Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi menyinggung kejelasan penamaan jalan Ali Sadikin yang hingga kini belum ditindaklanjuti oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
Hal itu disampaikannya untuk merespons polemik rencana penamaan salah satu jalan di Jakarta dengan nama tokoh pembaharu islam di Turki, Mustafa Kemal Ataturk.
Menurut Pras, sapaannya, Pemprov DKI Jakarta seharusnya lebih mengetahui dan dapat mengkaji mana sosok yang layak untuk dikenang dan pantas dijadikan nama jalan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ali Sadikin jelas-jelas sosok dan tokoh berjasa buat Jakarta. Usulan penamaan jalan Kebon Sirih, Gambir, Jakarta Pusat menjadi Ali Sadikin pun merupakan keputusan dari rapat paripurna. Tapi mana, sampai sekarang belum juga ada keputusan untuk Peraturan Gubernur," kata Pras dalam keterangannya dikutip Kamis (21/10).
Jalan Kebon Sirih membentang dari perempatan Jalan Abdul Muis hingga perempatan Jalan Menteng Raya, seberang Tugu Tani, Jakarta Pusat.
Terkait usul pengubahan nama Jalan Kebon Sirih tersebut, sebelumnya diungkapkan Pras dalam rapat paripurna memperingati HUT ke-494 DKI Jakarta, Juni lalu.
Usulan itu langsung ia sampaikan dihadapan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang turut hadir dalam rapat paripurna tersebut.
Selain itu, untuk mengenang jasa-jasa Gubernur Jakarta di tahun 1966 itu, Pras juga mengusulkan agar nama Ali Sadikin diabadikan pada gedung Blok G yang ada di lingkungan Pemprov DKI Jakarta dengan nama Graha Ali Sadikin, Pendopo Ali Sadikin, atau Beranda Ali Sadikin.
"Jadi memang perlu dilihat asas kelayakannya. Siapa yang paling layak dan pantas dengan bijak. Sekarang ini, siapa sih yang enggak tahu Ali Sadikin berikut jasa-jasanya bagi Jakarta," ujarnya.
Usulan pengganti nama jalan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat dengan tokoh pembaharu Islam di Turki, Mustafa Kemal Ataturk sebelumnya menuai penolakan dari sejumlah pihak.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) kompak memprotes keras usulan nama jalan Ataturk di Jakarta.
Mereka menyebut rencana pemberian nama itu keliru lantaran Ataturk dinilai sebagai tokoh yang kerap merugikan Islam. Bahkan, MUI menyebut Ataturk adalah tokoh yang memiliki pemikiran menyesatkan.
"Jadi Mustafa Kemal Ataturk ini adalah seorang tokoh yang kalau dilihat dari fatwa MUI adalah orang yang pemikirannya sesat dan menyesatkan," ujar Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas, Minggu (17/10).
Sementara Ketua DPW PKS DKI Jakarta Khoirudin mendorong pemerintah membatalkan rencana tersebut.
Dia meyakini, banyak muslim di Indonesia yang sebetulnya tak menyukai Ataturk karena kebijakan tokoh itu di awal-awal pemerintahan Turki dianggap merugikan umat Islam.
(yoa/wis)