Jakarta, CNN Indonesia --
Insiden perusakan Masjid Miftahul Huda milik jemaah Ahmadiyah di Sintang, Kalimantan Barat, menambah rentetan panjang tindakan persekusi dan diskriminatif terhadap kelompok minoritas ini.
Dalam insiden itu, Masjid milik Ahmadiyah itu mengalami rusak berat. Polisi menetapkan total 21 tersangka dalam kasus perusakan tersebut. Dari jumlah itu, polisi menjerat tiga orang sebagai aktor intelektual atau pihak yang menghasut perusakan masjid tersebut.
CNNIndonesia.com merangkum beberapa peristiwa tindak kekerasan, persekusi hingga pengusiran yang dialami Jemaat Ahmadiyah yang sempat menyita perhatian publik di beberapa wilayah di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Peristiwa Cikeusik
Salah satu tragedi yang paling diingat menimpa jemaat Ahmadiyah adalah kekerasan di Cikeusik, Pandeglang, Banten, Minggu (6/2/2011).
Peristiwa itu bermula ketika elemen massa yang mengatasnamakan Gerakan Muslim Cikeusik merencanakan untuk membubarkan Ahmadiyah di wilayah itu.
Sekitar pukul 10.00 WIB, massa berjumlah 1.500 orang menyerang lokasi jemaat Ahmadiyah di Desa Umbulan, Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang. Terjadi adu lempar dan perlawanan.
Korban berjatuhan dari pihak Ahmadiyah. Tercatat enam orang yang tewas. Satu mobil dibakar dan satu rumah dirusak.
Penyelidikan Komnas HAM saat itu mengatakan terdapat kejanggalan dalam kasus kekerasan itu. Pasalnya, jumlah pasukan pengamanan tidak berimbang dengan jumlah massa.
Tak hanya itu, Komnas HAM mengatakan intelijen kepolisian telah mengetahui rencana aksi itu dua hari sebelumnya, namun tak berupaya meredamnya.
Insiden Monas
200 massa Front Pembela Islam (FPI) menyerang aksi damai Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) di Monas, Jakarta, Juni 2008, karena menduga ada jemaah Ahmadiyah di acara itu.
Mulanya, massa AKKBB tengah bersiap membentuk barisan dan membuka spanduk untuk menggelar aksi damai. Tiba-tiba, muncul sebuah truk mengangkut sejumlah pemuda mengenakan jubah dan peci putih dengan label FPI di pakaian mereka.
Sebagian besar peserta aksi damai luka-luka karena dipukuli, termasuk ibu-ibu dan anaknya.
Akibat peristiwa tersebut, para pentolan FPI seperti pemimpin Rizieq Shihab dan Munarman divonis bersalah dan dibui.
Pengusiran dan Penyerangan di NTB
Berbagai rentetan persekusi dan kekerasan terhadap jemaat Ahmadiyah kerap terjadi di wilayah Lombok, NTB.
Tercatat sejak 2001, jemaat Ahmadiyah Pancor, Lombok Timur, menjadi korban penyerangan. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian ini. Namun, mereka semua diusir dari tempat tinggalnya.
Jemaah Ahmadiyah yang terusir itu kemudian terus berpindah mencari tempat tinggal. Sempat membeli tanah, rumah mereka kembali dirusak oleh sekelompok massa dan terusir kembali.
Mereka pada akhirnya ditampung oleh Pemerintah Provinsi NTB di Wisma Transito milik Pemprov, di Mataram, Lombok Barat.
Rententan persekusi dan pengusiran jemaat Ahmadiyah di NTB kembali terjadi, Mei 2018, tepatnya di Desa Greneng, Kec. Sakra Timur, Kabupaten Lombok Timur, NTB. Penyerangan dilakukan sebanyak tiga kali yakni pada Sabtu siang dan malam (19/5) serta Minggu pagi (20/5).
