Jakarta, CNN Indonesia --
Sejumlah warga negara Indonesia (WNI) yang baru tiba di tanah air menduga dirinya mengalami pemerasan oleh pihak hotel.
Pemerasan dilakukan dengan modus hasil tes PCR yang diduga dimanipulasi agar selanjutnya mereka harus membayar uang belasan juta rupiah untuk isolasi mandiri di hotel.
Salah satu WNI yang baru tiba di luar negeri, Angela Lovenia mengaku datang ke Indonesia bersama anaknya dari Belanda dengan hasil tes PCR negatif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setibanya di Bandara Soekarno-Hatta, Angela dan anaknya langsung diarahkan untuk menjalani masa karantina di hotel. Di tempat tersebut, ibu dan anak itu melakukan tes PCR. Pada malam harinya, Angela diberitahu bahwa anaknya positif Covid-19 dengan CT value 34.11.
"Saya agak kaget karena enggak ada symptoms," kata Angela dalam acara Mata Najwa yang disiarkan live di Trans7, Rabu (28/7) malam.
Karena tidak yakin, Angela meminta pihak hotel melakukan tes PCR pembanding dengan biaya yang ia tanggung sendiri.
Namun, pihak hotel menolak. Mereka mengatakan Angela dan anaknya harus menggunakan hasil tes PCR tersebut. Tidak hanya itu, Angela juga diancam jika meminta tes PCR pembanding ia akan dideportasi.
"Ibu enggak usah minta PCR kembali lagi nanti bisa dideportasi. Saya kaget belakangan saya baru ngeh, saya WNI anak saya WNI, kenapa dideportasi?" kata Angela heran.
Setelah itu, pihak hotel menawarkan isolasi mandiri dengan biaya sebesar Rp17,6 juta. Pihak hotel mengatakan hanya terdapat dua pilihan, hotel dengan tarif tersebut atau Wisma Atlet.
Akhirnya Angela memutuskan membayar hotel dengan tarif belasan juta tersebut.
Dirujuk ke hotel tempat isolasi, Angela kembali meminta agar dilakukan PCR ulang. Namun, pihak hotel tetap tidak memperbolehkan.
Setelah menjalani isolasi mandiri, Angela melakukan tes serologi untuk mengetahui apakah anaknya mengalami Covid-19. Berdasarkan tes tersebut, tidak ditemukan adanya antibodi reaktif pada anaknya.
"Enggak ada antibodi, berarti dia belum pernah kena ya," ujar Angela.
Dugaan pemerasan juga dialami WNI lainnya, Iqbal dan Suci. Begitu tiba di tanah air bersama anaknya, mereka ditemui agen hotel yang menawarkan tarif isolasi sebesar Rp15,6 juta, termasuk dua kali PCR dan makan.
Berlanjut ke halaman berikutnya...
Iqbal dan istrinya merasa ganjil karena hingga hari ketiga isolasi, mereka belum mendapatkan hasil tes PCR. Iqbal lantas menelepon pihak hotel.
"Mereka bilang kalau positif pasti langsung dirujuk rumah sakit. Jadi kita kesimpulannya, oh berarti kita negatif. Tapi tidak ada kesimpulanya dari PCR pertama," jelas Iqbal.
Hal ganjil selanjutnya adalah saat Iqbal dan keluarganya hendak menyelesaikan masa isolasi. Mereka menjalani tes satu hari sebelum jadwal masa isolasi selesai.
Pihak hotel menyampaikan hasilnya akan keluar sekitar pukul 18.00 WIB. Namun, hingga malam mereka belum menerima hasil tes.
Pukul 21.00 WIB pihak hotel bersama Satgas Covid-19 dan petugas keamanan mengetuk kamar Iqbal. Mereka mengatakan bahwa anak Iqbal positif Covid-19 sehingga harus menjalani isolasi selama 14 hari.
Merasa ada yang janggal, Iqbal dan istrinya meminta dilakukan tes PCR ulang di laboratorium lain. Mereka merasa curiga, terlebih setelah membaca berita mengenai adanya pemerasan dengan modus karantina.
Namun, pihak hotel menolak. Perdebatan pun terjadi. Iqbal tetap kekeh meminta dilakukan tes ulang. Akhirnya kelima orang tersebut berdiskusi. Mereka akhirnya menyetujui tes PCR ulang dengan catatan di laboratorium yang sama.
"Dites lagi di hari yang sama, di lab yang sama hasilnya negatif," jelas Iqbal.
Menanggapi hal ini, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 kementerian Kesehatan mengatakan bahwa karantina terhadap pelaku perjalanan luar negeri dilakukan oleh Kantor kesehatan pelabuhan.
Meski demikian, terdapat pihak lain seperti, Bea Cukai, Satgas Covid-19, dan TNI-Polri. Menurut Nadia, pihaknya berkomitmen bahwa tidak boleh ada pihak yang mengambil keuntungan di masa pandemi.
"Artinya dengan adanya laporan-laporan seperti ini pasti akan kami tindak lanjuti dan salah satunya juga mungkin terkait pemeriksaan laboratorium mungkin memang banyak hal ya," kata Nadia.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan bahwa pelaku perjalanan internasional, baik berstatus Warga Negara Asing (WNA) maupun WNI yang menjalani karantina di hotel berhak melakukan tes PCR pembanding.
Plt Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan (Kapusdatinkom) BNPB Abdul Muhari menegaskan, hal itu sekaligus membuktikan bahwa kabar yang mengatakan WNA dan WNI yang sedang dikarantina tak boleh mendapat tes pembanding adalah hoaks.
"Kami sampaikan bahwa dari surat Kasatgas nomor B 84 a, disebutkan setiap WNI atau WNA yang melakukan karantina memiliki hak untuk melakukan tes pembanding di tiga laboratorium yang sudah kita rekomendasikan," ujar Abdul dalam konferensi pers bertema Blak-blakan Karantina Pelaku Perjalanan Luar Negeri pada Jumat (16/7).