Natuna, CNN Indonesia --
Erwin, baru menginjak darat lagi Kamis pekan terakhir Oktober lalu. Nelayan Natuna ini biasa ikut di kapal rekannya untuk melaut. Erwin berangkat dari Pelabuhan Teluk Baruk, Bunguran Timur, Kabupaten Natuna, 16 Oktober.
Lebih dari sepuluh hari Erwin melaut. Kapal Erwin bergerak ke arah timur Laut Natuna Utara yang berbatasan dengan Malaysia. Beberapa hari kapal berada di sekitar sana. Setelah itu, kapal naik ke utara.
Cuaca cukup bersahabat saat Erwin melaut. Tak ada ombak besar yang menghantam. Namun, arus permukaan dan dasar laut cukup deras mencapai 1,8 knot.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam 12 hari kemarin cuaca teduh, kaya di kolam gitu, enggak terlalu besar gelombangnya," kata Erwin kepada CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.
Erwin mengaku kembali bertemu kapal-kapal nelayan asing dalam pelayaran itu. Ia menduga kapal itu milik nelayan Vietnam yang ia jumpai saat siang dan malam hari di lokasi yang berbeda.
Kapal-kapal dengan alat tangkap trawl tersebut terpantau merampok ikan di wilayah yang masih masuk dalam ZEE Indonesia pada 25 sampai 26 Oktober. Trawl adalah jala raksasa yang digerakkan dengan mesin. Jala ini bisa meluncur di dasar laut untuk menjaring ikan dalam jumlah massif.
Tak cuma ikan, terumbu karang juga dipastikan bakal hancur terjaring alat tangkap yang kerap disebut pukat harimau ini. Ikan yang masih kecil-kecil juga akan tertangkap jaring ini sehingga penggunaan alat ini sama sekali mengabaikan asas keberlanjutan.
"Ada banyak kapalnya cuma satu aja yang aku video, yang lain itu ada enam kapal, malam, enggak bisa di video. Di (titik) 59 ada empat kapal. Total ada 11 kapal," ujarnya.
Meskipun cuaca bersahabat, hasil tangkapnya sekitar 500 kilogram. Jumlah yang bisa dibilang tak banyak. Selain itu, ikan yang sampai ke pelabuhan juga banyak yang kurang bagus lantaran es yang mereka bawa kurang.
Tak hanya Erwin, nelayan Natuna lainnya juga masih bertemu kapal ikan Vietnam awal bulan ini. Nelayan dari Pelabuhan Pering/Lubuk Lumbang itu melihat sekitar 8 kapal berbendera Vietnam.
Dari video yang dibagikan Ketua Rukun Nelayan Lubuk Lumbang, Kelurahan Bandarsyah, Bunguran Timur Herman, terlihat dua kapal nelayan Vietnam.
Kapal yang terekam beraktivitas pada 4 November itu tengah menarik trawl, alat tangkap ikan yang tak ramah lingkungan. Kemudian 5 November, kapal Vietnam lainnya terpantau berada di titik yang sama.
Herman mengatakan kapal ikan Vietnam semakin marak menjarah ikan di Laut Natuna dalam beberapa waktu terakhir. Menurutnya, kehadiran kapal-kapal negara tetangga itu tak lepas dari minimnya patroli TNI AL, Bakamla, hingga Ditjen PSDKP KKP.
"Kalau petugas pengawas kita tidak ada posisi di perbatasan, itu kapal asing itu dia pasti ada ke wilayah kita. Kalau pengawas kita ada kayak KRI, Bakamla, ada stand by di perbatasan, mereka tidak berani," ujar Herman kepada CNNIndonesia.com.
Menurut Herman, serbuan nelayan Vietnam ini telah membuat harga diri Indonesia hilang. Ia menyebut ada mafia di perairan Natuna, sehingga kapal-kapal ikan asing, termasuk Vietnam bebas mencuri ikan ke wilayah ZEE Indonesia hingga landasan kontinen.
"Kapal ikan asing sengaja dipelihara sama oknum. Laut Natuna banyak mafianya," katanya.
Herman enggan mengungkap siapa mafia di Laut Natuna. Ia baru mau membongkarnya jika Presiden Joko Widodo yang bertanya langsung. Menurutnya, para nelayan ingin berdialog langsung dengan Jokowi.
"Itu harapan kami nelayan Natuna. Kami kepengin berdialog dengan presiden, kenapa KIA (kapal ikan asing) selalu beroperasi di laut Natuna, ada apa?" ujarnya.
Kalah Jumlah, Kalah Canggih
Zali Wardi tengah memperbaiki pompong alias kapalnya siang itu. Ia dibantu beberapa kerabatnya. Sudah sepekan lebih Zali tak melaut karena menunggu kapalnya selesai ditangani.
Zali merupakan salah satu nelayan Natuna yang menangkap ikan sampai ke utara ZEE Indonesia. Ia selalu bertemu kapal Vietnam di perairan Natuna. Menurutnya, kapal Vietnam ini mencuri ikan di sekitar kapalnya membuang jangkar.
Namun, ia tak kuasa melarang nelayan-nelayan Vietnam. Selain ukuran kapal mereka yang lebih besar, mencapai 200 GT, jumlah kapal nelayan Vietnam ini bisa mencapai ratusan kapal. Alat tangkapnya, kata Zali, juga lebih canggih dari kapal-kapal nelayan Natuna.
Kapal Vietnam umumnya memakai alat tangkap trawl. Cara kerjanya, satu atau dua kapal menarik alat tersebut dari satu titik ke titik lain mengejar gerombolan ikan sehingga masuk ke jaring. Alat tersebut mampu mengeruk ikan dalam jumlah banyak.
Sementara nelayan Natuna mayoritas menggunakan pancing ulur dengan pemberat. Alat tangkap ini sangat sederhana. Mereka akan melego kapal di titik tertentu. Kemudian tali pancing yang berisi sejumlah mata kail dengan pemberat langsung dilempar ke laut. Mereka menunggu beberapa detik sebelum pancing tersebut ditarik.
Jika semua nelayan menangkap dengan pancing ulur, Zali percaya ikan-ikan di Natuna tak akan habis tujuh turunan. Menurutnya, keberadaan nelayan Vietnam membuat ikan di perairan utara Natuna kosong.
"Kalau kita pas lagi operasi, pas ada kapal Vietnam, hasilnya kita enggak (ada), percuma kita kerja, ikan enggak ada. Terpaksa kita jauh dari dia. Kalau pas ada dia, ikannya kosong," kata Zali.
'Pelanggaran Kapal Vietnam', berlanjut ke halaman berikutnya...
Bukan hanya Zali yang resah dengan kehadiran nelayan Vietnam. Herman, nelayan Pelabuhan Teluk Baruk, juga merasakan demikian. Namun Herman tak bisa berbuat apa-apa ketika kapal-kapal Vietnam yang mencapai puluhan dengan bebas menarik trawl, mengejar gerombolan ikan, dan membawanya pulang ke negaranya.
Dari sekian banyak menyaksikan aktivitas kapal nelayan Vietnam, ia mengaku jarang bertemu kapal-kapal TNI AL, Bakamla, hingga PSDKP patroli menghalau nelayan asing itu.
Menurut Herman, kapal patroli RI tak pernah sampai tempatnya bekerja. Kondisi ini berbeda dengan kapal ikan asing yang dikawal kapal-kapal penjaga lautnya masing-masing.
Herman menyebut keberadaan nelayan Vietnam sangat mempengaruhi hasil ikannya lantaran cara tangkap mereka memakai trawl, yang bisa menyerok semua ikan di depannya.
"Harapan kami tuh, pengin kaya Bu Susi kemarin, kalau Bu Susi kemarin emang aman. Penginnya Bu Susi tugas lagi kayak kemarin, di Laut Natuna aman, enggak ada kapal asing masuk ke Laut Natuna, kalau gini agak kurang aman, agak susah (ikan)," ujarnya.
Ambil Ikan hingga Landas Kontinen
Peneliti Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) Imam Prakoso mengatakan pihaknya mengamati kapal-kapal ikan Vietnam masuk perairan utara Natuna sejak awal tahun ini. Intrusi kapal Vietnam tersebut di wilayah ZEE yang masih menjadi sengketa RI-Vietnam sampai landas kontinen. Di dua zona wilayah itu, negara pantai diberikan hak berdaulat oleh UNCLOS 1982.
"Maret banyak sekali terjadi di wilayah landas kontinen, jelas-jelas itu bukan wilayah sengketa ya," kata Imam.
Dari pengamatan IOJI melalui Automatic Identification System (AIS) dan citra satelit, intrusi kapal ikan Vietnam di wilayah Indonesia paling tinggi terjadi pada April 2021, dengan 100 kapal dalam cakupan wilayah 110 km2.
"Bayangkan kalau kita pukul rata dalam 1 kilometer persegi, ada satu kapal Vietnam," ujarnya.
Imam mengatakan intrusi kapal Vietnam ini berangsur menurun sejak Mei, Agustus, hingga September. Kapal-kapal mereka juga lebih banyak beraktivitas di wilayah sengketa klaim ZEE Indonesia-Vietnam.
Ia menduga penurunan aktivitas kapal Vietnam ini lantaran negara tetangga itu sedang berusaha mencabut yellow card dari Uni Eropa. Menurutnya, Vietnam mendapat sanksi larangan ekspor ke Eropa karena banyak melakukan illegal fishing.
"Itu mungkin penyebab utama ya menurut kami. Itu akan kita terus monitor aktivitas illegal fishing yang dilakukan kapal Vietnam di ZEE Indonesia," katanya.
Namun, kata Imam, berdasarkan pengamatannya aktivitas kapal Vietnam masih terjadi pada September sampai Oktober lalu. Pada September terdeteksi 35 kapal di wilayah sengketa RI-Vietnam dan 13 kapal lainnya di bawah garis landas kontinen.
Ia menyebut nelayan Vietnam ini juga cerdik. Mereka masuk ke wilayah RI saat kapal-kapal patroli tak ada. Mayoritas klaster kapal-kapal Vietnam tersebut berada di utara perairan Natuna.
"Perkiraan saya sampai akhir tahun tidak akan melebihi puncaknya seperti di bulan April 2021, tapi tetap masih akan terjadi intrusi tersebut," ujarnya.
Imam menduga masifnya kapal ikan Vietnam menangkap ikan di perairan Natuna tak terlepas dari kebijakan dalam negeri Vietnam. Menurutnya, pemerintah Vietnam memberikan subsidi kepada nelayan mereka agar hasil tangkapan bisa lebih tinggi.
Akibatnya, kata Imam, wilayah ZEE Vietnam kehabisan sumber daya perikanan. Karena ikan di wilayah sendiri sudah tak banyak, kapal-kapal nelayan Vietnam lantas tak segan masuk ke wilayah Indonesia.
"Apalagi mereka tangkap ikan dengan alat tangkap trawl. Sangat tidak ramah lingkungan dan bisa menyapu dasar laut," ujarnya.
Selain itu, Imam menyebut Vietnam memiliki kebutuhan ikan rucah yang tinggi untuk pakan budidaya lobster. Ditambah jumlah nelayan dan kapal patroli Indonesia yang minim di wilayah ZEE sendiri.
"Jadi itu sangat mendukung sekali, mereka sangat leluasa sekali untuk masuk dan melakukan intrusi ke wilayah ZEE Indonesia," katanya.
Peneliti Bidang Kemaritiman Pusat Riset Politik BRIN, Anta Maulana Nasution mengatakan tingginya potensi perikanan di Natuna itu tidak diimbangi dengan jumlah nelayan Indonesia yang menangkap ikan hingga wilayah ZEE RI.
"Kalau ZEE sampai 200 mil (laut), jadi dibutuhkan kapal besar di atas 30 groos tonage, karena wilayah yang kosong makanya banyak nelayan Vietnam masuk ke perairan ZEE kita untuk melakukan penangkapan ikan," kata Anta saat dihubungi CNNIndonesia.com belum lama ini.
Anta bercerita beberapa waktu lalu mewawancarai sejumlah nelayan Vietnam yang ditangkap aparat di Laut Natuna. Ia menyebut tidak sedikit dari mereka yang tertangkap bukan pertama kalinya.
Menurutnya, ada beberapa alasan nelayan-nelayan itu berani hingga ke wilayah Indonesia. Pertama, mereka berani melaut hingga wilayah Indonesia lantaran adanya broker yang menawarkan. Broker itu, menurut pengakuan nelayan, adalah orang Vietnam.
"Nakhoda kan punya bos, bos-nya itu ditawarkan oleh broker di sana. Ini saya punya surat, udah bisa nangkap di perairan dekat Indonesia. Sepuluh kapal berangkat lah mereka," katanya.
Alasan kedua, lantaran industri perikanan di Vietnam sudah sangat maju, dan membutuhkan suplai ikan yang sangat banyak. Di sisi lain, sumber daya ikan di laut mereka sudah menurun, sehingga butuh pasokan ikan dari laut Indonesia.
"Memang sumber daya perikanan (Indonesia) berlimpah, secara logika kalau enggak melimpah enggak akan kapal Vietnam itu masuk ke ZEE Indonesia," katanya.
'Kapal-kapal Vietnam yang Ditangkap', ada di halaman selanjutnya...
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengatakan batas ZEE Indonesia dengan Vietnam masih dirundingkan oleh kedua negara. Ia memastikan pemerintah selalu melayangkan protes terhadap Vietnam terkait aktivitas kapal ikan di wilayah RI.
"Untuk nelayan Vietnam yang mencuri ikan, Indonesia tidak hanya protes tapi melakukan penegakan hukum, dan memprosesnya ke pengadilan," ujarnya.
Dari ratusan kapal Vietnam yang terpantau mencuri ikan di perairan Indonesia sejak awal tahun ini, beberapa di antaranya ditangkap petugas patroli dari Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, TNI AL, Bakamla, hingga Polairud Polri.
Direktur Jenderal PSDKP KKP Laksamana Muda Adin Nurawaludin mengatakan pihaknya setidaknya menangkap 25 kapal Vietnam sejak awal tahun sampai September 2021. Para ABK kapal-kapal itu kemudian diproses hukum hingga ke meja hijau dan kapalnya disita.
Menurutnya, kapal-kapal ikan asing yang disita itu bisa dirampas untuk negara, dilelang, maupun ditenggelamkan. Untuk sanksi penenggelaman, kata Adin, tergantung dari keputusan pengadilan.
"Kita dari PSDKP, kalau dihadapkan pada kapal ikan asing, yang mungkin bisa dimanfaatkan oleh nelayan, dituntutnya itu direkomendasikan agar bisa dimanfaatkan oleh kelompok nelayan daripada kita tenggelamkan," kata Adin.
Komandan Pangkalan TNI AL Ranai Kolonel Laut (P) Dofir mengatakan sejak tahun lalu KRI menangkap kapal ikan asing sebanyak 22 unit di Laut Natuna Utara. Terdiri 21 kapal ikan Vietnam dan 1 kapal ikan Taiwan. Sebanyak 20 kapal diamankan pada 2020, dan 2 kapal tahun ini.
Kapal tersebut dititipkan di Pos AL Sabang Mawang. Sementara para ABK-nya sedang menjalani proses hukum yang ditangani kejaksaan.
"Kalau saya pribadi itu sebagai indikator adanya tindak pelanggaran (pencurian ikan) seberapa banyak dari tahun 2020 ke 2021," ujarnya.
Dofir mengatakan TNI AL selalu hadir di Laut Natuna untuk mengamankan perairan dari serbuan kapal-kapal ikan asing. Ia pun meminta masyarakat tak termakan berita yang tak jelas dasarnya agar situasi tetap kondusif.
Menurut Dofir, pihaknya akan selalu mengawal nelayan-nelayan Natuna mencari ikan hingga ke utara dekat perbatasan dengan Vietnam atau Laut China Selatan. Patroli KRI juga disinergikan dengan Bakamla dan instansi terkait.
"Jangan sampai masyarakat non-Natuna yang banyak mencari ikan di wilayah Laut Natuna. Jangan mati di lumbung padi (sendiri)," katanya.
Pangkoarmada I Klaim Tak Ada Kapal Vietnam
Panglima Komando Armada (Pangkoarmada I) Laksamana Muda Arsyad Abdullah mengklaim kapal-kapal ikan Vietnam yang mencoba masuk ke ZEE dan landasan kontinen Indonesia sudah sangat sedikit.
Menurutnya, KRI yang berpatroli sudah tak menemukan lagi kapal ikan Vietnam di Laut Natuna Utara dalam beberapa bulan terakhir. Ia pun tak melihat ada kapal ikan Vietnam ketika memantau melalui pengamatan udara beberapa waktu lalu.
Perwira Angkatan Laut bintang dua itu menepis pengakuan sejumlah nelayan Natuna yang masih melihat kapal-kapal Vietnam di perairan ZEE Indonesia bagian utara. Ia mengklaim tak ada nelayan Natuna yang bisa bertemu kapal Vietnam karena wilayah tangkap berbeda.
"Karena posisi nelayan Vietnam itu ada di utara landas kontinen, sementara nelayan kita hanya berada di teritorial, tidak lebih 20 mil (laut) dari daratan. Sementara kapal Vietnam itu ada di utara kurang lebih 100 mil (laut)," ujar Arsyad.
Arsyad mempertanyakan nelayan yang mengaku-ngaku masih bertemu kapal ikan Vietnam di perairan utara Natuna atau landas kontinen dan ZEE Indonesia. Ia pun tak pernah menerima laporan dari nelayan Natuna terkait aktivitas kapal ikan Vietnam.
"Perlu kita klarifikasi karena tidak pernah ada laporan juga. Kenapa dia tidak laporan ke angkatan laut kalau memang ada. Nelayan siapa ini? Karena di sana ada pangkalan angkatan laut. Jadi kita perlu tanyakan siapa nelayan tersebut. Kalau memang ada," katanya.
Sementara Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksamana Madya Aan Kurnia mengatakan pihaknya menempatkan sekitar 3 sampai 4 kapal untuk patroli di Laut Natuna Utara. Namun, saat ini hanya terdapat 2 kapal yang beroperasi, KN Pulau Nipah dan KN Pulau Marore.
Aan mengatakan 4 kapal patroli Bakamla belum cukup untuk menjangkau seluruh perairan Natuna. Oleh karena itu, pihaknya berkoordinasi dengan TNI AL, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta kementerian/lembaga yang memiliki armada kapal.
Menurutnya, dengan menghitung luas perairan Natuna dan potensi ancaman yang datang, idealnya butuh sekitar 9 sampai 10 kapal dengan operasi secara bergantian. Beberapa kapal berada di laut, sementara sisanya menunggu di dermaga. Tak menutup kemungkinan ada kapal yang sedang dalam perbaikan.
"Sementara saya baru bisa keluarkan tiga (kapal. Jadi masih ada kosong-kosongnya juga di sini," kata Aan di kantornya.
Aan menyebut secara ideal operasi pengamanan perairan Laut Natuna harus berjalan sepanjang tahun. Namun, kata Aan, anggaran yang tersedia belum memadai untuk menggelar operasi setiap hari.
"Kembali lagi masalah dukungan anggaran apakah semuanya sudah terdukung 100 persen untuk operasi? Ya tentunya dengan situasi pandemi dan sebagainya banyak yang tidak 100 persen," ujarnya.