Pihak Ahmadiyah mengatakan peristiwa penyerangan pertama terjadi pada sekitar pukul 11.00 WITA, Sabtu, 19 Mei 2018. Sekelompok orang merusak rumah dan mengusir tujuh kepala keluarga dan 24 jiwa dari Dusun Grepek Tanak Eat.
Imbas penyerangan, enam rumah rusak, juga empat sepeda motor hancur. Penyerangan belum berhenti esok harinya. Satu rumah penduduk kembali dihancurkan pada Minggu pagi.
Masjid Ahmadiyah Disegel di Bogor dan Depok
Masjid Al-Mubarok milik Ahmadiyah di Kampung Sindang Barang, Kelurahan Sindang Barang, Kecamatan Bogor Barat, disegel oleh Pemerintah Kota Bogor pada 4 April 2011 lalu.
Tindakan penyegelan dilakukan setelah ratusan massa memprotes keberadaan masjid Ahmadiyah di lokasi tersebut. Ratusan massa melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor kelurahan Sindang Barang. Dalam aksinya masa menuntut pemerintah Kota Bogor untuk bersikap tegas dengan cara menutup masjid milik Jemaat Ahmadiyah.
Tak hanya itu, Masjid Al Hidayah milik jemaat Ahmadiyah di Sawangan, Depok sempat disegel oleh Pemkot Depok pada Februari 2017 lalu. Wali Kota Depok Mohamad Idris kala itu menyebut penyegelan itu untuk menjaga suasana Ramadan di Depok aman dan nyaman.
Pengusiran di Bangka
Pemerintah Daerah Kabupaten Bangka pada Januari 2016 lalu menerbitkan surat yang meminta warga Ahmadiyah untuk masuk kepada ajaran agama Islan Sunni atau akan diusir dari pulau penghasil timah tersebut.
Surat tertanggal 5 Januari 2016 yang ditandatangani Sekretaris Daerah Bangka, Fery Insani, menyatakan bahwa Jemaah Ahmadiyah Indonesia harus keluar dari lingkungan Srimenanti Sungailiat atau bertobat.
Pengikut Ahmadiyah diminta meninggalkan Srimenanti Sungailiat, Bangka pada umumnya. "Dan silahkan berdomisili ke tempat asal mereka," bunyi surat Pemda Bangka.
Menerima surat itu, Jemaat Ahmadiyah menolak meninggalkan tempat tinggalnya di Srimenanti, Sungailiat, Bangka. Menteri Agama saat itu, Lukman Hakim Saifuddin meminta agar tak ada pengusiran terhadap jemaat Ahmadiyah di lokasi tersebut.
Penyerangan di Kendal
Pada Mei 2016 lalu, masjid Ahmadiyah dirusak sekelompok orang tak dikenal di Desa Purworejo, Kendal, Jawa Tengah.
Motif pelaku melakukan pengrusakan diduga karena ada provokasi yang menyudutkan jemaah Ahmadiyah. Sejak awal pembangunan masjid Ahmadiyah itu, warga setempat kerap melakukan protes penolakan.
Aparat desa Purworejo mengatakan terdapat beberapa oknum yang tidak suka dengan keberadaan warga Ahmadiyah. Oknum tersebut bersikeras menolak pembangunan kembali masjid Ahmadiyah di daerah tersebut, meski motif pelaku yang sebenarnya belum diketahui.
FPI Kepung Rumah Di Tebet
Pada Juni 2015 lalu, warga dan anggota FPI mengepung satu rumah di Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan yang diduga menjadi markas jemaat Ahmadiyah. Belasan pengikut Ahmadiyah yang tengah Salat Jumat di rumah dikepung warga. Massa ingin mengusir orang-orang yang beraktivitas di rumah itu.
Wakil Sekretaris Jenderal FPI Awit Maschuri kala itu mengatakan pihaknya warga menolak aktivitas ibadah kelompok Ahmadiyah ini. Meski hanya berjumlah 11 orang, mereka memaksa menggelar Salat Jumat.
Insiden tersebut bisa diselesaikan secara damai. Pembicaraan kemudian dilakukan dengan difasilitasi oleh kepolisian dan pejabat