Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) melaporkan kapal riset China, Haiyang Dizhi 10 terdeteksi masuk di Laut Natuna Utara pada 31 Agustus 2021. Selang beberapa hari, kapal Coast Guard China dengan nomor lambung 4303 masuk mengawal kapal riset ini.
Menurut IOJI kapal riset itu milik Survei Geologi Kementerian Sumber Daya Alam China. Memiliki laboratorium geologi, biologi oseanografi, serta kemampuan untuk mengambil sampel batuan dan biota dasar laut.
Kapal survei geologi laut ini memiliki panjang 75.8 meter dan lebar 15.4 meter dengan berat 3.400 ton, dengan daya jelajah sejauh 8.000 mil laut atau sekitar 14.800 kilometer (km).
Berdasarkan pengamatan lewat automatic identification system (AIS) dan citra satelit, kapal riset ini bergerak membentuk pola seperti sawah. Kapal negeri tirai bambu itu diduga kuat melaksanakan riset di ZEE Indonesia, yang tumpang tindih dengan klaim nine-dash line sepihak China.
TNI AL kemudian mengirim KRI Bontang untuk membayangi pergerakan kapal China ini selama dua hari, 15 dan 16 September. KRI Bontang bukan kapal tipe patroli, tetapi kapal tanker yang bertugas menyalurkan pasokan bagi KRI lain di tengah laut.
Kapal riset tersebut kemudian keluar wilayah RI pada 29 September 2021. Kapal ini diduga mengisi perbekalan di gugusan Pulau Karang yang dikuasai Tiongkok di Laut China Selatan. Kapal tersebut kembali masuk Laut Natuna 4 Oktober lalu.
IOJI memprediksi kapal tersebut bisa bertahan selama sebulan. Kapal diduga kembali melakukan kegiatan riset ilmiah kelautan atau bahkan pemetaan sumber daya alam non-hayati di ZEE dan Landas Kontinen Indonesia.
Ada empat alasan kapal tersebut diduga tengah melaksanakan riset ilmiah kelautan atau bahkan pemetaan sumber daya alam non-hayati di ZEE dan Landas Kontinen Indonesia. Pertama, Haiyang Dizhi 10 memiliki status dan kemampuan untuk melaksanakan survei dan riset ilmiah kelautan.
Kedua, kapal itu dioperasikan oleh Guangzhou Marine Geological Survey yang memiliki tugas dan fungsi dalam survei geologi kelautan dan telah berperan dalam berbagai kegiatan eksplorasi minyak dan gas China di Laut Cina Selatan.
Ketiga, pola lintasan kapal yang mengindikasikan adanya kegiatan riset ilmiah kelautan. Serta keempat, pengakuan Pemerintah China atas riset ilmiah kelautan yang dilakukan oleh Kapal Survei Da Yang Hao di ZEE Malaysia, yang pola lintasannya serupa dengan Kapal Haiyang Dizhi 10.
Pola grid yang dibentuk oleh Kapal Survei Haiyang Dizhi 10 di ZEE Indonesia lebih rumit dan lebih intensif daripada pola grid Kapal Survei Da Yang Hao di ZEE Malaysia.
Mengutip Asia Maritime Transparency Initiative (AMTI) CSIS, IOJI menjelaskan terdapat beberapa indikator atau pola lintasan kapal yang tengah melaksanakan aktivitas survei dan riset ilmiah kelautan.
Pertama, lintasan kapal yang umumnya berpola grid dan lawn-mower atau "pola cetak sawah", yang menandakan adanya survei batimetri untuk memetakan dasar laut. Kedua, kecepatan rendah dari kapal yang menandakan adanya aktivitas pengumpulan data.
Ketiga, kapal berhenti secara berkala atau mengunjungi titik koordinat yang sama berulang kali, mengindikasikan adanya aktivitas penurunan atau pemeriksaan peralatan survei.
Berdasarkan data AIS, IOJI menyatakan pola lintasan Kapal Hai Yang Di Zhi 10 sesuai dengan dua pola pertama di atas.
Peneliti IOJI Imam Prakoso mengatakan kapal riset China ini sudah selesai menjalankan misinya di Laut Natuna Utara sejak 22 Oktober lalu. Namun, Imam tak menutup kemungkinan kapal tersebut kembali masuk wilayah RI.
"Kapal ini nampaknya telah menyelesaikan misinya di LNU. Hari ini meninggalkan LNU menuju daratan China," kata Imam, 23 Oktober 2021 lalu.
![]() |
Imam menyatakan aktivitas riset kapal asing di ZEE Indonesia merupakan tindakan ilegal apabila dilakukan tanpa izin dari pemerintah Indonesia. Sejauh ini BRIN tak mengetahui aktivitas kapal riset tersebut.
Menurutnya, aktivitas kapal riset China melanggar hak berdaulat terhadap kegiatan eksplorasi dan eksploitasi SDA seperti yang diatur dalam hukum internasional yaitu Pasal 56 ayat (1), Pasal 240, 244 dan 246 Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982.
Selain itu, melanggar Pasal 7 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang ZEE Indonesia. Pasal tersebut berbunyi: Barangsiapa melakukan kegiatan penelitian ilmiah di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari dan dilaksanakan berdasarkan syarat-syarat yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Imam meminta pemerintah, khususnya Kementerian Luar Negeri untuk mengirim nota diplomatik kepada pemerintah China terkait aktivitas kapal Haiyang Dizhi 10.
Menurutnya, Kemenlu perlu mengklarifikasi aktivitas yang telah dilakukan dan meminta hasil dari penelitian ilmiah yang telah dan tengah dilakukan oleh kapal China tersebut.
CEO IOJI Achmad Santosa mengatakan lintasan kapal riset China tersebut dekat dengan lokasi pengeboran sumur eksplorasi di Blok Tuna, yang terletak di utara ZEE Indonesia, berbatasan dengan wilayah Vietnam. Kegiatan eksplorasi ini dikerjakan oleh Premier Oil.
"Jadi kapal riset (China) lama di situ. Nah pertanyaannya, mereka ngapain di situ? Itu tugas pemerintah dong," ujarnya.
Mas Achmad menduga kapal riset ini berlayar di dekat rig Blok Tuna karena merasa perairan tersebut masih masuk klaim sepihak nine-dash line atau sembilan garis putus-putus. Garis imajiner yang diklaim China sebagai wilayah tangkapan tradisional mereka itu tersebut tak diakui UNCLOS. Selain itu, Permanent Court of Arbitration (PCA) menolak klaim sejarah China atas batas Laut China Selatan.
Indonesia, menurut Mas Achmad, sejatinya bisa mengusir kapal riset China tersebut. Indonesia memiliki hak berdaulat di wilayah ZEE sebagaimana ketentuan dalam UNCLOS 1982.
"Kita punya hak berdaulat, Blok Tuna itu kan dalam rangka hak berdaulat kita. Kalau misal kita punya hak berdaulat, kemudian diganggu, kita enggak punya hak berdaulat dong kalo gitu. Itu hak berdaulat kita, itu bagian dari kekayaan NKRI. harus ada semacam sikap," katanya.
'TNI Tempel Ketat Kapal Riset China', masuk ke halaman selanjutnya...