Kelompok JAD pun kerap melakukan penyerangan dalam skala yang kecil dan senjata seadanya. Akan tetapi, suasana teror tetap tercipta di tengah-tengah masyarakat.
"Lebih barbar dan lebih enggak punya aturan. Dia punya pisau dia akan nyerang pakai pisau. Karena bagi dia itu melakukan perlawanan itu sesuatu yang heroik, meskipun dia mati," kata Arief kepada CNNIndonesia.com.
"Kalau JAD serangannya itu pasti minimalis, kecil. Kan berapa kali itu pos polisi diserang pakai parang, pakai bom molotov," tuturnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun jejak teror JAD antara lain, Bom Thamrin di Jakarta, Bom Sarinah, serangan Mapolres Surakarta, bom molotov di Samarinda, kerusuhan Mako Brimob, bom bunuh diri di Surabaya, serta bom di gereja Makassar 2021.
Menurut alumni pesantren JI ini, target serangan bisa menjadi petunjuk jaringan teroris tersebut. Jika teroris menyerang polisi, misalnya, maka meskipun orang itu anggota JI maka ia telah bergabung ke kelompok Aman Abdurrachman.
"Siapapun yang dulunya ngaji ke JI kemudian dia terlibat aksi yang menyeramkan dan objeknya itu Polisi, maka dia sudah resmi bergabung ke takfirinya Aman Abdurrachman," tutur Arief.
![]() |
Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang bergerak di Poso, Sulawesi Tengah merupakan jaringan teroris di bawah payung JAD. MIT dibentuk pada 2010 yang dibidani Santoso alias Abu Wardah Asy Ayarqi.
Poltak Partogi Nainggolan dalam bukunya Ancaman ISIS di Indonesia (2017) mengatakan bahwa MIT berbaiat kepada ISIS.
Sepanjang 2014-2015, kelompok ini tercatat secara terbuka mengancam akan menyerang pimpinan Polri, Panglima TNI, pejabat Densus 88. Mereka juga melakukan perbuatan keji baik berupa pembunuhan maupun penembakan terhadap warga.
Menurut Polri, kelompok ini merupakan bagian dari ISIS dan diduga telah menerima dana dan bantuan dari ISIS.
Poltak pun menyebut sosok Santoso memiliki pengaruh yang luar biasa di kawasan Poso Pesisir.
Betapa tidak, penduduk Desa Tambarana dan Landangan yang merupakan lokasi orangtua Santoso, Desa Ampana, dan Parigi Moutong menyambut jenazah Santoso yang tewas akibat tertembak oleh polisi dalam operasi penggerebekan 18 Juli 2016.
"Para pendukung dan pemujanya di wilayah-wilayah itu, terutama kalangan MIT, menyambut dan mengiringi penguburan jenazah dengan iring-iringan mobil dan motor, sambil mengenakan kaos bersimbol ISIS," tutur Poltak.
(bmw/gil)