CATATAN 7 TAHUN JOKOWI

Bagi-bagi Kursi Komisaris di Periode Kedua Jokowi

CNN Indonesia
Kamis, 21 Okt 2021 09:22 WIB
Fenomena bagi-bagi kursi komisaris selama tujuh tahun Kepresidenan Jokowi dinilai merusak birokrasi hingga memicu ketidakpercayaan terhadap relawan.
Presiden Jokowi saat melantik wakil-wakil menteri, di, Jakarta, Jumat (25/10/2019). Pakar menyebut kesan bagi-bagi jabatan kental dalam rezim ini. (Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Jakarta, CNN Indonesia --

Tujuh tahun Joko Widodo di kursi Presiden diwarnai dengan politik pembagian jabatan bagi politisi dan anggota relawan pendukungnya semasa Pilpres di perusahaan pelat merah. Selain memicu skeptisisme, fenomena ini dipandang merusak profesionalisme birokrasi dan harapan soal masyarakat madani.

Berdasarkan data yang dihimpun CNNIndonesia.com, lima bulan setelah dirinya dilantik menjadi presiden pada 20 Oktober 2014 bersama Jusuf Kalla (JK) sebagai wakil presiden, sedikitnya ada 14 politisi dan relawan yang menduduki kursi komisaris di BUMN.

Diaz Hendropriyono, misalnya. Saat Pilpres 2014, ia menjadi ketua umum tim sukses Kawan Jokowi dan Situs Gerak Cepat Jokowi-JK. Anak dari mantan Kepala Badan Intelijen Negara, AM Hendropriyono itu kemudian diangkat sebagai Komisaris PT Telkomsel pada 2015.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada tahun yang sama, Diaz juga ditunjuk sebagai anggota Tim Transisi PSSI oleh Menpora saat itu, Imam Nahrawi. Kemudian pada November 2019, Diaz diangkat sebagai anggota Staf Khusus Presiden.

Nama lainnya, Cahaya Dwi Rembulan Sinaga, relawan Jokowi-JK dan mantan calon anggota legislatif dari PDIP, diganjar jabatan Komisaris Independen Bank Mandiri.

Ada pula nama Fadjroel Rachman, relawan pemenangan Jokowi 2014, yang diangkat menjadi Komisaris Utama Adhi Karya dan kemudian menjadi juru bicara presiden di periode kedua Jokowi.

Selain nama-nama di atas, setidaknya ada sebelas nama relawan dan tim sukses lain yang turut mendapat jabatan di BUMN, di antaranya Imam Sugema, Paiman Rahardjo, dan Pataniari Siahaan.

Lalu ada Darmin Nasution, Sonny Keraf, Refly Harun, Roy E Maningkas, Hilmar Farid, Hendri Saparini, Hironimus Hilapok, Dolfie Othniel Fredric Palit.

Pada periode keduanya, sejak terpilih kembali pada Pilpres 2019 sampai saat ini, deretan nama relawan di pemerintahan dan BUMN kian bertambah. Di BUMN saja, sedikitnya ada 19 orang relawan yang mendapat jabatan. 

Terbaru, Abdi Negara Nurdin atau yang lebih dikenal dengan Abdee Slank diangkat oleh Menteri BUMN Erick Thohir sebagai komisaris independen di PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM).

Abdee dan grup musiknya, Slank, memang getol mempromosikan dukungan terhadap Jokowi sejak 2014.

Infografis Menelusuri Komisaris BUMN dari Pejabat KementerianInfografis Menelusuri Komisaris BUMN dari Pejabat Kementerian. (Foto: CNNIndonesia/Basith Subastian)

Selanjutnya, ada aktivis buruh Andi Gani Nena Wea. Saat Pilpres Andi menjadi Ketua Umum Relawan Buruh Sahabat Jokowi. Ia aktif dalam penggalangan massa buruh pada beberapa acara kampanye Pilpres.

Saat Jokowi kembali terpilih, Andi ditunjuk menjadi Presiden Komisaris PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk atau PT PP.

Pengamat politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Adi Prayitno mengatakan politik balas budi dilakukan hampir oleh setiap presiden. Namun, kata Adi, yang menjadi masalah adalah memaksakan pemberian jabatan kepada orang yang tidak mempunyai jejak yang sesuai dengan jabatan yang diembannya.

"Jadi sumir penempatan relawan tidak sesuai dengan portofolio politiknya. Misalnya nih ahli nyanyi tiba-tiba ngurusin Telkom. Kan enggak nyambung. Itu namanya right man in wrong flight," kata Adi.

"Sekalipun ada politik balas budi kepada para relawan, tapi para relawan punya kapasitas sesuai dengan kemampuannya. Bukan hanya sebatas menempatkan orang-orang untuk bagi-bagi kekuasaan, tanpa harus memikirkan tanggung jawabnya sebagai pejabat publik. Kan begitu yang parah," imbuhnya.

Pengamat politik Ubedilah Badrun memandang praktik bagi jatah jabatan itu lebih banyak pertimbangan politis balas jasa daripada pertimbangan profesionalitas. Mengingat, orang-orang yang ditempatkan banyak yang tidak menguasai bidangnya.

"Cara politis bagi bagi kursi untuk relawan itu paling parah era Jokowi," kata dia, Selasa (19/10).

Relawan Jokowi bukan jasa gratis. Baca selengkapnya di halaman selanjutnya... 

Terhambat Sistem, Relawan Dinilai Jadi Oportunis

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER