Para pakar menilai lonjakan kasus kematian pada masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat dan Level 4 lantaran ketentuannya tak bisa menekan mobilitas 70 persen warga dalam periode infeksi Virus Corona.
Diketahui, kasus kematian selama lima hari PPKM Level 4 totalnya mencapai. 8.359 kasus. Jumlah itu lebih tinggi dua kali lipat dari lima hari sebelumnya selama PPKM Darurat, 15-19 Juli, sebanyak 4.618 kasus.
Selain itu, selama 11 hari terakhir, 16-26 Juli, kasus kematian terus di atas 1.000 kasus, dengan total kematian 14.574 jiwa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jumlah itu 1,5 kali lipat lebih tinggi dari 11 hari sebelumnya atau selama kurun 5-15 Juli yang dengan jumlah total orang meninggal terkait Corona mencapai 9.610 jiwa.
Hari ini bahkan angka kematian menembus rekor di mana dalam sehari ada 2.069 kasus kematian karena covid-19 dalam sehari.
PPKM Darurat dan PPKM Level 4, sebelum diubah dengan sejumlah pelonggaran sejak perpanjangannya pada 26 Juli, memperketat mobilitas antarkota dengan sejumlah syarat.
Misalnya, yang boleh berkantor hanya pekerja di sektor esensial dan kritikal, pelarangan makan di lokasi restoran, serta penyekatan di sejumlah titik di dalam maupun perbatasan kota.
Epidemiolog dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Windhu Purnomo menyebut pembatasan mobilitas prinsipnya serupa dengan membentuk herd immunity atau kekebalan kelompok.
Alhasil, sedikitnya 70 persen dari populasi harus dibatasi mobilitasnya dan dalam dua kali masa infeksi virus. Masalahnya, hal itu tak terjadi selama PPKM.
"Kalau minimum 70 persen warga dalam satu kesatuan daerah epidemiologis mau tinggal di rumah dalam waktu yang sama, dalam durasi tertentu dua kali masa infeksius, virus akan berhenti," kata Windu kepada CNNIndonesia.com, Selasa (27/7).
"Itu prinsipnya. Kalau tidak melakukan itu, dalam kondisi akut seperti ini ya seperti ini (kematian melonjak) aja nanti," imbuhnya.