Manuver kapal-kapal China di Vietnam yang memasuki kawasan perairan Laut Natuna membuat Badan Keamanan Laut (Bakamla) sebagai penjaga teritorial dan yurisdiksi Indonesia pun gerah.
Sebab, jumlah kapal-kapal tersebut mencapai ribuan dan tidak terbaca di radar, melainkan hanya terlihat dengan pandangan mata. Ribuan kapal ini disebut masuk ke Indonesia melalui perairan Laut China Selatan.
"Kalau kita lihat di pantauan radar atau pantauan dari Puskodal kami, sampai saat ini di daerah overlapping itu masih ada 1, 2, 3, 4, 5, 6 kapal-kapal Vietnam, pantauan radar, termasuk kapal-kapal coast guard China," kata Sekretaris Utama Bakamla Laksda S Irawan dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR RI, Senin (13/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Begitu dilihat kasat mata ataupun langsung pengamatan udara, itu bahkan sampai ratusan, mungkin ribuan kapal yang ada di sana," kata Irawan lebih lanjut.
Tidak hanya itu, Irawan juga mengungkapkan bahwa kapal-kapal China itu kerap mengganggu kegiatan pertambangan kapal milik Indonesia.
Menurut Irawan, kapal berbendera Indonesia di bawah Kementerian ESDM juga tak luput menjadi sasaran.
"Kapal coast guard China pun masih mengganggu atau membayang-bayangi kerja daripada rig noble yang berbendera Indonesia di bawah (Kementerian) ESDM," kata Irawan.
Menghadapi situasi tersebut, Bakamla justru memiliki sejumlah hambatan sarana prasarana. Salah satunya jumlah kapal yang hanya berjumlah 10 unit. Selain itu, Bakamla bahkan tidak mempunyai armada untuk pemantauan udara.
Sebagai informasi, Bakamla adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang bertanggung jawab kepada Presiden RI dan Menko Polhukam dengan tugas utama melakukan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan dan yurisdiksi Indonesia. Lembaga ini lahir lewat Perpres 81/2005 dengan nama Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla), lalu bersalin nama jadi Bakamla dengan dasar hukum UU 32/2014 tentang Kelautan.
Buka halaman selanjutnya, strategi Bakamla menyiasati keterbatasan.
Lihat Juga : |