin.
Banu mengatakan pergantian jabatan tersebut merupakan rotasi yang umum dan lumrah dilakukan di lingkungan Kementerian Kesehatan.
Hal serupa juga disampaikan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin melalui keterangan yang disiarkan situs sehatnegeriku.kemkes.go.id.
Ia mengatakan rotasi dan mutasi jabatan merupakan hal biasa dalam penyegaran organisasi. Budi berpesan pada pimpinan rumah sakit agar memastikan tugas utama dalam melayani masyarakat terlaksana sebaik-baiknya.
"Oleh karena itu titipan saya kepada para dirut rumah sakit vertikal yang ada di seluruh Indonesia, pastikan bahwa kita meluangkan waktu dan tenaga yang cukup untuk mengantisipasi semua masalah yang mungkin terjadi," tutur Budi.
Kasus krisis oksigen di RSUP Dr Sardjito mulanya diungkap anggota Komisi D DPRD DI Yogyakarta Muhammad Yazid berdasarkan informasi yang diperoleh dari sumber terpercaya di rumah sakit itu.
RSUP Dr Sardjito sebelumnya sudah mengajukan permohonan dukungan oksigen kepada Kementerian Kesehatan menyusul lonjakan pemakaian untuk pasien covid-19.
"Kami sudah melakukan upaya antisipasi maksimal dan penghematan seoptimal mungkin. Untuk itu, kami mengajukan permohonan dukungan agar kebutuhan oksigen dapat terpenuhi," kata Rukmono dalam keterangannya, Sabtu (3/7).
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Melki Laka Lena menilai Kementerian Kesehatan bertanggung jawab atas kematian 63 pasien di RSUP Dr Sardjito karena sudah dikirimkan surat terkait kondisi pasokan oksigen yang menipis.
Menurutnya, Kemenkes seharusnya bergerak cepat merespons informasi pasokan oksigen tersebut. Ia menilai keterlambatan pasokan oksigen yang diduga menyebabkan kematian pasien adalah kelalaian Kemenkes.
"Jadi mesti ada yang bertanggung jawab terhadap kematian 63 pasien di RSUP karena itu kelalaian Kemenkes yang sudah diberikan surat tapi tidak bergerak," kata Melki, Minggu (4/7).