WALHI Ragu Target 600 Ribu ha Hutan Bakau Jokowi: Minim Implementasi

CNN Indonesia
Selasa, 02 Nov 2021 15:39 WIB
Jokowi saat bertemu Joe Biden menyatakan dalam 3 tahun ke depan akan merestorasi 600 ribu hutan bakau atau terbesar di dunia untuk mengurangi emisi karbon.
Presiden Joko Widodo mengendarai motor trail guna meninjau tambak udang dan lahan hutan mangrove di Muara Gembong, Bekasi beberapa waktu lampau. (Biro Pers Setpres/Laily Rachev)
Jakarta, CNN Indonesia --

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) skeptis atas pidato Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) saat KTT PBB terkait perubahan iklim (COP26) di Glasgow, Skotlandia, pada Senin (1/11).

Dalam pidato di hadapan kepala-kepala pemerintah dunia pada COP26 itu Jokowi memamerkan sederet prestasi Indonesia dalam mencegah perubahan iklim yag memburuk. Dari mulai menghentikan laju deforestasi hingga rehabilitasi 3 juta lahan kritis selama 2010-2019. Bukan hanya itu, ia pun membeberkan target yang tengah dimulai: Rehabilitasi hutan mangrove atau hutan bakau seluas 600 ribu hektare sampai 2024.

"Laju deforestasi turun signifikan, terendah dalam 20 tahun terakhir. Kebakaran hutan juga turun 82 persen di tahun 2020. Indonesia juga telah memulai rehabilitasi hutan mangrove seluas 600 ribu hektare sampai 2024, terluas di dunia," ucap Jokowi di Glasgow.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam keterangan resmi Sekretariat Presiden, Jokowi juga menyatakan target itu kepada Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dalam pertemuan di sela COP26.

"Saya akan restorasi hutan bakau hingga 600 ribu hektare dalam 3 tahun ke depan. Ini akan menjadi konservasi hutan mangrove terbesar di dunia," ucap Jokowi di depan Biden.

Menanggapi apa yang diomongkan Jokowi di KTT Iklim atau COP26 di Glasgow itu, Manajer Kampanye Pangan, Air, dan Ekosistem Esensial Walhi Wahyu Perdana menilai target Presiden RI itu sangat berlebihan bila merujuk pada kondisi di lapangan. Pasalnya, kata dia, keseriusan pada implementasinya belum terlihat sejauh ini.

Wahyu menyebut pangkal implementasi itu berada pada kebijakan atau regulasi. Selain itu regulasi yang mendukung rehabilitasi tersebut dinilai masih minim.

"Catatan kita, terkait mangrove, statement-nya sih boleh begitu tapi dalam konteks regulasi dan implementasi masih ada PR," kata Wahyu kepada CNNIndonesia.com, Selasa (2/11).



"Buat kami itu akan kami sebut sebagai over ekspektasi kalau tidak diiringi dengan kebijakan perlindungan," imbuhnya.

Wahyu menjelaskan, salah satu kebijakan yang menunjukkan tidak adanya kesungguhan pemerintah dalam rehabilitasi mangrove yaitu dengan adanya Pasal 35 omnibus law UU Cipta Kerja. Salah satu ketentuan dalam pasal tersebut, yaitu dihapusnya batas minimum 30 persen kawasan hutan.

Di sisi lain, lanjut Wahyu, penegakan hukum terhadap kejahatan yang dilakukan oleh korporasi juga turut dilemahkan.

"Satu, batas minimum kawasan hutan hilang. Dua, penegakan hukum terhadap kejahatan korporasi dilemahkan," ucapnya.

Berdasarkan catatan Walhi, sedikitnya 62 persen lahan hutan sudah dikonsesi untuk korporasi besar. Padahal korporasi itu mempunyai dampak buruk terhadap lingkungan.

"kita punya keterancaman tinggi kawasan mangrove, di Kalimantan ada limbah batu bara yang cukup masif," kata Wahyu.

"Kalau seriusan itu diiringi dengan kebijakan, harusnya berhenti dong eksploitasinya. Itu PR pertama dalam konteks mangrove," lanjutnya.

Selain itu ketidakseriusan pemerintah menurutnya terlihat dari pengurangan wewenang Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM).

Pengurangan wewenang itu dilakukan justru ketika pemerintah mengubah Badan Restorasi Gambut (BRG) menjadi BRGM.

"Dulu BRG punya kewenangan terhadap supervisi konsensi. Ketika ditambah M, enggak punya kewenangan, pasal terkait konsesi hilang. Nah ini kan PR juga," ujarnya.

Salah Kaprah soal Turunkan Emisi Karbon

Selain itu, Wahyu menyebut target Jokowi soal mangrove itu belum tentu bisa menekan emisi karbon dari Indonesia. Selain karena pesimis target 600 hektare akan tercapai, Wahyu menilai ada salah kaprah pemerintah soal itu.

Untuk menekan emisi karbon menurutnya bukan hanya banyaknya luas lahan yang harus dikejar, melainkan pemerataan.

"Dalam konteks iklim, targetnya tidak bisa hanya dilihat dari angka dan pada kawasan tertentu saja," ujarnya.

Wahyu mengaku heran dan bertanya-tanya terkait sasaran rehabilitasi mangrove. Berdasarkan sasaran rehabilitasi BRGM, kata Wahyu, Jawa tidak termasuk prioritas.

"Padahal pantai pantau di Jawa punya hambatan besar, baik itu akibat pencemaran atau kemudian lalui lintas batu bara yang cukup tinggi," jelas dia.

Sebelumnya, Jokowi dengan percaya diri menyampaikan akan merehabilitasi mangrove seluas 600 hektare sampai 2024.

Padahal, Plt Dirjen Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH) KLHK Helmi Basalamah mengungkapkan, capaian lahan rehabilitasi mangrove pada tahun 2019-2021 saja baru seluas 52.873 hektar dari target 150 ribu hektare.


Baca halaman selanjutnya.

Pamer Jokowi di KTT Iklim

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER