Daftar Polemik Jalan di Indonesia: Tan Malaka, MBZ, Ataturk
Polemik penamaan jalan lagi-lagi menghiasi pemberitaan nasional setelah Turki disebut meminta salah satu jalan di Jakarta dinamai dengan bapak pendiri alias founding father negara mereka, Mustafa Kemal Ataturk.
Rencana tersebut sebenarnya merupakan balasan karena Turki menjadikan salah satu ruas jalan menggunakan nama presiden pertama Indonesia, Sukarno, di depan KBRI di kota Ankara. Kemungkinan jalan Ataturk itu rencananya diresmikan saat Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan melawat ke Indonesia awal 2022 mendatang.
Di dalam negeri pertentangan pemberian nama jalan founding father itu datang dari Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas hingga Ketua DWP PKS DKI Jakarta, Khoirudin menolak keras rencana tersebut. Anwar menganggap Ataturk sebagai salah satu tokoh yang banyak melakukan hal bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Wacana nama jalan Ataturk bukanlah satu-satunya polemik penamaan jalan yang pernah terjadi di Indonesia. Dari jalan tol layang Jakarta-Cikampek hingga tokoh pergerakan kemerdekaan RI, berikut sejumlah polemik penamaan jalan yang menggunakan nama tokoh di Indonesia:
Tol Layang Jakarta-Cikampek menjadi Sheikh Mohammed Bin Zayed (MBZ)
MBZ merupakan singkatan dari Mohamed Bin Zayed, seorang putra mahkota Abu Dhabi dan deputi komandan tertinggi Pasukan Angkatan Darat UEA. Namanya digunakan sebagai nama jalan tol Jakarta-Cikampek (Japek) II layang.
Pemberian nama tersebut sempat menuai polemik pula. Protesdi antaranya datang dari Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera, Mardani Ali Sera. Ia mengungkapkan bahwa banyak nama pahlawan Indonesia yang bisa dijadikan nama jalan.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Herman Khaeron juga merespons bahwa pemberian nama tersebut tidak lazim, hingga kekhawatirannya atas pemberian nama jalan berdasarkan investor mungkin saja terjadi.
Protes ibarat angin lalu, penamaan nama jalan pun tetap dilakukan. Peresmian nama MBZ untuk jalan tol layang itu dilakukan Menteri Sekretaris Negara, Pratikno mewakili Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pada April 2021.
Pemerintah beralasan pemberian nama MBZ merupakan bentuk penghormatan kepada UAE. Di sisi lain, UAE juga menjadikan Jokowi sebagai nama jalan strategis di negara tersebut.
Alergi Nama Jalan di Sunda dan Jawa
Drama sejarah pada masa kerajaan disebut pernah berujung hingga alergi penamaan jalan di wilayah Jawa Barat yang identik dengan suku Sunda dengan di wilayah Jawa Tengah-Jawa Timur yang identik dengan kerajaan Majapahit hingga turunannya. Itu semua tak lepas dari Perang Bubat yang terjadi pada abad ke-14 silam antara negeri Sunda dan Kerajaan Majapahit.
Namun semua itu berubah di sekitar ujung dekade 2010-an meski sempat diwarnai protes. Pada 2019 Jalan Gunungsari dan Jalan Dinoyo di Surabaya, Jawa Timur diubah namanya menjadi Jalan Prabu Siliwangi dan Jalan Pasundan.
Soekarwo yang kala itu Gubernur Jawa Timur meresmikan perubahan nama jalan tersebut mengungkapkan bahwa perubahan didasari alasan harmonisasi antara Sunda-Jawa.
Nama jalan Prabu Siliwangi dan Pasundan tersebut menjadi yang pertama di Surabaya. Secara historis, bukan rahasia lagi bahwa terdapat konflik budaya setelah Perang Bubat.
Lihat Juga : |
Beberapa tahun sebelum peresmian di Surabaya, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) juga sudah lebih dulu meresmikan nama jalan terkait kerajaan Sunda. Perubahan kedua nama jalan tersebut telah dituangkan melalui Keputusan Gubernur DIY nomor 166/Kep/2017 yang ditandatangani oleh Gubernur DI Yogyakarta pada 24 Agustus 2017.
"Penggunaan nama-nama tokoh kerajaan di Jawa Barat dan Jawa Timur ini menjadi simbol rekonsiliasi kultural," kata Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X saat meresmikan nama jalan Siliwangi dan Padjadjaran di Yogyakarta, pada 3 Oktober 2017.
Jalan Padjajaran sepanjang 10 Km mulai dari simpang empat Jombor hingga simpang tiga Maguwoharjo. Sementara itu, jalan Siliwangi sepanjang 8,58 Km dari simpang empat Pelem Gurih hingga simpang empat Jombor. Dalam peresmian nama jalan tersebut, hadir pula Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, dan Anggota DPR RI Popong Otje Djundjunan.
Ruas jalan arteri ini sendiri merupakan jalan nasional sepanjang 36 Km yang dibagi menjadi tiga ruas jalan yaitu jalan arteri utara - barat, jalan arteri utara dan jalan arteri selatan.
Tiga ruas jalan arteri tersebut dibagi lagi menjadi enam ruas jalan dan dua diantaranya diberi nama jalan Padjajaran dan jalan Siliwangi.
Sultan mengatakan, penggunaan nama-nama tokoh sejarah baik di Jawa Barat maupun Jawa Timur di Yogyakarta sengaja dilakukan karena Sultan menilai hingga saat ini seolah-olah masih ada ganjalan sejarah yang secara langsung maupun tidak memengaruhi hubungan masyarakat, khususnya suku Sunda dan Jawa.
"Suku Sunda dan Suku Jawa sebagai dua suku besar di Indonesia ini memang memiliki sejarah yang sepertinya tidak selesai," ujar Sultan.
Ganjalan sejarah itu, menurut Sultan, merujuk peristiwa Perang Bubat pada abad ke-14. Perang Bubat terjadi akibat perselisihan antara Mahapatih Gadjah Mada dari Majapahit dengan Prabu Maharaja Linggabuana dari Kerajaan Sunda di Pesanggrahan Bubat.
Lihat Juga :Liputan Khusus Pedagang Kaki Lima Jadi Daya Tarik Jalan Jaksa |
Bagaimana dengan di Jawa Barat? Ada di halaman selanjutnya