Jakarta, CNN Indonesia --
Angin Prayitno, mantan pejabat Direktorat Pajak Kementerian Keuangan, bersama anak buahnya didakwa menerima total Rp57 miliar dari sejumlah perusahaan demi memanipulasi jumlah pajak.
Dalam dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Ariawan Agustiartono di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (22/9), Angin, yang merupakan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak 2016-2019, dan Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaan Ditjen Pajak Tahun 2016-2019, Dadan Ramdani disebut menerima suap Rp15 miliar dan Sin$4 juta atau sekitar Rp42.169.984.851 dari para wajib pajak.
Suap itu diberikan agar kedua terdakwa bersama-sama dengan Wawan Ridwan, Alfred Simanjuntak, Yulmanizar, dan Febrian selaku Tim Pemeriksa Pajak merekayasa hasil penghitungan pada wajib pajak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wajib pajak dimaksud yakni PT Gunung Madu Plantations (GMP) untuk tahun pajak 2016; PT Bank PAN Indonesia (Panin) Tbk. tahun pajak 2016; dan PT Jhonlin Baratama untuk tahun pajak 2016 dan 2017.
PT Jhonlin Baratama merupakan anak usaha Jhonlin Group milik Samsudin Andi Arsyad alias Haji Isam.
"Terdakwa I Angin Prayitno Aji dan terdakwa II Dadan Ramdani yang melakukan dan turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menerima hadiah atau janji yaitu menerima uang yang keseluruhannya sebesar Rp15 miliar dan Sin$4 juta," ujar Jaksa.
Mulanya, kata dia, Angin memberikan arahan kepada seluruh Kasubdit Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan pada Ditjen Pajak untuk mencari wajib pajak yang potensial dan bagus.
Pada Oktober 2017, Dadan bersama tim pemeriksa pajak membuat analisis risiko wajib pajak atas perusahaan PT GMP untuk tahun pajak 2016 dengan maksud untuk mencari potensi pajak dari wajib pajak sekaligus mencari keuntungan pribadi.
PT Gunung Mas Plantations
Potensi pajak dari PT GMP untuk tahun 2016 diketahui mencapai Rp5.059.683.828,00. Analisis risiko itu kemudian diajukan kepada Muh. Tunjung Nugroho selaku Kasubdit Perencanaan Pemeriksaan.
Pada 9 Oktober 2017, Angin menerbitkan dan menandatangani Surat Perintah Pemeriksaan nomor: PRIN-159/PJ.04/RIK.SIS/2017 untuk tahun pajak 2016 PT GMP. Wawan ditunjuk sebagai Supervisor, Alfred sebagai ketua tim, Yulmanizar dan Febrian sebagai anggota.
Dalam rangka pemeriksaan, Angin menandatangani surat pemeriksaan PT GMP dan Dadan menerbitkan surat panggilan.
Selama pemeriksaan lapangan di kantor PT GMP yang berada di Lampung, tim pemeriksa pajak memperoleh fasilitas akomodasi berupa hotel yang dibiayai oleh PT GMP. Selain itu, tim pemeriksa pajak juga memperoleh tiket pesawat ke Jakarta dari perusahaan itu.
Dalam pemeriksaan, tim memperoleh data-data yang diperlukan dan menemukan catatan di ruang kerja Teh Cho Pong (Finance Manager PT GMP) yang menginstruksikan untuk dilakukan rekayasa invoice yang dikeluarkan oleh PT GMP.
Pada pertemuan dengan Yulmanizar selaku Person In Charge (PIC) pada Desember 2017, Ryan Ahmad Ronas (konsultan pajak dari Foresight Consultant) meminta bantuan merekayasa nilai pajak PT GMP yang akan diterbitkan oleh Dirjen Pajak.
Ryan juga mengaku akan memberikan uang Rp30 miliar untuk pembayaran pajak PT GMP beserta fee pemeriksa pajak dan pejabat struktural (all in) yang membantu proses pengurusan tersebut.
"Atas penyampaian dari Ryan Ahmad Ronas, Yulmanizar akan menyampaikan terlebih dahulu kepada terdakwa I [Angin Prayitno] dan terdakwa II [Dadan Ramdani] melalui Wawan Ridwan," katanya.
Yulmanizar dan Febrian menyesuaikan permintaan dari PT GMP dan menghasilkan perhitungan pajak Rp19.821.605.943,5. Sementara, fee pemeriksa dan struktural pajak Rp10 miliar.
Yulmanizar kemudian melaporkan kepada Wawan Ridwan untuk diteruskan kepada Angin melalui Dadan. Angin meminta agar fee lebih dari Rp10 miliar. Setelah melakukan perbincangan, disepakati fee Rp15 miliar.
"Selanjutnya besaran fee tersebut dilaporkan Wawan kepada terdakwa I melalui terdakwa II, di mana terdakwa I menyetujuinya. Setelah adanya persetujuan dari terdakwa I, Wawan menyampaikan kepada Yulmanizar dengan mengatakan, 'Pak Dir setuju'," tutur jaksa.
Pada 18 Desember 2017, terbit Laporan Hasil Pemeriksaan Nomor: LAP-072/PJ.0401/2017 Wajib Pajak PT GMP sebesar Rp19.821.605.944.
General Manager PT GMP, Lim Poh Ching, memerintahkan Iwan Kurniawan selaku Asisten Service Manager PT GMP untuk menyediakan uang Rp15 miliar dengan cara membuat pengeluaran yang dicatatkan sebagai tiga form bantuan sosial.
"Padahal bantuan tersebut bersifat fiktif," ungkap jaksa.
Atas pengajuan form donasi itu, Dicky Ardiansyah selaku bagian accounting membuat Internal Transfer Nomor: JN18003006 tanggal 22 Januari 2018. Kemudian dari perintah transfer tersebut, diterbitkan cek perusahaan Nomor HF-987930 tanggal 22 Januari 2018 sebesar Rp15 miliar. Setelah dicairkan, uang dikirimkan ke pemeriksa pajak.
Bank Panin
Pihak Angin juga menyasar PT Bank Panin. Dari Analisis Risiko, didapat potensi pajak untuk tahun pajak 2016 Rp81.653.154.805,00. Dari hasil pemeriksaan berupa General Ledger, perhitungan bunga, perhitungan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP), ditemukan kurang bayar pajak sebesar Rp926.263.445.392,00.
Bank Panin menugaskan Veronika Lindawati selaku orang kepercayaan Mu'min Ali Gunawan (pemilik PT Bank Panin) untuk menegosiasikan penurunan kewajiban pajak.
Dalam pertemuan di Kantor Ditjen Pajak Jalan Gatot Subroto 24 Juli 2018, Veronika meminta agar kewajiban pajak Bank Panin di angka Rp300 miliar, serta menyampaikan bahwa Bank Panin akan memberikan komitmen fee sebesar Rp25 miliar.
Angin dan Dadan lantas setuju. Tim pemeriksa pajak kemudian menindaklanjutinya dengan cara menyesuaikan fiskal positif pada sub pembentukan atau pemupukan dana cadangan sub biaya cadangan kredit (PPAP) Bank Panin.
"Sehingga didapatkan hasil pemeriksaan sebesar Rp303.615.632.843,00," kata jaksa.
Namun, setelah Laporan Hasil Pemeriksaan terbit, Bank Panin belum merealisasikan komitmen fee Rp25 miliar. Alasannya, Mu'min Ali belum mengeluarkan uang untuk pembayaran commitment fee tersebut dan Veronika sedang berada d luar negeri.
Setelah ditagih commitment fee tersebut, pada 15 Oktober 2018 Veronika hanya menyerahkan sebesar Sin$500 ribu atau sekitar Rp5 miliar yang disebut jaksa tidak begitu dipermasalahkan oleh Angin.
Jhonlin
Pemeriksaan pajak juga menyasar PT Jhonlin Baratama. Tim pemeriksa menemukan potensi pajak tahun pajak 2016 sebesar Rp6.608.976.659 dan tahun pajak 2017 sebesar Rp19.049.387.750,00.
Setelah melakukan pemeriksaan, pada 29 Maret 2019, konsultan pajak PT Jhonlin Baratama Agus Susetyo meminta tim pemeriksa pajak merekayasa tahun pajak 2016-2017 PT Jhonlin Baratama menjadi Rp10 miliar. Agus menjanjikan fee sebesar Rp50 miliar.
Ketetapan pajak masa pajak tahun 2016 dan 2017 direkayasa senilai Rp10.689.735.155,00.
Dalam rentang Juli-September 2019, Agus menyerahkan uang ke Angin dan Dadan melalui Yulmanizar senilai Sin$3,5 juta atau setara Rp35 miliar.
"Bahwa dari uang total sebesar Sin$3,5 juta atau setara Rp35 miliar tersebut kemudian untuk setiap kali penerimaan para terdakwa menerima Sin$1.750.000 atau setara Rp17,5 miliar yang diserahkan oleh Wawan Ridwan melalui terdakwa II," kata jaksa.
"Sedangkan sisanya diterima oleh tim pemeriksa yaitu Wawan Ridwan, Alfred Simanjuntak, Yulmanizar, dan Febrian yang masing-masing mendapatkan bagian fee dengan total sebesar Sin$437.500, sedangkan sebesar Sin$500 ribu atau setara Rp5 miliar diberikan kepada Agus Susetyo," lanjut jaksa.
Angin dan Dadan didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.