ANALISIS

PBNU Era Said Aqil, Perisai Jokowi Hadapi Konservatisme

CNN Indonesia
Kamis, 14 Okt 2021 10:27 WIB
Presiden Joko Widodo (kanan) berbincang dengan Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj (kri) sebelum membuka Kongres ISNU di Istana Negara, Jakarta, Jumat (24/8). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Jakarta, CNN Indonesia --

Kandidat potensial calon ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) masa bakti 2021-2026 mengemuka jelang gelaran Muktamar NU ke-34 di Lampung Desember mendatang.

Setidaknya ada tiga nama yang menjadi calon kuat yaitu Ketua Umum PBNU saat ini, Said Aqil Siradj, Katib Aam PBNU Yahya Cholil Staquf, dan Ketua PWNU Jawa Timur Marzuki Mustamar.

Meski dalam perkembangannya muncul desakan dari sejumlah pihak agar ada regenerasi kepemimpinan, PBNU saat ini masih di bawah bayang-bayang dominasi Said Aqil yang notabene sudah menyatakan kesediaannya untuk maju kembali di periode ketiga.

Selama menjadi ketua umum PBNU, Said Aqil dikenal punya hubungan dekat dengan elite politik, tak terkecuali Presiden Joko Widodo. Belum lama ini keduanya bertemu di Istana Negara. Said dan Jokowi menggelar pertemuan tertutup membahas sejumlah isu mulai dari radikalisme hingga Muktamar NU.

Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic), Khoirul Umam, memandang pertemuan itu tidak bisa dinilai sebagai kehendak tersirat Jokowi untuk mendorong Said Aqil menjadi ketua umum PBNU lagi.

Umam, menegaskan presiden tidak mempunyai kapasitas dan otoritas untuk menentukan ketua umum PBNU selanjutnya.

Menurut Umam, pertemuan tersebut merupakan sebuah tradisi bagi pimpinan NU untuk membahas isu terkini sekaligus menyampaikan informasi ataupun undangan perihal pelaksanaan muktamar.

Meski begitu, Umam tak menepis pertemuan itu pada akhirnya bisa ditafsirkan lain oleh publik yakni Said Aqil sedang menunjukkan kedekatannya dengan lingkaran kekuasaan dalam hal ini presiden.

"Pertemuan dengan presiden bisa saja ditafsirkan bahwa kemudian seolah-olah ingin menunjukkan kepada pemilik suara pada level PWNU, PCNU, bahwa beliau memiliki relasi yang dekat dan kuat dengan lingkaran kekuasaan, konteksnya dengan presiden," ujar Umam kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Rabu (13/10).

Selama memimpin NU, Said Aqil dinilai telah menorehkan catatan bagus yang berdampak positif pada muruah organisasi. Umam menilai NU di bawah kepemimpinan Said Aqil mempunyai karakter yang berani, tegas dan kuat. Itu terlihat ketika berhadapan dengan kekuatan islam konservatif baik di ranah kultural ataupun struktur kekuasaan.

Tindakan NU dalam menghadapi hal seperti itu dinilai Umam turut memberikan keuntungan bagi pemerintahan Jokowi.

"Kekuasaan yang sedang berjalan sekarang, itu diuntungkan. Karena dalam konteks berhadapan dengan kekuatan islam konservatif, ya, otoritas keagamaan NU quote unquote menjadi bamper, perisai yang kemudian berhadapan dengan kekuatan mereka," kata Umam.

"Ketika pemerintah sekarang kemudian ditantang dengan maraknya politik identitas yang begitu kuat, mau tidak mau otoritas keagamaan, NU, itu betul-betul menyelamatkan mereka," lanjut dia.

Di sisi lain, kata Umam, NU kini jadi kental bercorak politik praktis. Hal ini tak lepas dari kedekatan dengan para elite politik. Itu pula yang menurut Umam membuat NU sebagai Islamic-Based Civil Society menjadi kurang optimal.

"Jadi kerja-kerja yang dilakukan tidak hanya politik kebangsaan ketika tadi berhadapan secara diameter dengan Islam konservatif di ranah kultural maupun politik, tapi sering kali kemudian dirasa masuk ke politik praktis dan itu tidak pada tempatnya mengingat khittah NU 1926 itu menegaskan bahwa NU menarik garis yang tegas untuk tidak bermain pada ranah politik praktis," ungkap Umam.

Kebutuhan Umat Nahdliyin

Dosen Politik Universitas Paramadina ini mencatat setidaknya ada tiga hal yang dibutuhkan warga Nahdliyin saat ini.

Pertama, terkait konteks pemberdayaan ekonomi keumatan di kalangan Nahdliyin. Umam berpendapat Nahdliyin terutama yang berada di kampung-kampung belum mendapat pendampingan yang jelas karena orientasi yang ditunjukkan NU bercorak politik praktis.

Kedua, tentang penguatan kualitas pendidikan pesantren. Ini bersinggungan dengan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di kalangan NU.

"Bicara konteks pendidikan pesantren secara umum mungkin tidak sekuat dulu," imbuh Umam.

Hal lain yang dibutuhkan Nahdliyin sekarang ini adalah ketegasan sikap dalam hal ini perihal kebangsaan. Umam berpendapat ketua umum NU nantinya harus bisa menjadikan NU sebagai titik temu terhadap setiap perbedaan yang ada, khususnya di kalangan umat Islam sendiri.

"NU harus bisa mengayomi dan menjadi rumah besar bagi setiap perbedaan," terang Umam.

Berlanjut ke halaman berikutnya...

Nahdliyin Butuh Ketegasan


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :