Sindir Aparat, Gejayan Memanggil Gelar Lomba Mural Dibungkam

CNN Indonesia
Selasa, 24 Agu 2021 14:14 WIB
Menyikapi respons aparat yang menghapus coretan di dinding bernada kritik pada rezim, Gejayan Memanggil gelar lomba mural #Dibungkam.
Petugas Satpol PP mengecat putih dinding tembok bawah Jembatan Kleringan Kewek, Kota Yogyakarta, Senin (23/8/2021) siang.(CNN Indonesia/Tunggul)
Yogyakarta, CNN Indonesia --

Berbagai kritik maupun kegelisahan masyarakat yang diluapkan lewat mural, stensil, grafiti, hingga coretan vandal di medium tembok jalanan dihapus aparat kepolisian atau pemerintah daerah selama satu-dua bulan ke belakang ini.

Merasa miris, Gejayan Memanggil mengundang seluruh seniman jalanan se-Tanah Air untuk ikut dalam 'Lomba Mural Dibungkam'. Karya yang berhasil dihapus aparat akan mendapatkan nilai lebih bagi penilaian juri.

Pengumuman dibukanya lomba ini diunggah akun Instagram @gejayanmemanggil, Senin (23/8) kemarin.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lomba akan berlangsung hingga sepekan ke depan atau hingga akhir Agustus 2021 ini.

"Konsepnya, menggambar adalah kebudayaan setiap anak, pemberangusan adalah kekeliruan penguasa atau orang dewasa. Corat-coretan di tembok adalah cara-cara ketika kebebasan bersuara terbatas dan sekarang coretan itu pun dibatasi," kata Humas Gejayan Memanggil yang namanya minta disamarkan sebagai Mimin Muralis saat dihubungi, Selasa (24/8).

Mimin menerangkan, mural-mural bernuansa kritis layaknya yang beredar belakangan ini sebenarnya sudah ditemukan sejak zaman Kolonial Belanda di Indonesia puluhan tahun silam. Mural jadi senjata masyarakat terjajah untuk memekikkan semangat kemerdekaan.

"Melihat fenomena ini kami berusaha untuk melihat generasi sekarang yang tertekan dengan kebijakan-kebijakan pemerintah menangani pandemi Covid-19 dengan cara-cara otoriter," sebutnya.

Padahal, menurutnya, goresan bermuatan kritis adalah cara negara-negara Eropa dan bekas jajahan mereformasi politiknya. Banyak bertebaran di dinding-dinding tempat umum meski bernuansa satire, bahkan mengancam politisi.

"Di Indonesia sebaliknya, mural dianggap kriminal sementara baliho sampah visual dianggap representasi suara rakyat, padahal itu suara oligarki yang punya uang untuk menyewa papan reklame dan mem-printing spanduk banner dan sebagainya yang merusak pemandangan kita secara estetik dan politik," tutur Mimin.

Sehingga, lomba selain demi menghidupkan semangat revolusi juga menyikapi tindakan pemerintah yang terlalu responsif terhadap coretan-coretan di dinding.

"Responsif yang sifatnya destruktif dan antikritik," sambungnya menegaskan.

Infografis - Titik Mural-mural Meresahkan Aparat

Adapun cara berpartisipasi dalam lomba kali ini dengan mengunggah foto karya ke instagram pribadi dan menandai akun @gejayanmemanggil. Setelahnya konfirmasi via direct message dengan kode 'Lomba Dibungkam'.

Mimin berujar, lomba ini menuai cukup respon positif. Beberapa karya yang telah masuk tak hanya berasal dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan kawasan seputarnya. Seperti Jakarta Pusat dan sejumlah daerah lain yang tidak bisa ia sebutkan.

Karya-karya yang masuk tentunya akan kembali disesuaikan dengan kriteria dari dewan juri. Meliputi, keberanian konten; menggambarkan semangat perlawanan; diapresiasi rakyat; dan tak mengandung unsur SARA.

Sehari sebelumnya, di Yogyakarta sendiri tak lepas dari aksi penghapusan mural kritis oleh aparat. Salah satu yang dihapus itu bertuliskan Dibungkam yang dibuat di tembok Jembatan Kewek, Danurejan.

Tembok tempat tulisan yang diduga bernada satire tersebut dicat putih pada seluruh bagian tanpa tersisa. Senin (223/8) pagi, muncul kembali tulisan menggunakan cat kaleng semprot berwarna merah bertuliskan 'Bangkit Melawan Atau Tunduk Ditindas'. Tak butuh waktu lama, Satpol PP Kota Yogyakarta kembali menghapusnya dengan cat putih, Senin (23/8) siang.

Halaman selanjutnya ada hadiah untuk mural terbaik

Mural Dihapus, Estetika Perlawanan

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER