CATATAN 7 TAHUN JOKOWI

Transformasi Jokowi, Kepekaan yang Kian Tergerus

CNN Indonesia
Kamis, 21 Okt 2021 09:32 WIB
Presiden Joko Widodo dinilai kian menutup kuping dari aspirasi rakyat saat kepemimpinannya menyentuh usia tujuh tahun.
Presiden Jokowi menginjak 7 tahun kepemimpinannya. (Foto: Tangkapan Layar Youtube Sekretariat Presiden)
Jakarta, CNN Indonesia --

Sekitar 7 ribu orang perangkat desa mengepung Istana Merdeka, Jakarta, 27 Mei 2015. Saat itu, Asosiasi Pemerintah Desa Se-Indonesia (APDESI) menuntut Presiden Jokowi yang belum genap dua tahun memimpin, agar merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 43 tentang Desa.

Ribuan perangkat desa itu juga mengeluh tak digaji selama beberapa bulan.Sepuluh orang perwakilan demonstran dipersilakan menemui Jokowi di dalam Istana. Sementara itu, ribuan orang lainnya menetap di seberang Istana Merdeka.

Pertemuan sekitar 1 jam itu membuahkan hasil. Jokowi bersedia merevisi PP Desa. Janji itu pun ditunaikan sebulan setelahnya lewat Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jokowi juga pernah meladeni demonstrasi ribuan pengendara ojek online pada 2018. Saat itu, ribuan ojol berdemonstrasi di sekitar Istana Merdeka, Jakarta, untuk meminta perhatian Jokowi.

Mereka meminta Jokowi memastikan perusahaan ojek online menaikkan tarif. Para pengemudi juga meminta Jokowi mendesak perusahaan untuk mengurangi potongan pendapatan.

Sejumlah perwakilan ojol diundang masuk ke Istana. Setelah pertemuan, Jokowi memerintahkan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatur batas bawah dan batas atas tarif ojek online.

Pada tahun ketujuh kepemimpinannya, memori manis Jokowi bersama rakyat itu mulai pudar. Sesaat setelah memenangkan Pilpres 2019, Jokowi merestui revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK).

Revisi UU KPK dinilai mengebiri lembaga antikorupsi itu, mulai dari perubahan status kepegawaian hingga pembatasan operasi. Sejumlah elemen masyarakat yang dimotori mahasiswa dan akademisi turun ke jalan.

#ReformasiDikorupsi jadi tajuk besar aksi di sejumlah daerah. Gelombang aksi terus bermunculan menjelang akhir tahun 2019. Namun, pemerintah dan DPR tetap mengesahkan UU KPK baru pada 17 September 2019.

Aksi unjuk rasa kian besar. Dibalas dengan aksi aparat keamanan yang kian represif. Lima orang mahasiswa meninggal dunia dalam aksi menolak RUU KPK.

Mereka adalah Yusuf Kardawi dan Immawan Randi, mahasiswa Universitas Halu Oleo; Maulana Suryadi, pemuda Tanah Abang; serta dua pelajar bernama Akbar Alamsyah dan Bagus Putra Mahendra.

Meski ada nyawa anak bangsa melayang, UU KPK tetap sah. Gelombang aksi unjuk rasa perlahan menciut dan hilang setelah sejumlah organisasi mahasiswa menarik diri.

Aspirasi rakyat kembali diabaikan Jokowi pada Oktober 2020. Kala itu, masyarakat kembali turun ke jalan menolak pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja.

Mahasiswa telah mengumumkan akan memusatkan aksi di Jakarta pada 8 Oktober 2020. Tiba-tiba, pemerintah dan DPR sepakat mempercepat rapat pengambilan keputusan. UU Omnibus Law diketok pada 5 Oktober 2020.

Berbagai aksi unjuk rasa digelar, dipusatkan di dekat Istana Merdeka. Namun, sejak saat itu, kepolisian tak lagi memperbolehkan aksi di depan Istana.

Demonstrasi selalu disetop di sekitar Patung Kuda. Pagar kawat, mobil meriam air, dan ratusan aparat kepolisian bersenjata lengkap disiagakan di titik itu. Tak ada yang boleh mendekat ke Istana sejak saat itu.

Berhadapan dengan Rakyat

Jokowi tiga kali berhadap-hadapan dengan rakyat di persidangan. Ia diseret ke jalur hukum karena kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan Tengah, kenaikan tarif BPJS Kesehatan, serta pemutusan internet di Papua dan Papua Barat.

Kelompok masyarakat bernama Gerakan Anti Asap (GAAs) Kalimantan Tengah melakukan class action ke Pengadilan Negeri Palangkaraya pada 16 Agustus 2016. Mereka menuntut Jokowi dan sejumlah menteri bertanggung jawab atas karhutla.

Jokowi selalu kalah dalam persidangan. Pada 16 Juli 2019, Mahkamah Agung memvonis Jokowi melanggar hukum dalam kasus karhutla.

Momen yang sama terjadi saat pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan karena alasan defisit. Kebijakan itu digugat Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI).

KPCDI menguji materi Pasal 34 ayat 1 dan ayat 2 Perpres 75/2019 tentang Jaminan Kesehatan ke Mahkamah Agung. MA pun memutus iuran BPJS Kesehatan kembali pada tarif awal.

Meski begitu, pemerintahan Jokowi tak menggubris putusan tersebut. Jokowi menerbitkan Peraturan Presiden nomor 64 tahun 2020 berisi penaikan tarif BPJS Kesehatan.


Jokowi semakin tutup kuping sejak periode kedua. Baca selengkapnya di halaman selanjutnya...

Jokowi Tutup Kuping, Demokrasi Mundur

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER