Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar mengatakan Indonesia tak mungkin menarik target net zero emission (NZE) atau emisi balans di 2060 menjadi 2050 sebagaimana target global. Namun, ia optimistis Indonesia bisa mencapai negatif emisi di sektor kehutanan pada 2030 mendatang.
Siti Nurbaya mengatakan hal itu berpotensi terjadi sebab pada 2020 lalu, Indonesia berhasil menekan emisi di sektor kehutanan.
"Jadi pada tahun 2020 kita bisa bilang dari sektor kehutanan emisi karbonnya bisa ditekan. Bahkan nanti 2030 seterusnya bisa negative emission," kata Siti Nurbaya dalam Youtube Sekretariat Presiden, Selasa (2/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Siti Nurbaya mengklaim, keberhasilan itu buah dari upaya-upaya berkelanjutan yang dilakukan pemerintah. Ia menyebut pihaknya telah melakukan implementasi yang baik di lapangan. Bahkan, kata dia, pihaknya juga sudah menegakkan hukum.
"Maka kita berani mengatakan bahwa khusus untuk hutan maka kita akan forest land use net carbon sink," ujar dia.
Meski begitu, Siti Nurbaya juga mengakui bahwa Indonesia secara keseluruhan sulit mencapai Net Zero Emission (NZE) atau nol emisi pada 2050. Dalam sektor Energi sendiri, pihaknya menilai kemungkinan baru bisa dicapai Indonesia pada 2054.
"Kalau kita dari sektor energi kemungkinan paling cepat itu 2054, 2056. Oleh karena itu, secara formal kita masih pakai term 2060," ucapnya.
Siti Nurbaya menyebut hal itu sudah disesuaikan dengan kemampuan Indonesia. Selain itu, target NZE itu juga sudah sesuai dengan perhitungan emisi karbon yang telah dihasilkan, mulai dari sektor kehutanan sampai penanganan limbah sampah.
"Posisi Indonesia sendiri kita akan masuk di 2060, tetapi sudah tak mungkin bisa ditarik ke depan. Itu bisa dihitung dari angka angka angka energi, industri, juga penangan limbah dan sampah," kata dia yang juga pernah menjadi Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI saat aktif sebagai aparatur sipil negara (ASN).
Meski begitu, kata Siti Nurbaya, dalam upaya mengatasi perubahan iklim yang terpenting adalah keberlanjutan. Ia mengklaim, pihaknya akan terus berupaya dalam menurunkan dampak perubahan iklim.
"Tapi yang paling penting sebetulnya dalam emisi dan penerapan agenda perubahan iklim ini adalah continuity. Jadi kita terus-terusan, bukan habis matok angka lalu berhenti enggak kerja. Bukan!" ujarnya.
Sebagai informasi, negara-negara bekerja sama untuk mengatasi masalah iklim di bawah Konvensi Perubahan Iklim PBB (United Nations Convention on Climate Change -UNFCCC). UNFCCC mengadakan pertemuan setiap tahun melalui Committee on Parties (COP).
Pada COP21 di Paris, para negara yang tergabung membuat kesepakatan untuk berkomitmen dalam membuat target penurunan emisinya, yang disebut Nationally Determined Contribution (NDC).
Indonesia sendiri sebelumnya sudah melakukan ratifikasi konvensi tersebut ini pada 2016 silam. Ratifikasi itu ditandai dengan keluarnya UU nomor 16 tentang Pengesahan Persetujuan Paris Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim.
COP tahun ini merupakan ke -26 dan digelar di Glasgow, Skotlandia. Pada COP-26 ini, residensi Inggris mendorong agar NZE bisa ditekan pada pertengahan abad ini atau 2050.
Namun, pada Juli 2021 lalu Indonesia menyerahkan NDC dengan menargetkan penurunan emisi di 2030. Targetnya penurunan emisi mencapai 29-41 persen. Selain itu, NZE ditargetkan tercapai pada 2060 mendatang.