Menurut Ujang, indikasi mengundur-undur keputusan soal Pilkada dan Pemilu 2024 juga didukung beberapa pernyataan Tito Karnavian. Salah satunya soal niatan mencari sistem politik karena pilkada langsung berbiaya mahal.
Ujang berkata pernyataan itu merujuk ke pengembalian pemilihan kepala daerah ataupun kepala negara lewat parlemen. Ia menilai anggapan itu salah kaprah dan berbahaya.
"Demokrasi di mana-mana berbiaya mahal, tapi pemilihan tidak langsung pun berbiaya mahal. Apakah tidak ada korupsi di DPRD? Banyak juga karena dia harus memberi suara anggota DPRD," tuturnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dihubungi terpisah, pengamat politik Universitas Andalas Asrinaldi menilai patut diduga pemerintah mengundur-undur pembahasan Pemilu dan Pilkada 2024. Namun, ia masih ingin melihat manuver Tito di rapat 16 September kelak.
"Kita lihat apakah ke depan ada lagi agenda yang lebih dipentingkan? Kalau begitu, patut kita menanyakan atau mencurigai bahwa ada kepentingan lain di balik penundaan itu," ucap Asrinaldi saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (6/9).
Asrinaldi mengatakan Jokowi memang beberapa kali menolak wacana penambahan masa jabatan presiden. Ia berharap Jokowi berpegang teguh dengan pernyataan itu.
Meski begitu, Asrinaldi tidak menampik bahwa ada orang-orang di lingkaran Jokowi yang terus mendorong wacana itu. Misalnya, relawan Jokowi Mania yang mengusulkan perpanjangan masa jabatan presiden hingga 2027 karena alasan pandemi.
"Mereka tidak ingin nantinya kehilangan keuntungan yang didapatkan setelah Pak Jokowi tidak berkuasa. Mereka disebut roving bandit atau bandit-bandit pengembara kalau istilah Mancur Olson," ujarnya.
CNNIndoneisa.com telah menghubungi Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Benni Irwan dan Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman soal dugaan upaya pemerintah menunda-nunda pembahasan Pemilu dan Pilkada 2024. Namun, keduanya tak merespons hingga berita ini tayang.
(dhf/gil)